39: Penyesalan

221 59 1
                                    

Han Yuhyeon tidak berani meninggalkan rumah lagi. Setelah mencari kakaknya sepanjang malam, dia kini menetap di rumah menunggu Han Yujin pulang. Tanpa sempat makan atau minum, Han Yuhyeon terus menunggu. Dia duduk di dalam ruangan yang berantakan. Tidak peduli apakah barang-barangnya berserakan dan dihambur oleh kakaknya.

Dalam benak Han Yuhyeon dia cuma ingin satu hal: "Hyung, pulanglah."

Han Yuhyeon sesekali bergumam kecil, merintihkan maaf, "Aku sudah berbohong, aku sudah menipu, aku telah menjadi anak yang nakal, aku salah, aku benar-benar salah. Maafkan aku."

Di sepanjang hidupnya, Han Yuhyeon tidak memiliki orang yang lebih berarti baginya dibanding Han Yujin.

Sejak kecil, Han Yujin selalu ada untuknya. Ketika tidak ada orang dewasa yang peduli padanya maka kakaknya satu-satunya yang tetap menggenggam tangannya dan mendekapnya erat. Han Yujin yang selalu menenangkannya dari kejamnya semesta pada nasib mereka.

"Tak apa, Yuhyeon-ah. Jangan menangis, Hyung di sini. Kau aman. Tak ada yang bisa menyakitimu selama aku bersamamu. Aku tak pernah membiarkan siapa pun melukaimu."

Han Yujin memegang ucapannya. Dia selalu berdiri di depan adiknya tiap pamannya mulai memukuli mereka karena berbagai alasan yang tak masuk akal. Entah apakah hari itu hujan, cerah atau dingin, tiap pamannya marah, dunia terasa sangat menakutkan bagi Han Yuhyeon.

Namun, Han Yujin selalu hadir di sisinya. Kakaknya tak pernah membiarkannya terluka. Dia menanggung segalanya, menerima setiap hukuman seolah itu adalah hal yang wajar didapatkannya.

Tiap Han Yuhyeon ingin mendekat, Han Yujin akan tersenyum lembut. "Mundur." Bibirnya akan bergerak berkata demikian dan menambahkan kalimat lirih lain, "Jangan buat Hyung marah." jika Han Yuhyeon mulai tampak ingin melawan.

Han Yuhyeon tidak suka kemarahan Han Yujin. Berbeda dengan Paman yang akan berteriak dan mengangkat tangan tiap marah, Han Yujin sebaliknya. Dia akan diam seribu bahasa, tak menggubris Han Yuhyeon sama sekali, menganggap adiknya bagai udara tipis atau benda mati yang tak memerlukan afeksi. Bagi Han Yuhyeon, keheningan kakaknya terasa menyesakkan, lebih menakutkan dibanding menerima murka Paman. Dia takut sekali jika Han Yujin akan diam-diam meninggalkannya.

Itulah mengapa, Han Yuhyeon menarik kesimpulan untuk selalu mengalah sebagai adik jika ingin kakaknya menyayanginya.

Dia harus patuh.

Dia harus menjadi anak baik.

Dia tidak boleh memperlihatkan celah.

Jangan sampai Hyung-nya muak padanya.

Pandangan Han Yuhyeon perlahan terangkat lantaran mendengar suara pintu dibuka. Dia membulatkan mata saat melihat sosok kakaknya berdiri di depan pintu.

Han Yujin melangkah masuk lalu menutup pintu di punggungnya.

Han Yuhyeon ingin bergegas maju, dia mau meminta maaf, menjelaskan semuanya dan memeluk kakaknya tapi keberaniannya menguap tanpa sisa.

Pada akhirnya, emosinya yang meluap tak terkendali berubah menjadi tangisan yang tak tertahankan. Remaja itu menangis tanpa suara. Dia terisak, tenggelam dalam rasa bersalahnya.

"... Hyung. Yu ... jin-hyung."

Han Yuhyeon sedikit gemetar saat dia terus memanggil. Ketakutan benar-benar menguasainya saat ini. Han Yuhyeon bahkan meragukan apakah sosok yang hadir sungguhan kakaknya ataukah imajinasinya belaka.

"Hyung, aku salah. Aku ... ini ... semua salahku. Maafkan aku. Yuhyeon sudah berbohong padamu, aku sudah menipumu selama ini, aku telah menjadi anak yang nakal. Maafkan aku. Kumohon, maafkan aku. Jangan tinggalkan aku ...."

Han Yujin memandang sosok rapuh adiknya. Sudah berapa lama sejak dia melihat Han Yuhyeon tampak seperti anak laki-laki yang selalu membutuhkan perlindungannya?

Berbagai emosi rumit kini melanda hatinya. Namun, di atas semua itu. Han Yujin merasakan penyesalan yang besar.

"Apa pernah kau bertanya pada Han Yuhyeon bagaimana perasaannya? Apa yang ingin dia lakukan? Pernahkah kau sekali pun mencoba mendengarkan apa yang sungguh adikmu dambakan dalam hidupnya?"

Kata-kata Kim Roksu bak kutukan yang terus-menerus menghantuinya.

"Dengan dirimu yang seperti ini, kau punya hak apa untuk menentukan mana yang terbaik untuk Han Yuhyeon? Kau bahkan tak tahu apa-apa tentangnya."

Han Yujin memejamkan matanya erat.

Dia membenci kata-kata Kim Roksu sebab hatinya sudah sangat sadar kalau semua itu benar adanya.

Dia memang terlalu naif dan egois. Jika ada yang harus bertanggung jawab dengan tindakan adiknya maka itu adalah dirinya.

Han Yujin menghampiri adiknya. Dia berlutut di hadapan remaja itu seraya mengusap pipinya yang basah. Tidak ada kata yang mengalir dari bibirnya. Bungkamnya masih senantiasa merajai membuat hati Han Yuhyeon semakin remuk.

Dia meraih ke depan, berusaha mendekap kakaknya. Han Yuhyeon memeluk pinggang Han Yujin seraya menumpahkan rasa bersalahnya. Dia menyebutkan semua tindakan salah yang sudah dilakukannya tanpa melewatkan satu pun. Dia mengakui segalanya, semua tindakannya yang tak semestinya dia lakukan.

"Maaf, maafkan Yuhyeon, Hyung. Aku sudah mengecewakanmu. Tolong jangan tinggalkan aku." Han Yuhyeon menatap ke atas penuh nestapa. "Aku bersumpah, aku tidak akan pernah lagi melakukan hal-hal yang tidak Hyung sukai. Aku mohon ... maafkan aku."

Kegetiran adiknya menyentuh relung hatinya. Han Yujin akhirnya balas mendekap adiknya, tangannya diusapkan lembut di sepanjang garis punggung Han Yuhyeon. Kini matanya terpejam erat.

Han Yujin memilih merangkul kenyataan. Dia tak lagi berpaling, beralasan atau mendebat hal yang sudah jelas menjadi fakta. "Han Yuhyeon, bagaimana perasaanmu sekarang?" tanyanya tanpa melepas pelukan.

"Aku takut, takut sekali. Aku tak ingin Hyung meninggalkanku." Han Yuhyeon meredam tangisnya di bahu kakaknya. Dia memegang erat punggung cardigan yang dikenakan Han Yujin. "Aku benar-benar merasa bersalah, aku sungguh menyesali segalanya, Hyung."

"Jika aku berhenti sekolah, bagaimana perasaanmu?"

Han Yuhyeon menggeleng pelan. "Aku tak mau, aku tidak rela Hyung melakukannya. Aku ingin Hyung mengejar mimpimu, tolong jangan menyerah karenaku. Itu akan membuatku menyesali keberadaanku seumur hidup."

Han Yujin menarik dirinya. Dia menempelkan keningnya bersama kening adiknya. Han Yujin menangkup kedua pipi adiknya saat dia melirih, "Aku tak akan melakukannya kalau begitu. Hyung juga tidak akan melakukan hal yang tidak kau sukai."

Dia tidak akan mengedepankan pendapat pribadinya saja. Sekarang, Han Yujin ingin memulai lembaran baru di mana dia akan mendengarkan adiknya perlahan, berusaha memahami pemuda itu dan mencari tahu apa yang diinginkannya. Dia perlu tahu itu semua agar mengerti kenapa adiknya bisa melangkah ke jalan yang keliru.

.

.

.

Bersambung.

Han Yujin ini tipe kakak yang sebenarnya mayoritas adik pasti gak nyaman karena dia merasa dirinya yang paling pantas menentukan segalanya, pendapat adiknya tidak perlu karena dia yang merasa paling tahu apa yang adiknya perlukan. Perasaan adiknya bahkan dinomorduakan.

Alhasil, tuntutan dan sikapnya yang demikian membentuk seorang Han Yuhyeon yang memisahkan hitam dan putih di hadapan kakaknya.

Aku tidak bisa nyalahin Han Yujin juga toh dia jadi begitu karena tidak adanya peran orang tua. Perilakunya sejak awal sudah menunjukkan kecenderungannya yang individual dan merasa bisa melakukan semuanya sendirian (seringnya dia tak sadar malah jadi egois), fakta ini juga tidak lepas dari adanya tindakan abusive yang dia terima dari pamannya. Kekerasan itu yang kemudian membentuk dinding Han Yujin bahwa dia tidak bisa mengandalkan orang dewasa dan hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri.

Pada akhirnya, semua anak memang memerlukan lingkungan serta didikan yang merangkul dan dipahami, bukan dituntut dan dihakimi.

Sekian dariku tentang relasi kakak-adik ini, waktunya beranjak ke konflik lain. Mari menyiapkan hati sebelum memulai pergolakan yang lebih berat lagi.

[BL] Youth (Crossover Holy Trinity)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang