"Apa masalahmu dengan anak pindahan itu?"
Pertanyaan terus terang Kim Dokja membuat Han Yujin memberi pemuda itu anggukan kagum. Sedari tadi dia sudah dipenuhi keingintahuan tapi rasa segannya pada Kim Roksu menahan mulutnya untuk melontarkan pertanyaan. Kim Dokja berhasil mewakili isi pikirannya.
Istirahat kali ini, mereka tidak pergi makan di kafetaria. Mereka membeli onigiri serta gimbap dan berbagai minuman lalu mencari tempat yang nyaman. Atas cetusan Han Yujin, mereka kini duduk di tribun tepi lapangan lintasan lari. Berbeda dengan lapangan basket atau bola yang sering digunakan saat jam istirahat, lapangan lintasan lari selalu sepi dan hanya ramai di jam pulang sekolah ketika klub atletik menggunakannya.
Kim Roksu duduk satu tribun lebih tinggi dari teman-temannya. Dia enggan menjawab, tangannya sibuk membuka plastik gimbap miliknya lalu meraih sumpit. Ada enam potong yang diletakkan di sebuah wadah putih.
Di satu sisi, Kim Dokja menusukkan sedotan ke botol susu pisang dan meletakkannya di samping paha Kim Roksu. "Kalian pernah dekat?"
Kim Roksu mengambil botol susu yang diberi Kim Dokja, dia meminumnya sebelum menyumpitkan sepotong gimbap ke dalam mulutnya.
"Hei, itu punyaku," sahut Han Yujin saat menyadari minuman itu miliknya.
"Bukankah punyamu yang rasa stroberi?" tanya Kim Dokja mengerjap polos.
"Ya! Kim Dokja, kau yang menekan pilihan stroberi bukan aku!"
"Begitukah? Kalau begitu, ambil saja yang stroberi. Itu milikmu sekarang."
Han Yujin berdecak kesal, tangannya terulur hendak meraih botol di tangan Kim Roksu tapi Kim Roksu tidak membiarkannya.
"Sudah kuminum, kau mau ambil bekasku?"
"Siapa yang peduli soal itu? Aku mau rasa itu!"
Ekspresi Kim Roksu tidak berubah, dia masih memasang wajah datar saat membalas santai, "Aku peduli. Aku tak mau berciuman tidak langsung denganmu."
"A ... apa?" Mata Han Yujin membelalak. Dia memukul paha temannya. "Omong kosong apa itu? Kita semua pria. Dasar gila! Kemarikan!"
Melihat Han Yujin berusaha berdiri untuk menggapainya, Kim Roksu memindahkan gimbapnya ke samping lantas ikut berdiri dan memanjangkan tangannya ke udara agar tidak bisa digapai.
Kim Dokja menertawai tingkah kekanakan kedua temannya. "Han Yujin, kau bisa beli yang baru."
"Itu tidak adil! Kau cuma memanjakan Roksu!" sergah Han Yujin memprotes. "Jika ada masalah seperti ini, kau tidak pernah membelaku! Apa dia keluargamu atau apa? Kau pilih kasih sekali."
"Bukankah kau baru menyebutkannya? Benar, dia keluargaku. Kau bahkan tidak bisa membaca nama keluarga kami," desisnya mencibir. "Mungkin aku akan mempertimbangkan berdiri di pihakmu juga kalau kau mengganti nama keluargamu."
Han Yujin yang menjadi satu-satunya yang tidak bermarga Kim jadi semakin terpojok.
Kim Roksu tidak tahan lagi melihat ekspresi kesal bercampur tak percaya di wajah temannya. Dia menepuk kepala Han Yujin sambil menyodorkan kembali botol susu pisang tersebut ke pipi pemuda itu.
"Aku bercanda, minumlah. Kau memang butuh asupan kalsium."
"Kau mau bilang aku pendek, kan?" Han Yujin melotot pada Kim Roksu.
"Aku tidak bilang begitu?"
"Kau jelas bermaksud begitu!"
Han Yujin lantas menunjuk ke arah Kim Dokja seraya menyeru, "Lihat dia, aku hanya beda beberapa senti darinya! Satu atau dua tahun lagi, aku bisa melampaui kalian semua! Aku akan tumbuh setinggi Sung Hyunjae!"
Mendengar nama Sung Hyunjae mengalir dari bibirnya pemuda itu membuat Kim Roksu segera menjepit kedua pipi Han Yujin menggunakan tangan kirinya. "Ulangi lagi, seperti siapa? Sejak kapan kau memanggil namanya begitu dekat?"
Han Yujin berusaha mendorong tangan Kim Roksu tapi siapa sangka kekuatan genggamannya begitu kuat. Kim Roksu menekan kedua pipi Han Yujin hingga bibir pemuda itu mengerucut. "Apwa uruswanmu!"
"Siapa Sung Hyunjae?" sahut Kim Dokja ingin tahu.
Kim Roksu menoleh dan menjawab sinis, "Maniak mesum. Kalau kau bertemu dengannya, segera lari. Dia ahli menggigit."
Han Yujin menampar tangan Kim Roksu. Matanya melotot memberikan protes. Saat Kim Roksu melepaskan genggamannya, Han Yujin lekas membela, "Jangan mendengarkannya! Sung Hyunjae itu pria baik-baik. Apanya menggigit! Kau yang menggigit!"
Kim Roksu menggeleng pelan. "Bocah ini. Kalau aku mau menggigit, kau sudah habis dari lama."
Satu embusan napas berat meluncur dari celah bibir Han Yujin. "Astaga, aku tidak percaya. Kau mengancamku? Sini, kemari, ayo gigit. Mana gigitanmu yang oke itu?"
Kim Roksu membatu dan sikapnya yang seperti itu menuai tawa Kim Dokja. Tiap Han Yujin mulai bersikap tidak tahu malu, ujungnya Kim Roksu yang akan kehabisan kata-kata melawannya.
Tak senang ditertawai, Kim Roksu menegur geram, "Kim Dokja."
Namun, tawa Kim Dokja kian lepas mendapati tatapan tajam teman dekatnya. "Roksu-ah, sebenarnya bukan aku yang memanjakanmu tapi kau yang terlalu memanjakannya."
Han Yujin tentu tidak terima dikatai begitu tapi Kim Dokja buru-buru menariknya kembali duduk. "Berhenti cari ribut dan penuhi mulutmu itu." Dia membuka bungkusan onigiri isi tuna dan menyumpalnya ke dalam mulut Han Yujin. "Untuk tumbuh dewasa kau harus makan yang banyak."
Tatapan Kim Dokja turut terangkat mengunci Kim Roksu lewat satu seringai tipis. "Tuan Muda, kau juga harus makan. Kau butuh tenaga kalau mau mengabaikan teman semejamu."
Kim Roksu duduk setelah memukul belakang kepala Kim Dokja.
"Aish, kenapa memukulku?"
"Daripada memperhatikanku, kau urus sendiri teman semejamu itu, Wakil Ketua Kelas."
Mendengar panggilan itu, rasa sebal Kim Dokja kembali dan dia pergi melampiaskannya ke Han Yujin si biang onar kesialannya dengan memaksa pemuda itu turut menghabiskan susu stroberi yang sebelumnya Kim Dokja pilih secara acak di mesin minuman.
"Minum lagi, kau harus tumbuh tinggi seperti Sung Sung maniak itu, kan? Asupan kalsiummu harus terpenuhi dengan baik."
"Berhenti menyuruhku minum susu! Ya! Kim Roksu, lakukan sesuatu padanya!" Han Yujin benar-benar tidak tahan bagaimana Kim Dokja terus merecokinya.
Namun, kali ini Kim Roksu menutup mata. Dia menolak mendengarkan permintaan tolong Han Yujin dan sepenuhnya fokus menghabiskan makan siangnya.
Ketiganya seperti hari biasanya, menghabiskan waktu mereka bersama tanpa peduli sekitar. Tidak satu pun yang menyadari bahwa siswa pindahan yang sempat menjadi topik obrolan mereka diam-diam memperhatikan semua interaksi itu dari jauh.
Alver beranjak pergi setelah memperhatikan senyum Kim Roksu yang sudah sekian lama tidak dilihatnya.
Ada masa di mana kebahagiaan Kim Roksu jadi satu-satunya yang Alver inginkan di dunia ini.
Kendati begitu, melihat Kim Roksu yang kini bisa terus menjalani harinya dengan baik dan bahkan memiliki orang-orang yang berdiri di sisinya, hati Alver mau tak mau menjadi rumit.
Langkah pemuda itu terhenti.
Mestikah dia kesal karena Kim Roksu tak lagi membutuhkannya? Atau perlukah dia merebut kembali apa yang menjadi miliknya?
"... Mungkin lebih baik kuhancurkan saja semuanya."
Dengan begitu, Kim Roksu yang remuk berkeping-keping dan tidak punya tempat berpulang akan kembali datang padanya.
.
.
.
Bersambung.
:)
Sejak awal aku membuat cerita ini, karakter Alver memang sudah kuniatkan akan menjadi tokoh yang kompleks.
Namun, sisa lainnya tidak pernah kurancang spesifik dan aku pun ikut terkejut melihat perkembangan mereka. Terutama Kim Roksu.
Dan mungkin Adin? (penulisnya tidak menyangka dia akan menjadi salah satu tokoh pendukung yang perannya makin luas)
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Youth (Crossover Holy Trinity)
FanficKim Roksu selalu mempertahankan dirinya dalam batas yang bisa diterima oleh siapa pun, membangun kehidupan yang dianggapnya ideal bagi semua pihak. Akan tetapi, kepulangan Alver Crossman justru menggoyahkan seluruh tatanan sempurna yang sudah dibang...