Sirius membuka pintu Ruang Pribadi berkode S. Alisnya terangkat bingung mendapati ruangan itu kosong. Tidak ada tamu yang terlihat duduk di sofa. Walaupun demikian, dia tak meninggalkan ruangan begitu saja. Sirius membuka pintu lebih lebar dan berjalan masuk ke dalam. Jika tamunya sedang pergi ke kamar kecil maka tamu tersebut pasti akan segera kembali. Sirius berniat menunggunya.
Namun, niat itu tidak bertahan lama ketika Sirius menemukan di balik pintu, jauh di sudut ruangan, ada seseorang yang sedang meringkuk sendirian.
Sirius sudah menghadapi tak terhitung pelanggan. Sejak dia menjadi bagian Mayor Arcana hingga duduk di kursi Star dan menjadi bintang paling terang, Sirius telah menghibur banyak sekali hati yang bersedih.
Kaki jenjang pria itu melangkah mendekati sosok tamunya di sudut ruangan. Sirius menyipitkan mata, dia tidak bodoh untuk segera mengenali siapa sebenarnya sosok tamu ini.
Semenjak menjadi Star, kewajiban Sirius bergeser menjadi hanya melayani tamu wanita.
"Lagi-lagi Manajer membuat pengecualian untuk anak ini," batin Sirius sejenak merasa tidak tahu harus bagaimana menyikapi keistimewaan yang ditampilkan secara terang-terangan di hadapannya.
Sirius menekuk satu lututnya ke lantai. Dia mencoba berujar lembut, "Lantainya dingin, kenapa tidak duduk di sofa?"
Tidak ada jawaban yang dia dapatkan.
Sirius sudah terbiasa atas sikap tidak kooperatif yang diberi padanya. Pria itu tak peduli sama sekali apakah dia dibalas atau tidak. Semua itu tidaklah penting. Tangannya kemudian bergerak membuka luaran jas berwarna merah gelap yang dia kenakan hari ini. Sirius menyampirkan jasnya menyelimuti punggung pemuda itu.
Dia tidak boleh meninggalkan tamunya dalam keadaan begini jadi Sirius mendudukkan diri di samping pemuda itu. Pandangannya tak pernah melepas sosok yang terus saja menutupi wajahnya di lutut dan menyembunyikan ekspresinya di balik lengan.
Kesan yang diberi anak berjulukan Sun itu tidak banyak padanya. Sirius kebetulan memperhatikannya karena anak itu tiap jam istirahat makan malam selalu didampingi Rose atau World. Dia jarang sendirian. Bagi orang lain mungkin terlihat normal tapi di mata Sirius, dua sosok yang menemani Sun bukan tipikal orang yang bersedia meluangkan waktu mereka tanpa alasan.
Mudah bagi Sirius menebak ada seseorang di balik layar yang tampaknya sudah memesan agar Sun jangan dibiarkan kesepian.
Hal-hal semacam ini bukanlah sesuatu yang akan Manajer mereka lakukan secara suka rela. Maka dalang yang paling mungkin melakukannya tersisa Fool seorang.
"Hanya pemuda itu yang mampu menggerakkan orang-orang sesuai keinginannya."
Sirius menemukan jika punggung pemuda itu gemetar dan terdengar isakan pelan. Secara naluri dia memanjangkan tangannya dan menepuk lembut kepala remaja itu. Diberinya penghiburan lewat tindakan sebab Sirius menganggap Sun tak membutuhkan kata-kata di momen seperti ini.
Han Yujin tidak ingin ditemani siapa pun tapi dia tidak punya tenaga untuk mengusir pihak lain yang datang padanya. Mau itu saat orang tuanya meninggal atau saat dia dipukuli oleh pamannya, Han Yujin tak pernah menunjukkan kelemahannya di depan siapa pun. Terutama adiknya. Sewaktu orang tua mereka meninggal, dia berdiri menyambut setiap tamu yang mengirimkan bela sungkawa dan hanya ketika semua orang pulang dan adiknya tertidur, Han Yujin baru akan memeluk dirinya sendiri di sudut ruangan dan menelan tangisannya sendirian.
Dia tidak pernah memiliki seseorang yang duduk di sisinya atau sekadar menepuk punggungnya lembut dan berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Dia tidak mengenal perasaan semacam itu.
Itu mengapa sewaktu seseorang yang tidak dikenalinya datang dan menetap di sisinya kemudian menepuk lembut kepalanya, barulah Han Yujin tahu jika empati yang diberi orang lain seperti ini hanya membuat perasaannya lebih buruk dan tak terkendali. Dia merasa hatinya jadi lebih terluka, tangisannya semakin tak terbendung. Kepedihannya rupanya jauh lebih besar dari yang dia kira.
Sirius menetap di sisi pemuda itu, terkadang mengelus lembut punggungnya. Dia memberinya ruang untuk melepaskan kesedihannya.
Di mata Sirius, manusia itu makhluk yang rapuh, mereka tidak mampu menjalani hidup seorang diri. Kesepian yang mengakar kuat di hati tidak bisa dibantah terus-menerus. Ada batasan bagi seseorang untuk menanggung kesendiriannya sekuat apa pun dirinya.
Sirius menunggu dengan sabar hingga hati pemuda itu diliputi kelegaan dan wajah yang disembunyikan rapat perlahan terangkat menoleh padanya.
Han Yujin memandang pria di sisinya terperangah sejenak, dia tak menyangka sejak tadi Sirius adalah orang yang menemaninya.
Sirius merogoh saku dalam jasnya kemudian menarik sebuah sapu tangan. Dia tidak memberikan sapu tangan itu kepada Han Yujin melainkan menggunakannya secara pribadi untuk mengusap wajah pemuda itu.
"Siapa yang membuatmu begitu sedih?" lirih Sirius meraih dagu pemuda itu, menahan wajahnya agar tidak berpaling atau menghindar darinya.
Han Yujin membulatkan mata, dia berusaha mendorong tangan pria itu tapi genggaman Sirius sangat erat. Han Yujin tidak bisa melawan. Sepasang alisnya mengernyit tak nyaman.
Sirius tersenyum tipis. "Mengapa menatapku seperti itu? Bukan seolah aku hendak mencuri ciuman darimu."
Mata Han Yujin melebar mendengar penuturannya.
Sirius tertawa pelan, ekspresi pemuda ini yang berubah-ubah terlihat cukup menggemaskan. Dia sedikit mengerti sekarang kenapa Rose yang urakan itu betah sekali menjaganya.
"Saya ... saya minta maaf sudah merepotkan." Han Yujin mengusap matanya sendiri, dia yakin penampilannya sekarang pasti terlihat sangat menyedihkan.
"Jangan minta maaf atas kesalahan yang tidak kau lakukan," tukas Sirius tegas. Tak lama setelahnya dia merapikan tatanan rambut serta poni pemuda itu, berniat mengurangi penampilan kusutnya.
Han Yujin sering mengelus rambut adiknya juga tak segan menepuk kepala Han Yuhyeon bahkan memeluk adiknya hingga merapikan penampilan pemuda itu. Namun, ini pertama kali baginya diperlakukan seperti ini oleh orang lain. Rasanya begitu ... canggung.
Selanjutnya, Sirius berdiri dan mengulurkan tangannya ke arah Sun. "Ayo."
Han Yujin meragu sejenak, dia mengulurkan tangan tapi berniat mengurungkan tindakannya ketika Sirius lebih dulu meraihnya dan menarik pemuda itu berdiri. Han Yujin yang ditarik spontan nyaris kehilangan keseimbangannya tapi Sirius sangat tanggap menahan bahu pemuda itu.
"Hati-hati." Suara berat pria itu berbisik di samping telinga tamunya.
Han Yujin tersentak sesaat kemudian tersadar jika jas merah yang disampirkan di bahunya kini jatuh ke lantai. Han Yujin belum menunduk mengambilnya saat pria itu lebih dulu memungutnya.
Sirius mengibasnya pelan kemudian menyampirkannya kembali di bahu pemuda itu. Senyuman pria itu tergurat teduh. "Siapa namamu?"
"... Sun." Jawaban itu mengalir dengan alami dari bibirnya, satu jawaban yang entah mengapa memicu tawa pria itu.
"Aku tahu kau adalah Sun. Aku ingin tahu namamu yang sebenarnya."
Selama dia bekerja, tidak ada yang pernah meminta nama aslinya. Semua orang di sini memanggil satu sama lain menggunakan nama julukan.
"Han ... Yujin." Dia menyebutkan nama yang entah mengapa terasa asing karena mendadak membuatnya teringat jika dia adalah kakak dari Han Yuhyeon.
"Han Yujin." Sirius mengulang kembali nama tersebut. Punggung tangannya yang semula di bahu pemuda itu kini terangkat naik mengusap ujung mata yang memerah. "Agar adil, biarkan aku mengenalkan diriku juga. Namaku Sung Hyunjae."
.
.
.
Bersambung.
:)
Nama: Sung Hyunjae
Hobi: Melakukan kontak fisik
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Youth (Crossover Holy Trinity)
Fiksi PenggemarKim Roksu selalu mempertahankan dirinya dalam batas yang bisa diterima oleh siapa pun, membangun kehidupan yang dianggapnya ideal bagi semua pihak. Akan tetapi, kepulangan Alver Crossman justru menggoyahkan seluruh tatanan sempurna yang sudah dibang...