37: Tikungan

230 67 6
                                    

Kim Roksu baru berencana berangkat kerja hari ini saat dia berpapasan dengan ibu angkatnya di dasar tangga.

"Mau pergi bermain?" tanya Violan tersenyum tipis.

"Tidak, Ibu. Aku hendak pergi kerja."

Lekukan alis Violan yang tertata rapi kini terangkat heran. "Di hari Minggu seperti ini?"

Dia tahu kalau putra angkatnya yang satu ini hobi mencari kegiatan. Berbagai pekerjaan paruh waktu telah dijalaninya. Violan dan Deruth menutup mata selama ini karena Kim Roksu hanya menjalani pekerjaan yang mereka rasa cukup aman dan pantas, seperti menjadi pianis di restoran bintang lima, menyibukkan diri mengajar siswa SMP dari keluarga elit yang kesulitan menempuh ujian masuk ke SMA incaran mereka hingga bekerja sebagai Host di kafe temannya yang terpercaya. Kim Roksu selalu menjalani pekerjaan yang orang tuanya rasa bermanfaat.

Tidak ada masalah dengan mengasah kemampuannya bermain piano atau meluangkan waktunya mengajar anak-anak lain, pun tak perlu menjadikan persoalan tentang bagaimana Kim Roksu bekerja sebagai Host sebab pekerjaan itu dinilai orang tuanya sebagai cara yang Kim Roksu gunakan untuk bersosialisasi. Terlebih, ada beberapa anak dari keluarga ternama yang mereka kenal bekerja di sana untuk mencari hiburan dan suasana baru.

"Pekerjaan apa yang kau jalani di akhir pekan begini?"

Kim Roksu menjawab tenang, "Relawan di panti asuhan."

Nyatanya, itu bukan pekerjaan. Dia sudah berhenti dari pekerjaannya di akhir pekan sebagai bartender di sebuah bar yang dikelola oleh teman Choi Jung Soo. Kim Roksu tak mau orang tuanya sampai tahu pekerjaannya yang satu itu jadi dia mengundurkan diri setelah mendapat telepon kalau ayahnya akan pulang ke Korea.

Bukan karena takut dimarahi, Kim Roksu tak peduli itu. Dia yakin orang tuanya juga tak akan menghardiknya, mereka pasti hanya menganggap Kim Roksu penuh penasaran seperti biasa dan hobi mencoba berbagai hal. Kim Roksu menolak terus terang sebab dia enggan buang-buang tenaga menjelaskan alasannya.

Perihal menjadi relawan di panti asuhan, dia sengaja mendaftar agar punya alasan meninggalkan rumah.

Kim Roksu pantang berbohong pada keluarganya, dia lebih memilih tidak mengatakan sesuatu dibanding membuka mulut dan mengucapkan dusta.

Itulah sebabnya dia berhenti jadi bartender tanpa berpikir dua kali sebelum ditanyai.

Violan mengembuskan napas. "Nak, aku tahu niatmu baik tapi akhir pekan begini ada bagusnya kau gunakan untuk berkumpul dengan teman-temanmu. Kau bisa menyewa restoran atau pergi belanja. Jika kau ingin, Ibu bisa belikan vila agar kau bisa mengajak teman-temanmu berlibur bersama."

Kim Roksu dibekali kartu kredit tanpa limit, dia jelas bisa melakukan apa saja jika dia mau. Termasuk membeli vila secara pribadi. Orang tua angkatnya tidak akan mempermasalahkan pengeluarannya.

Namun, Kim Roksu tidak ingin melakukannya.

"Aku menghargai niat baik Ibu tapi aku sudah terlanjur mendaftar. Tidak baik kesannya jika aku tak hadir di sana," dalihnya berusaha agar Violan tidak mendesak lebih jauh.

"Menghadiri apa?"

Kim Roksu menoleh atas kedatangan Deruth dan dia segera tahu rencananya ke panti asuhan sudah pupus.

Violan menjelaskan niat Kim Roksu pada suaminya. Pria itu mengangguk lalu memandangi putranya. "Panti asuhan apa namanya? Biar Ayah kirim orang untuk mengirimkan donasi atas namamu sebagai permintaan maaf ketidakhadiranmu."

Dugaannya tepat sasaran. Kim Roksu tidak bisa membantah lagi kalau begini. Ayahnya adalah orang yang paling tak segan menyelesaikan semua masalah menggunakan uang. Tak akan ada cara untuk bernegosiasi dengannya. Dia terpaksa menyebutkan nama panti asuhannya.

"Ini akhir pekan, santailah sedikit." Deruth tersenyum menepuk lembut punggung putranya yang telah tumbuh melampauinya.

"Aku cuma butuh kegiatan, rasanya bosan di rumah," tukas Kim Roksu secara halus mengisyaratkan dia mau pergi ke luar.

Namun, jawaban itu sangat keliru.

"Kalau begitu, bagaimana dengan menemani Ayah main golf?"

Dia mendapatkan ajakan yang sulit ditolak.

Kim Roksu mengurai senyuman yang tak mencapai matanya. "Boleh." 

Dalam hati dia menggerutu betapa hari ini sial sekali.

~

Choi Jung Soo tertawa tanpa hati mendapati temannya yang membenci seluruh kegiatan olahraga tanpa terkecuali kini datang ke lapangan golf di hari minggu yang cerah.

Setelah lepas dari ayahnya, Kim Roksu segera menghampiri pemuda itu sembari berkata, "Tertawalah lagi, ayo tertawa lebih keras lagi."

Mendengar itu, Choi Jung Soo membungkam suaranya, sedapat mungkin menahan bibirnya untuk tidak tertawa lagi. Kata-kata Kim Roksu terdengar di telinganya seperti: "Teruslah tertawa dan akan kupastikan hari ini menjadi hari terakhir kau bersenang-senang."

Choi Jung Soo mengangkat kedua tangannya ke udara sebagai tanda menyerah.

Kim Roksu melipat kedua tangannya di dada. Dia memandang punggung ayahnya yang sibuk berbagi obrolan dengan beberapa kenalannya.

"Karena kau sudah di sini, ayo main denganku." Choi Jung Soo memberi tatapan pada seorang pramugolf yang mendampinginya.

Pria itu dengan tanggap menyerahkan salah satu tongkat dari tas golf milik Choi Jung Soo ke arah Kim Roksu.

Dia malas sekali tapi kalau tak terlihat bermain dengan Choi Jung Soo, ayahnya bisa jadi memanggilnya. Itu akan lebih menjengkelkan jika dia harus berbaur dengan sekelompok orang dewasa yang hanya tahu cara mendiskusikan bisnis.

Kim Roksu menerima tingkat golf itu dan akhirnya mengekori Choi Jung Soo.

Tiap hari Minggu, Choi Jung Soo memang rutin bermain golf. Olahraga ini adalah salah satu favoritnya. Pemuda itu mengambil postur yang sesuai lalu mengayunkan tongkatnya memukul bola. Dia tersenyum melihat bola itu membentuk lengkung yang sempurna mendekati targetnya.

Kim Roksu tak ikut bermain, dia menjadikan tongkat golfnya sebagai hiasan belaka yang dia ketuk-ketukkan ke tanah.

"Bersemangatlah sedikit!" decak Choi Jung Soo. "Ini lapangan golf bukan bukit pemakaman, tampangmu itu sudah muram sekali seperti orang yang berduka."

"Akan lebih sempurna jika ini sungguh bukit pemakaman, dengan begitu aku bisa segera pulang setelah berdoa."

Choi Jung Soo menggeleng melihat tingkah temannya. Dia baru akan melontarkan balasan saat matanya mendapati sosok lain yang mengejutkan.

"Kenapa bajingan itu ada di sini?" desisnya sedikit geram.

Mendengar komentar temannya, Kim Roksu berbalik mencari orang yang menjadi pusat atensi Choi Jung Soo.

"Oh, sekarang dia mendekat ke sini." Choi Jung Soo melirik ke arah Kim Roksu, sedikit khawatir bagaimana hal ini akan berlanjut. "Berani bertaruh, dia datang untukmu."

.

.

.

Bersambung.

:)

[BL] Youth (Crossover Holy Trinity)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang