16: Obrolan

376 105 5
                                    

Kim Roksu menyelesaikan wawancara kerjanya dengan akhir yang memuaskan. Seperti yang diharapkan, Min Jiwon sangat puas tentang dirinya, mau itu latar belakang pribadi hingga akademis, segala hal tentang pemuda itu dirasanya sempurna. Dengan begitu, Kim Roksu menandatangani kontrak di tempat saat itu juga.

Dia baru berpisah dengan Min Jiwon di depan kafe, sedari tadi bersikeras menolak niat baik wanita itu yang ingin mengantarnya pulang. Kini Kim Roksu menggiring langkah menyusuri trotoar jalan, berencana naik kereta bawah tanah. Dia mengantongi kembali ponselnya ke saku sambil memikirkan apakah Han Yujin baik-baik saja sekarang?

Mungkin Nirvana sedang sibuk mengomentari penampilan Han Yujin, mengeluhkan setumpuk hal yang tak perlu dikritik atau Moon Hyuna bisa jadi tak berhenti melontarkan rentetan kalimat riuh pemecah suasana. Meski penyatuan keduanya terlampau berisik sebab mereka lebih sering beradu argumen, Kim Roksu percaya di tangan mereka, Han Yujin akan aman.

Kemampuan dan penilaian mereka harusnya bisa diandalkan.

"Hm?" Alis Kim Roksu terangkat lantaran menemukan di kejauhan sosok Yoo Joonghyuk beranjak ke luar dari sebuah minimarket diikuti langkah Kim Dokja.

Mereka tampak berbagi kata singkat sebelum Yoo Joonghyuk berlalu pergi.

"Wah, pemandangan apa ini?"

Kim Dokja tersentak, nyaris melompat terkejut mendapati seseorang mendadak menyahut dari belakangnya. "Sialan, kau mengagetkanku."

"Kenapa reaksimu berlebihan begitu? Bukan seolah aku memergoki kalian sedang kencan."

"Kau mau mati?"

"Memangnya kau saja cukup membunuhku?"

"Mau mencobanya?"

Kim Roksu menepuk puncak kepala pemuda itu sepintas lantas kembali melanjutkan langkahnya. "Tumbuhlah lebih tinggi dariku baru kupertimbangkan apa kau pantas melawanku."

"Bocah ini!" Kim Dokja menggeram marah. Bertentangan dengan emosinya, dia membawa langkahnya menyusul sosok Kim Roksu.

"Tapi aku penasaran, bukannya kau bilang sebelumnya dia tak pernah menggubrismu? Tampaknya tadi dia mengatakan sesuatu padamu," ujar Kim Roksu masih stagnan di masalah sebelumnya.

Kim Dokja mencibir, "Memangnya apa yang bisa dia katakan padaku?" Melihat Kim Roksu terus memandangnya, Kim Dokja mengungkapkan jengkel, "Dia cuma bilang aku tidak perlu merasa berutang budi padanya."

"Ah, begitu." Kim Roksu segera mengerti jika masalah ini menyangkut bantuan Yoo Joonghyuk hari ini.

Pandangan pemuda itu kembali memandang ke arah jalan. Malam telah jatuh, trotoar yang gelap kini dihiasi penerangan lewat lampu jalan serta sorotan cahaya dari bangunan etalase toko. Kim Roksu memilih singgah di depan sebuah mesin penjual minuman otomatis yang tersemat di salah satu titik jalan yang dia lewati. Dia membeli sekaleng soda untuk dirinya sendiri.

Kim Dokja menyilangkan tangan di sampingnya, menunggu pemuda itu selesai.

Ketika Kim Roksu menunduk mengambil minumannya, dia bergumam kecil, "Kau dan Yoo Joonghyuk itu satu SMP yang sama, kan?"

Mata Kim Dokja memaku refleksi bayangannya sendiri dari kaca mesin minuman. "Tahu dari mana?"

"Apa itu penting?"

"Han Sooyoung yang memberitahumu?"

"Tidak." Melihat sikap defensif temannya, Kim Roksu akhirnya menjawab jujur, "Aku tak sengaja melihat biodata dirimu dan Yoo Joonghyuk saat diminta wali kelas merapikan mejanya."

Kim Roksu tak mendorong pertanyaannya lebih jauh setelah menyadari obrolan ini menyentuh ranah yang rupanya tidak disenangi Kim Dokja. Dia membuka cola miliknya lalu meneguknya perlahan, menikmati kesegaran rasa manis serta sensasi menusuk di lidah.

Keduanya terdiam untuk waktu yang lama. Silir berganti orang-orang lewat di punggung keduanya hingga akhirnya kaleng minuman di tangan pemuda itu pun tandas. Kim Roksu menuju tempat sampah yang tak jauh, membuangnya ke sana.

Pandangan Kim Roksu menoleh kembali menatap teman sekelasnya yang masih berdiri melamun di depan mesin minuman. "Dokja-ah, apa kau sungguh tak mau pulang ke rumahmu?"

Hari sudah malam, pemuda itu tak bisa terus berkeliaran menggunakan seragam.

Kim Dokja menoleh. "Kalau aku bilang tidak, apa kau mau menampungku di rumahmu?"

Jawaban itu sudah diduga Kim Roksu. Dia mengembuskan napas pelan. Jika dibiarkan saja, dia tak yakin ke mana Kim Dokja akan pergi selanjutnya. Sebelum ini, Kim Roksu sudah bertukar pesan dengan Lee Hyunsung. Dia bertanya apa Kim Dokja ada bersama pemuda itu? Sebab Kim Roksu menduga temannya yang satu itu pasti tidak mendengarkannya dan pergi berkeliaran sepulang sekolah meski tubuhnya sedang sakit.

Sebuah kebetulan bahwa mereka berpapasan di jalan seperti ini. Kim Roksu menghitung temu ini sebagai bentuk tanggung jawabnya. "Aku bisa memberimu tempat selama kau bersedia minum obat."

"Aku tidak suka pahit."

"Aku bisa menyiapkanmu madu."

Kim Dokja tampak seolah mempertimbangkan sejenak walau jawaban di benaknya sudah pasti. "Baiklah, aku akan mengabari ibuku lebih dulu."

~

Han Yujin mematut bayangan dirinya di kaca. Dia masih tak menyangka pantulan yang terpatri di benda pipih itu merupakan dirinya. Mau dilihat dari sisi mana pun, dirinya sama sekali tidak terlihat seperti Han Yujin yang biasa disaksikannya tiap bercermin.

Moon Hyuna memilihkannya pakaian kasual yang modis. Potongan kemeja yang melekat di tubuhnya saat ini memiliki desain monokrom serta sabuk di pinggang. Satu sisi kanan kemeja yang berwarna hitam diselipkan Nirvana ke dalam celana, sedang sisi kirinya yang berwarna putih dibiarkan menjuntai keluar. Dua lengan kemejanya juga dilipat hingga ke siku. Moon Hyuna lalu memasangkannya jam tangan di pergelangan tangan kanan dan gelang perak di pergelangan kiri.

"Coba lepas antingmu dan ganti dengan ini." Moon Hyuna lagi-lagi datang membawa aksesoris baru.

Dia menepikan anting hitam sederhana Han Yujin dan menggantinya dengan anting berwarna perak yang berbentuk belati tipis.

"Lehernya terlalu polos, kau tidak ada kalung?"

Moon Hyuna merogoh berbagai kotak perhiasan lalu melemparkan ke arah Nirvana sebuah kalung hitam berbahan kulit yang kemudian dilingkarkan Nirvana ke leher Han Yujin.

"Terakhir, sepatunya." Moon Hyuna datang kembali membawa sepatu pantofel pria. "Aku tidak tahu ukuran sepatumu, ini kupinjam dari Death."

Han Yujin mengganti sepatunya, beruntung ukurannya cocok.

"Nah, sempurna." Moon Hyuna berkacak pinggang sangat puas dengan penampilan akhir pemuda itu.

Nirvana masih tidak menunjukkan perubahan ekspresi. Dia mengulurkan tangan merapikan poni yang sudah ditatanya rapi. Wajah polos Han Yujin juga telah selesai dirias olehnya sebelum berganti baju. "Kau punya bulu mata yang lentik dan bentuk alis yang bagus, warna bibirmu juga sebenarnya cukup cerah." Dia tidak banyak memberi riasan tebal karena sapuan alami sudah cukup menonjolkan parasnya.

Moon Hyuna berkomentar, "Manajer harus menaikkan gaji kita untuk ini."

Dan Nirvana mengangguk sependapat.

"Akhirnya kau baru tampak seperti manusia," gumam Nirvana menarik tangannya dan mengurai senyuman tipis.

.

.

.

Bersambung.

Bayangin anak sekolah lusuh di-make over jadi kayak idol siap manggung.

[BL] Youth (Crossover Holy Trinity)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang