Buku ada di rumah Yoo Joonghyuk jadi sekalian saja Yoo Mia diantar pulang lebih dulu. Kim Dokja sendiri tidak ikut turun dari mobil dan hanya menunggu di dalam mobil saat Yoo Joonghyuk pergi mengambil buku. Selain itu, karena dia sudah terlanjur duduk di belakang jadi Kim Dokja enggan pindah ke depan.
Mata pemuda itu melirik singkat ke arah kediaman besar yang tak kalah mewah dengan rumah Kim Roksu. Dia sudah tahu jika Yoo Joonghyuk itu berasal dari keluarga kalangan atas. Persis dengan Kim Roksu, Yoo Joonghyuk juga tidak senang mengumbar kekayaannya.
Meskipun begitu, jika dibandingkan dengan Kim Roksu yang pandai menipu mata orang dan membuat sekitarnya mengira dia dari kalangan sederhana yang hidup serba kekurangan, Yoo Joonghyuk tidak demikian. Kalau seseorang dengan cermat memperhatikannya maka mudah mengetahui pemuda itu bukan orang biasa perkara barang-barang yang digunakannya selalu bermerek mewah.
Tentunya tak banyak yang menyadari karena Yoo Joonghyuk membatasi pergaulannya dengan sangat ketat. Dia tak punya teman di sekolah, selalu bertindak sendiri dan menarik diri dari segalanya. Anak-anak di kelas sebatas tahu namanya Yoo Joonghyuk. Persoalan apa yang disukainya atau apakah dia punya hobi tertentu, semuanya buram di mata sekitar.
Menyebut pemuda itu introvert juga terlalu halus, dia cocoknya disebut pengidap gangguan kepribadian anti sosial. Setidaknya, itulah yang dipandang banyak orang karena Yoo Joonghyuk terhitung kasar dalam menutur mau pun menanggapi situasi sampai-sampai mayoritas orang dibuat tidak betah berlama-lama di sampingnya. Teman sekelas mereka juga seringnya menghindari kemungkinan satu kelompok dengan Yoo Joonghyuk.
Kim Roksu sebagai siswa teladan terhitung sabar dalam menghadapinya dan itulah mengapa Yoo Joonghyuk lebih sering ditaruh dalam kelompok yang sama dengan Kim Roksu. Kalau tidak begitu, otomatis tak ada siswa di kelas yang mau sekelompok dengan Yoo Joonghyuk. Belum lagi, Yoo Joonghyuk juga menolak semua orang tanpa terkecuali jika diajak satu kelompok, termasuk Kim Dokja.
Ada masa Kim Dokja berbaik hati merekrut pemuda itu ke kelompoknya, hasilnya dia ditolak mentah-mentah. Tepatnya, dia diperlakukan bagai udara tipis. Sepenuhnya diabaikan. Kim Dokja masih mendendam jika mengingat hal itu.
Terlalu sulit menangani seorang Yoo Joonghyuk, pikirnya masam.
Alasan Kim Dokja tidak menolak permintaan Kim Roksu lebih jauh juga karena dia memasukkan variabel Han Sooyoung. Semenjak dirinya pingsan terakhir kali, Kim Dokja belum menemukan waktu yang tepat mengobrol dengan gadis itu dan berterima kasih atas perhatiannya.
Dengan demikian dia berpikir tidak ada salahnya menahan diri sejenak duduk satu mobil dengan pemuda bak balok es. Dia bisa menganggap sedang diantar oleh sopir berkepribadian buruk. Hal ini akan segera berlalu.
Pikiran Kim Dokja terhenti di sana seusai mendapati Yoo Joonghyuk ke luar dari rumah lantas masuk kembali ke mobil.
Tidak ada kata yang disuarakannya. Dia menyalakan mesin kemudian melajukan mobilnya kembali.
Kim Dokja pun enggan berinisiatif membuka topik obrolan yang menurutnya akan sia-sia saja, toh Yoo Joonghyuk lebih banyak tak menggubris perkataannya.
Selama perjalanan, Kim Dokja nyaris tertidur akibat hening yang menyesakkan serta suhu pendingin mobil yang menyejukkan kulitnya. Saat matanya sayup-sayup akan terpejam, sebuah suara berat memutus senyap, menyentak Kim Dokja kembali ke kenyataan.
"Rumahnya. Lewat mana?" Yoo Joonghyuk hanya tahu secara kasar arahnya lewat nama jalan yang sempat Kim Roksu sebutkan saat mereka masih di kafe.
"Kau mengagetkanku," gumam Kim Dokja mengembuskan napas. Dia melihat jalan di sekitar lalu akhirnya berkata, "Kau tahu toko roti yang dekat supermarket depan? Sekitar seratus meter dari situ nanti belok kanan."
"Aku tidak tahu."
"Jalan saja terus, intinya nanti kalau ada jalan putar balik sebelah kanan, belok di situ."
"Tempatnya masih jauh?"
"... Mungkin kurang dari satu kilometer lagi dari sini?" Kim Dokja menduga secara kasar.
Menurut Yoo Joonghyuk itu tidak terlalu jauh lagi. "Oke."
Kantuk Kim Dokja hilang sudah. Dia mengusap wajahnya tampak sedikit frustrasi. Pada akhirnya, Kim Dokja beringsut ke tengah mobil sambil sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan saat dia mulai menunjukkan jalan yang benar ke Yoo Joonghyuk.
"Area jalannya terlalu sempit, mobil tidak akan muat," kata Yoo Joonghyuk menilai ke arah belokan yang disebutkan Kim Dokja.
"Makanya aku bilang berhenti saja di sini." Dia bergeser mendekati pintu mobil. "Rumah Han Sooyoung masih di atas lagi, kau cuma bisa menjangkaunya dengan naik tangga alias jalan kaki."
Kim Dokja beranjak turun dari mobil. Dia menutup pintu mobil lalu mengetuk jendela depan. "Bukunya, kemarikan. Biar aku saja yang bawa. Kau pulanglah."
Namun, Yoo Joonghyuk tak menyerahkannya. Alih-alih, dia beranjak turun dari mobilnya dan membawa buku tebal itu dengan tangannya sendiri.
"Dibilang biar aku saja," decak Kim Dokja menyaksikan punggung tegap pemuda itu yang berjalan mendahuluinya masuk ke lorong yang tampak seperti gang sempit.
Buru-buru disusulnya langkah Yoo Joonghyuk.
"Kau keras kepala sekali."
"Ini tanggung jawabku," tukas Yoo Joonghyuk membalas dengan nada menekan, terdengar seperti sedang memprotes.
"Sejak kapan kau peduli hal remeh semacam itu?" cibir Kim Dokja melangkah beriringan.
Yoo Joonghyuk tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia cuma sebatas melirik Kim Dokja singkat. Pemuda yang lebih pendek darinya kini sibuk menelepon Han Sooyoung tapi tidak mendapatkan jawaban.
"Gadis ini, kenapa tidak angkat telepon?" desisnya geram. Dia ingin menyuruh Han Sooyoung agar menunggu mereka di depan rumah.
Tidak ada jalan kembali toh mereka sudah di sini jadi Kim Dokja memutus untuk berhenti menghubungi Han Sooyoung dan akan mengetuk pintu rumah gadis itu secara pribadi. Langkah Kim Dokja mendahului Yoo Joonghyuk saat dia berjalan sedikit lebih cepat menaiki anak tangga yang berjumlah tidak sedikit.
Di momen tersebut, suara panggilan jatuh. "Sunbae."
Kaki Kim Dokja spontan terhenti. Dia membalikkan tubuhnya dan memandang ke bawah pada Yoo Joonghyuk yang berjarak lima anak tangga darinya. Wajah pemuda itu tidak menyembunyikan perasaan terusiknya.
"Bukankah sudah kubilang untuk berhenti memanggilku begitu?"
Yoo Joonghyuk ikut berhenti setelah jarak mereka terpisah tiga anak tangga. Ditatapnya pemuda di hadapannya tanpa raut bersalah.
Kim Dokja mengembuskan napas panjang. "Aku sudah bukan seniormu lagi jadi berhenti memanggilku sunbae. Sekarang kita teman seangkatan. Ini terakhir kalinya aku mendengarmu memanggilku demikian."
Tak peduli berapa tahun berlalu, Yoo Joonghyuk tidak kunjung terbiasa dengan relasi baru ini. "... Jadi aku harus memanggilmu apa?"
"Kenapa kau bertanya hal yang sudah jelas?" Kim Dokja lelah bukan main menghadapi pemuda es ini. Sudah dua tahun mereka sekelas tapi baru sekarang Yoo Joonghyuk mempertanyakan masalah ini. "Kim Dokja. Panggil aku dengan namaku."
Yoo Joonghyuk terdiam lama. Tak sedetik pun tatapannya berpaling dari sosok yang dahulu menjadi seniornya. "... Dokja." Dia melirihkan nama itu langsung. "Kim Dokja."
Senyum terangkat spontan di bibir Kim Dokja. "Nah, itu baru benar. Kau melakukannya dengan baik."
Ada desiran halus yang mengalir di bawah lapisan kulit Yoo Joonghyuk hingga membuat kepalanya mati rasa sejenak. Pemuda itu butuh waktu demi menarik napas pelan. Baru setelahnya, Yoo Joonghyuk mengajukan sebuah pernyataan "Kim Dokja, ada hal yang yang ingin kusampaikan."
.
.
.
Bersambung.
:3
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Youth (Crossover Holy Trinity)
FanfictionKim Roksu selalu mempertahankan dirinya dalam batas yang bisa diterima oleh siapa pun, membangun kehidupan yang dianggapnya ideal bagi semua pihak. Akan tetapi, kepulangan Alver Crossman justru menggoyahkan seluruh tatanan sempurna yang sudah dibang...