22

1.5K 73 0
                                    

•••

Mahen menatap ke arah tabung yang berisikan nenek Kean itu, sejujurnya dia bingung kenapa harus melakukannya.

" Jantungnya harus di ganti perminggu, bisakah kebiasaan itu tidak di lakukan? " Tanya Mahen, para profesor menatap kecewa. Sayangnya itu mustahil, jika jantungnya tidak bisa di ganti, maka nenek itu akan mati.

" Tuan, kami sangat menyesal mengatakan nya. Tapi pasien bisa mati kalo di berhentikan, hanya itu yang bisa kita lakukan untuk membuatnya tetap hidup. " Mahen berdecak kesal mendengarnya, kenapa dia harus repot-repot seperti ini.

" Cih aku akan pulang, kalian urus semuanya. Jika Alfin bangun maka telfon aku. " Semua profesor mengangguk, Mahen lalu pergi meninggalkan Lab untuk pulang kerumah.

Sesampainya di rumah dia memandang Mansion jalang, dia penasaran apa yang terjadi selama 2 bulan ini dia tidak ke Mansion itu.

Tok-tok.

Suara pintu di ketok membuat pennghuni yang sedang asyik menonton tv setelah makan itu menatap.

" Siapa yang mengetok? " Tanya Crish pada Azril, Azril hanya mengangkat kedua bahunya secara bersamaan.

" Mungkin pengawal atau Maid, kalo tuan Mahen tak mungkin. Biasanya dia akan langsung masuk. " Ujar Azril, benar saja. Setelah mengatakan itu Mahen langsung masuk nyelonong membuat dua Omega yang sedang asyik nonton itu langsung berdiri dari duduknya.

" Kau bilang bukan tuan Mahen. " Bisik Crish kesal menatap Azril, mereka jadi saling sikut-sikutan melihat Mahen yang memandang mereka secara bergantian dengan datar.

" K-kenapa tuan? " Tanya Crish dengan sopan, Mahen lalu menatap ke lantai dua di mana kamar Kean berada. Samar-samar dia mendegar suara orang yang sedang muntah, lalu Mahen menatap Melan yang baru saja keluar dari kamarnya.

" Melan, kenapa dengan nya? " Tanya Mahen bingung, Melan lalu menatap lantai dua lalu tersenyum miring.

" Apa peduliku? " Ujarnya lalu pergi tanpa peduli dengan Mahen yang sudah sinis padanya, Mahen lalu bergegas naik ke atas dan memasuki kamar Kean.

Di dalam sudah ada Erick dan Lian, Erick mengelus punggung Kean yang tidak behenti-henti muntah. Sedangkan Lian dengan jijiknya memegangi nampan untuk Kean memuntahkan makananya.

" Kenapa dengannya? " Tanya Mahen, Kean beserta Lian dan Erick lalu menatap ke arah Mahen yang berdiri tegap di tengah pintu.

" Tuan, dia demam. " Ujar Erick, Kean lalu kembali muntah membuat Mahen yang melihatnya menjadi jijik. Mahen lalu mendekatinya dan duduk di sebelah Kean.

" Biar ku priksa, tapi harus kau tahan muntahnya. Dan buang bekas muntah itu. " Suruh Mahen, Erick mengangguk. Dia lalu menatap Lian dan menangkup kedua tangannya menandakan minta tolong pada Lian, Lian menelan ludahnya kasar karna harus menghadapi sesuatu yang menjijikan ini.

" Minum dulu. " Suruh Mahen pada Kean, Kean mengangguk lalu meminum secangkir air gelas yang ada di sampingnya.

" Apa kau merasa mual? " Tanya Mahen, Kean mengangguk. Mahen lalu merasa ada gejola yang janggal pada tubuh Kean, dia sedikit khawatir melihat demam yang seperti tidak asing ini.

" Apa belakangan ini dia sering meminta sesuatu? " Tanya Mahen menatap serius pada Erick, Erick lalu mengangguk. Melihat itu Mahen terdiam, dia menatap datar pada Kean yang kebingingan melihat reaksinya.

" Ku tanya, apa itu adalah anak Alfin? "

Deg.

Dunia seakan berhenti mendengar perkataan Mahen, ntah apa yang di rasakan Kean sekarang. Senang atau sedih dia tidak tau, perasaan yang dia rasakan lebih tepatnya keduanya yang melebur bercampur aduk jadi satu.

Mine S1 √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang