6: Siasat

517 145 15
                                    

Han Yujin dan Kim Dokja makan malam lebih dulu baru pulang dari rumah Kim Roksu. Keduanya pergi dengan lambaian tangan diiringi teriakan Kim Dokja agar Kim Roksu tak lupa menyelesaikan catatan sejarahnya secepat mungkin agar bisa dipinjami.

Sepeninggal teman-temannya, Kim Roksu mengambil sebuah apel dari kulkas di dapur sambil menolak tawaran pelayan yang berniat membantunya mengupas kulit apel. Dia menggigit buah manis tersebut seraya menaiki anak tangga untuk kembali ke kamarnya.

Kim Roksu tidak memiliki rencana malam itu. Dia sudah menuntaskan semua tugas rumahnya juga menyelesaikan pekerjaan paruh waktunya sebagai penerjemah. Tidak akan ada deadline lagi dalam waktu dekat, karena tak punya pilihan jadi dia berinisiatif melengkapi catatan sejarah yang ingin dipinjam Kim Dokja.

Fokus Kim Roksu sepenuhnya diserap ke buku. Kadang kala dia menjeda sejenak untuk meneguk kopi atau menggigit apelnya yang masih tersisa. Berbeda dengan orang lain, Kim Roksu tak pernah merasa tertekan saat belajar, dia menikmati setiap proses membosankan ini tanpa menganggapnya sebagai beban. Bagi pemuda itu, lebih baik duduk belajar sampai suntuk dibanding harus berkeliling seharian untuk bekerja. Dia lebih senang menggunakan otaknya dibanding menguras tenaga fisiknya. Setidaknya, setelah belajar dia bisa istirahat dan bangun dengan fit. Berbeda jika dia harus terlibat dalam kegiatan yang menguras energi, biar sudah istirahat rasanya pegal masih membayangi sekujur tubuhnya.

Dering nyaring ponselnya menyentak atensi Kim Roksu pecah. Ditaruhnya kembali pulpennya ke atas buku lantas meraih handphone yang dia letakkan tak jauh dari tas sekolahnya.

Nama Choi Jung Soo terpampang di layar panggilan.

"Ada apa?" tanya Kim Roksu langsung ke topik, sedikit tak senang sesi belajarnya yang damai disela.

"Kau masih bisa bicara begitu? Ada apa, katamu?" Omelan marah Choi Jung Soo menyembur dari seberang panggilan. "YA! KIM ROKSU!"

Kim Roksu menjauhkan speaker telepon dari telinganya. Dia berdecak pelan. "Pendengaranku masih bagus, kau tak perlu berteriak."

Choi Jung Soo geram bukan main. "Apa kau tahu apa yang sudah kau lakukan? Tidak hanya kau tak masuk kerja tanpa berkabar apa pun padaku hari ini, tiba-tiba saja seseorang menghubungiku dan berkata kalau dia dikirim menggantikanmu? Sebenarnya aku bosnya atau dirimu? Kenapa segala hal ditentukan sepihak olehmu?"

Masalah ini akan jadi berbelit jika dia membela diri jadi Kim Roksu mengalah. "Maafkan aku."

Mendengar nada melembut teman baiknya, Choi Jung Soo kembali meredam emosinya. Intonasi suaranya tidak lagi membentak, perlahan kembali melemah. "Katakan padaku, apa gaji yang kutawarkan padamu masih kurang sampai-sampai kau tega sekali mengoper kebaikanku ke orang lain?"

"Tidak, kau sudah sangat baik." Kim Roksu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. "Aku sangat berterima kasih atas niat baikmu tapi ada beberapa hal yang terjadi dan aku benar-benar memohon bantuanmu untuk bekerja sama denganku kali ini."

Kim Roksu jarang meminta sesuatu, dia memang terlihat apatis tapi nyatanya tidak begitu jika sudah mengenalnya dekat. Choi Jung Soo yang paling memahami tabiat pemuda itu. Kalau Kim Roksu sudah turun tangan membantu sejauh ini berarti masalah yang menggerakkannya bukan persoalan sepele. "Memangnya siapa orang ini?"

"Teman sekelasku, namanya Han Yujin dan dia lebih membutuhkan pekerjaan itu dibandingkan aku. Kuharap kau mengerti soal ini."

Choi Jung Soo mengembuskan napas berat. "Lantas dia mampu menggantikanmu? Tidak sedikit pelanggan setia yang datang hanya untuk melihatmu, mereka pasti akan kecewa dan mulai membandingkan kalian."

"Omong kosong, mereka akan lupa padaku cepat atau lambat." Kim Roksu yakin itu. "Han Yujin mungkin sedikit canggung di awal tapi dia anak yang bisa diandalkan lebih dari yang terlihat. Soal wajah, dia juga tidak buruk. Kau cuma perlu meminta Nirvana atau Hyuna memoles penampilannya. Kepribadiannya ramah, dia mudah bergaul dan murah senyum jadi dia pasti bisa beradaptasi."

"Argh sial, kau tahu aku tidak pernah sanggup menolak permintaanmu." Choi Jung Soo terdengar merutuk.

Terlebih, sudah berapa lama sejak Choi Jung Soo mendengar teman dekatnya ini memberi penilaian yang begitu positif pada satu orang?

"Baiklah, anak bernama Han Yujin itu akan kuterima tapi apa dia bisa bertahan untuk selanjutnya, itu kembali lagi pada kemampuannya," tutur Choi Jung Soo berkompromi.

Kim Roksu tersenyum tipis, sudah menduga segalanya akan menjadi seperti ini. Dia baru akan pamit menutup panggilan ketika Choi Jung Soo terdengar mengangkat topik baru.

"Bagaimana denganmu?"

"Apa?"

"Kau mau cari pekerjaan pengganti di mana? Kau tahu, sulit mendapatkan atasan sebaik diriku."

Kim Roksu mendengus mendengar kepercayaan diri pemuda itu. "Aku akan mengurusnya sendiri."

"Kau ini menyebalkan sekali, giliran untuk orang lain kau meminta bantuanku tapi untuk dirimu sendiri tak pernah."

"Aku menolak kalau kau berencana menambah kursi lain untukku di tempatmu," tegas Kim Roksu. Dia tidak bohong soal pernyataannya pada kedua temannya sebelumnya kalau tempat kerja itu kurang cocok untuknya.

Choi Jung Soo sudah menebak itu. "Ah, ego sialanmu itu. Untungnya, kau punya teman sebaik aku. Kau benar-benar beruntung."

"Kalau kau cuma mau membual, aku akan menutup telepon. Aku harus melanjutkan catatanku."

"Dasar siswa teladan, dengarkan aku dulu!" Choi Jung Soo cepat-cepat menyahut. "Aku serius. Kau tahu kau itu beruntung sekali, bukan? Aku ingat sekali, dua hari lalu Min Jiwon menghubungiku. Dia bertanya apa aku punya teman yang tingginya di atas 180 dan seorang siswa sekolah menengah yang tampan serta punya latar belakang akademis yang bagus, dia sedang butuh model amatiran untuk pemotretan editorial majalahnya. Konsep yang mereka bawakan kali ini bertema sekolah, masa muda—atau sesuatu yang mirip begitu—entahlah, intinya mereka memang mencari siswa yang belum ada pengalaman dalam dunia model sama sekali."

"Model?"

"Ini hanya model sementara, kau cuma perlu ikut pemotretan sehari atau dua hari. Kenapa kau tidak coba mengajukan diri? Aku bisa menjamin gajinya setara uang yang kuberikan padamu selama tiga bulan kau bekerja untukku."

Itu angka yang fantastis untuk pekerjaan harian. Kim Roksu sedikit goyah.

"Tapi model ...?" Dia pikir itu bukan ide yang bagus.

"Cobalah dulu, ini peluang yang bagus. Kau juga butuh uang yang banyak untuk bisa angkat kaki dari rumah itu, kan?"

Kim Roksu memejamkan matanya. Untuk kali ini saja, dia akan menutup mata dan menerimanya. "Baiklah, kirimkan kontaknya padaku."

.

.

.

Bersambung.

Roksu itu karakter yang paling menarik buat diselami menurutku.

Tapi jangan khawatir karena aku berencana membagi rata porsi mereka bertiga :)

[BL] Youth (Crossover Holy Trinity)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang