42: Kebetulan

211 59 6
                                    

Han Yujin melirik Kim Roksu ragu, dia sendiri masih berdiam di depan pintu. Melihat keseganannya, Kim Roksu akhirnya berdiri. Pemuda jangkung itu berkata, "Apa aku perlu meminta maaf? Kau tampaknya menyimpan perasaan tidak enak padaku."

Dia sedang mencoba mengalah.

"... Tidak, aku yang seharusnya minta maaf padamu." Han Yujin menundukkan kepalanya. Dia menarik napas dalam-dalam demi menguatkan hatinya. Pemuda itu kemudian membungkuk hampir sembilan puluh derajat. "Maafkan sikapku selama ini."

Kim Dokja ingin tertawa melihat tingkahnya yang sangat formal seolah sedang meminta maaf pada guru di sekolah tapi lirikan tajam Kim Roksu membuatnya menahan diri. Dia berganti berdehem pelan, menekan suara tawanya.

"Bangun, tidak usah membungkuk begitu."

Han Yujin pelan-pelan kembali menegapkan diri sambil memberanikan dirinya memandang ke arah Kim Roksu lekat yang sekarang berdiri tepat di depannya.

Tangan Kim Roksu terulur menepuk kepala Han Yujin. Dia tersenyum tipis. "Kau sudah berbaikan dengan adikmu?"

"Iya, terima kasih ini berkatmu juga." Hati Han Yujin perlahan dibuai ketenangan. "Kau benar tentang ... semuanya. Aku sudah berbicara pada adikku dan kami memutuskan untuk lebih jujur dan mendengarkan pendapat satu sama lain. Aku juga tidak akan melakukan tindakan impulsif yang bisa berdampak pada masa depanku."

"Itu bagus." Kim Roksu mengangguk puas.

Han Yujin mengangkat wajah mengunci sosok Kim Roksu lekat. "Tapi bolehkah aku bertanya sejak kapan dan ... dari mana kau tahu soal Yuhyeon?"

"Aku pernah melihatnya sendiri. Saat itu akhir pekan, aku mengunjungi sebuah minimarket dan makan di sana. Adikmu datang bersama seorang gadis yang berpenampilan seperti wanita dewasa. Gadis itu membeli dua bungkus rokok dengan menyodorkan kartu mahasiswa yang kuyakin bukan miliknya karena dia masih di bawah umur. Gadis itu lalu memberikan salah satunya pada Han Yuhyeon yang menunggu di luar. Setelahnya, gadis itu kembali ke minimarket dan belanja berbagai hal sambil adikmu merokok menunggu di luar."

Kim Roksu mengatakan yang sejujurnya. Tanpa mengurangi atau melebihkan kenyataan.

"Yuhyeon ... tidak melihatmu?"

"Dia belum mengenalku masa itu."

Kesadaran akhirnya menyusupi Han Yujin. "Ah, kau melihatnya saat kita masih kelas satu, ya."

Kim Roksu tidak memberi tanggapan. Dia tidak bisa mengatakan jika dia melihatnya sebelum dirinya bahkan mengenal Han Yujin. Sosok Han Yuhyeon tidak mudah dilupakan, tidak banyak anak SMP sepertinya yang punya badan tinggi dan tampak lebih dewasa seperti anak SMA, terlebih dia didampingi gadis yang Kim Roksu kenali.

"Sebentar, kenapa kau tahu gadis yang datang bersama Yuhyeon anak di bawah umur?" sahut Kim Dokja. "Kau mengenalnya?"

"Iya."

"Siapa dia?

Kim Roksu tidak segera menjawab. Dia menurunkan tatapannya seraya bergumam lirih, "Na Bori."

Mata Kim Dokja membulat tak menyangka. "Na Bori dari SMA Daepyung?"

"Iya."

Han Yujin jadi satu-satunya yang tidak memahami obrolan teman-temannya. "Siapa itu Na Bori? Kau mengenalnya, Dokja?"

"Tidak, tapi aku mengenal sunbae yang jadi pacarnya."

"Hah?"

"Sekolahku itu sebenarnya gabungan SMP-SMA. Gedungnya tidak menyatu tapi jaraknya masih terbilang dekat. Aku masih SMP saat salah satu senior yang kukenal di SMA memacarinya. Waktu itu aku kelas tiga SMP dan Na Bori sepertinya dua SMA jika aku tak salah ingat."

Han Yujin terdiam, tidak bisa membayangkan bagaimana adiknya bisa mengenal seseorang seperti Na Bori.

"Kau sendiri bagaimana bisa mengenalnya?" tanya Kim Dokja melempar pertanyaan ingin tahu pada temannya.

"Dia sering datang ke sekolahku dulu. Ada seorang anak perempuan yang tinggal di rumahnya, namanya Lee Jihye dan gadis itu adik kelasku di SMP. Na Bori sering datang menjemputnya."

Kim Dokja mengangguk mengerti. Sekarang semuanya masuk akal. "Sunbae dulu memang cerita padaku kalau pacarnya si Na Bori itu memang punya adik perempuan yang tinggal bersamanya dan sudah dianggap seperti adik kandungnya sendiri. Dia sering cerita merasa cemburu karena Na Bori lebih memprioritaskan adiknya itu dibanding dirinya."

Pemuda itu menggeleng pelan merasa dunia sungguh sempit.

"Jadi apa Na Bori itu baik atau jahat?" Han Yujin cuma ingin tahu orang seperti apa yang bergaul dengan adiknya.

"Tentu saja dia baik, dia terkenal di sekolahnya sebagai anak yang ramah dan riang, karena itulah sunbae-ku dulu mengejarnya," jawab Kim Dokja cepat.

Di satu sisi, Kim Roksu tidak berniat memberi komentar.

"... Tapi dia seharusnya tahu Yuhyeon jauh lebih muda darinya, mengapa mengajarinya hal yang buruk?" Han Yujin sangat curiga dengan gadis senior bernama Na Bori ini. "Padahal dia punya adik juga di rumah, harusnya tahu hal semacam itu tak baik."

Kim Dokja menatap Kim Roksu. Dia tidak pandai menjelaskan hal semacam ini jadi meminta bantuan temannya untuk memberi penjelasan.

"Merokok itu normal bagi sebagian besar pelajar. Yoo Myeongwoo yang kau kenali sebagai pemuda kikuk juga melakukannya," ungkap Kim Roksu tenang.

"Myeongwoo merokok?" Han Yujin memekik tak menyangka.

"Dia benar, merokok itu masih terhitung normal." Kim Dokja setuju. "Dan lagi jangan menuduh Na Bori mengajari adikmu, bisa saja sebelum mengenal gadis itu, Yuhyeon sudah belajar merokok dari orang lain."

Han Yujin tidak bisa membantah karena argumen itu masuk akal.

Obrolan mereka dipecah dering tanda pesan masuk dari ponsel Kim Dokja. Pemuda itu merogoh saku celananya. Dia membuka sebaris pesan ajakan yang dikirim Lee Hyunsung.

"Sudahlah, mari jangan membahasnya lagi." Kim Dokja tidak ingin melanjutkan perbincangan ini.

Dia tahu Han Yujin sebagai remaja biasa yang tidak pernah mendekati hal-hal buruk tak akan mengerti dunia remaja yang dinodai bercak gelap.

"Roksu-ya, ganti bajumu. Ayo pergi main bola."

"Kalian saja. Aku tak ikut." Kim Roksu menolak memeras keringat.

Namun, tangannya dicegat Kim Dokja. "Hyunsung bilang Lee Soo Hyuk-sunbae juga ada di sana. Kau tidak sempat mengucapkan selamat pada kelulusannya, bukan? Kau langsung pulang hari itu padahal Sunbae datang ke kelas mencarimu."

Kim Roksu menoleh, dipandanginya Kim Dokja datar. "Aku pergi tapi tak ikut bermain."

"Oke, setuju."

Tidak ada gunanya membantah Kim Roksu, lebih baik sependapat dengannya lalu mencari cara selanjutnya untuk menyeret pemuda itu turun ke lapangan.

.

.

.

Bersambung.

。⁠◕⁠‿⁠◕⁠。

Heheh aku hampir lupa punya cerita ini padahal drafnya aman sentosa karena selalu diketik langsung di Wattpad, bukan di laptop. Makasih yang sudah ingetin update.

[BL] Youth (Crossover Holy Trinity)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang