Han Yujin membawa langkahnya pergi menuju rumah Han Donghoon. Dia ingin menarik adiknya pulang dan menuntut penjelasan. Dalam hati dia yakin Han Yuhyeon pasti punya alasan yang bagus atas semua tindakan ganjilnya.
"Selamat malam, Bibi. Maaf saya mengganggu waktu Bibi. Apa saya boleh menemui adik saya?"
Wanita paruh baya yang membuka pintu dan menyambut Han Yujin memberi tatapan ramah. "Nak Yujin tidak mengganggu sama sekali tapi Donghoon dan Yuhyeon sedang tidak ada di rumah."
"Begitukah?" Han Yujin berusaha tersenyum walau hatinya dibuat semakin tak berdaya. Dia lalu memberanikan diri bertanya, "Jika saya boleh tahu, apa mereka sering pergi berdua selama ini? Atau ... apa Yuhyeon masih sering datang bermain ke sini tiap malam?"
"Ah, aku rasa mereka tidak sering pergi bersama. Donghoon selalu sibuk dengan les komputernya dan Yuhyeon memang mampir sesekali tapi tidak tiap hari," ujar wanita itu. Dia tersenyum lembut. "Adikmu anak yang sopan, dia berkata tidak ingin merepotkan jadi dia jarang mampir. Terakhir kali dia datang itu sepertinya dua minggu yang lalu."
Han Yujin membungkuk sopan menyatakan terima kasihnya walau rasa getir kini mengecapi lidahnya. "Saya mengerti, terima kasih atas perhatian Bibi selama ini."
"Tidak masalah, Nak Yujin belakangan ini tampaknya sibuk, ya? Kalau ada waktu senggang, datanglah mampir ke sini makan bersama."
"Saya akan mengingatnya." Dengan demikian, Han Yujin membungkuk sekali lagi kemudian berbalik pergi.
Hampir setiap hari, jika dia bertanya pada adiknya di mana Han Yuhyeon berada, pemuda itu selalu menjawab bahwa dirinya sedang main atau belajar di rumah Han Donghoon.
Han Yujin kemudian memutuskan untuk menelepon adiknya. Dering panggilan tak berselang lama hingga suara Han Yuhyeon terdengar menjawab gembira.
"Hyung, ada apa? Tak biasanya Hyung menelepon jam segini. Apa Hyung ingin kujemput di tempat kerja hari ini?"
Han Yujin yang biasa akan tersenyum lebar mendengar perhatian adiknya, tapi dirinya yang sekarang merasakan kepahitan yang pekat. Dia berusaha menekan perasaannya saat dia menjawab normal, "Ah, aku hanya ingin memastikan apa kau sudah makan malam? Kau tidak melewatkan makan malammu lagi, kan?"
Tawa Han Yuhyeon terdengar hangat. "Mana mungkin aku berani melakukannya? Hyung akan mengomeli sepanjang hari jika aku melewatkan satu kali saja waktu makan. Aku sudah makan, Hyung. Tadi Bibi Han memasak banyak makanan yang enak."
Pandangan Han Yujin semakin gelap mengetahui jawaban yang tidak terdengar merasa bersalah sama sekali. "Benarkah? Jadi sekarang kau masih di rumah Donghoon?"
"Tentu saja, memangnya aku mau ke mana lagi? Aku selalu menunggu Hyung di sini karena Hyung pasti cemas jika aku sendirian di rumah."
Genggaman Han Yujin di ponselnya mengerat. Matanya mendadak terasa panas. Jawaban manis dan tawa adiknya terasa seperti ratusan jarum yang menusuk kepercayaan hatinya.
Sudah berapa lama adiknya selalu menipunya seperti ini?
"Yuhyeon-ah."
"Iya, Hyung?"
"Jawab aku. Di mana kau sekarang?"
Ada hening yang terasa berat dan panjang sampai akhirnya Han Yuhyeon mengajukan tanya balik, "Hyung, apa kau pulang lebih awal hari ini?"
"Han Yuhyeon, apa aku terlalu baik padamu selama ini atau aku tampak terlalu bodoh di matamu sampai kau tega sekali menipuku seperti ini?"
"Hyung ...."
"Jangan panggil aku hyung lagi. Aku tak pernah punya adik pembohong sepertimu."
Han Yujin memutus panggilan itu kemudian turut mematikan ponselnya. Dia mengusap air matanya yang jatuh ke pipinya kemudian beranjak membawa langkahnya pergi menjauh. Han Yujin tidak ingin kembali ke rumahnya, tidak pula mau menemui adiknya. Hatinya telah dibuat remuk. Dia tak mau melihat siapa pun lagi yang bisa menyakitinya lebih dari ini.
Dia tak punya tempat untuk pergi jauh. Han Yujin tidak tahu mesti angkat kaki ke mana. Pada akhirnya, destinasinya kembali tiba ke sebuah kafe yang masih digemerlapi kemewahan.
Han Yujin melangkah masuk tanpa peduli bagaimana wajahnya terlihat sekarang. Dia melewati keheranan koleganya yang tahu bahwa dirinya disuruh pulang oleh Manajer tapi kini kembali dan datang dengan kondisi yang tampak lebih kacau dari sebelumnya.
Pemuda itu melangkah naik ke lantai dua. Dia kebetulan menemui Justice yang berjalan di koridor dan mencegat gadis itu. "Aku ingin Ruang Pribadi."
"Kau mengagetkanku. Apa ada tamu yang minta? Berapa orang?"
"Aku tamunya."
Justice terdiam. Gadis itu sudah terbiasa melayani berbagai tamu yang datang dengan setumpuk keluhan jadi dia segera tanggap membaca kondisi pemuda itu.
"Mari saya antar, Tuan," ujar Justice mengadopsi kembali penampilan profesionalnya sebab Han Yujin kali ini datang sebagai seorang tamu bukan koleganya.
Gadis itu menuntun Han Yujin menuju salah satu ruangan yang menampilkan kode S. Dia membukakan pintu mempersilakan pemuda itu masuk. Justice kemudian menyerahkan sebuah iPad. "Anda bisa memesan langsung di sini."
"Tinggalkan aku sendiri," kata Han Yujin menekan.
Justice yang baru akan menjelaskan berbagai hal jadi tertahan. Dia menunduk sopan seraya berujar lirih, "Mohon buat diri Anda nyaman."
Dia meletakkan iPad menu kembali ke meja lalu memberi privasi pada tamunya. Tanpa sepatah kata lagi, Justice meninggal ruangan setelah menutup pintu dengan lembut.
Sepeninggal Justice, Han Yujin tidak berjalan ke sofa yang tersedia. Dia justru pergi merapatkan dirinya ke sudut ruangan, bersandar ke dinding dan menenggelamkan wajahnya di lutut. Dipeluknya kakinya sendiri, meredam tangisnya dalam keheningan.
Tidak ada yang bisa menggambarkan seberapa terlukanya dia mengetahui kenyataan ini. Fakta bahwa adik tersayang yang dia besarkan sepenuh hati sampai ke titik dia bersedia merelakan masa depannya sendiri—adik tersebut rupanya menipunya entah sudah berapa lama.
Dia selalu menyatakan berbagai niat baik, bekerja keras dan membanggakan hasil pekerjaannya di hadapan adiknya, semua itu sekarang terasa seperti lelucon. Tidakkah di mata Han Yuhyeon dia justru terlihat seperti badut konyol? Mencoba bertindak heroik di depan seseorang yang tidak membutuhkan bantuan sama sekali.
Han Yujin ingin menertawai seberapa menyedihkan dirinya selama ini tapi yang ke luar dari bibirnya hanyalah isakan tanpa ujung bertepi.
.
.
.
Bersambung.
:')
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Youth (Crossover Holy Trinity)
FanfictionKim Roksu selalu mempertahankan dirinya dalam batas yang bisa diterima oleh siapa pun, membangun kehidupan yang dianggapnya ideal bagi semua pihak. Akan tetapi, kepulangan Alver Crossman justru menggoyahkan seluruh tatanan sempurna yang sudah dibang...