9

421 36 0
                                    

...

Sempat dikunjungi Soonyoung dan beberapa teman lamanya membuat Wonwoo makin tidak betah tinggal di apartemennya. Sendirian dan bosan membuat pria manis itu memaksakan diri untuk masuk kerja. Tak sampai seminggu sejak ia keluar dari rumah sakit, pria itu sudah berkeliaran di kantor—membuat Mingyu terpaku ketika menyadari kehadiran Wonwoo.

Di tangan kanannya, tergapit beberapa berkas—mungkin akan difotokopi.

Mingyu baru saja kembali dari pelabuhan, tak menyangka akan menemukan asistennya sudah masuk kerja. Pria itu berhenti melangkah di ujung hall, memandangi Wonwoo dari kejauhan yang agak kesusahan berjalan dengan dua tongkat penyangga kaki. Menghela nafa, Mingyu akhirnya berjalan maju, mengampiri Wonwoo. Begitu menghentikan langkah di depan Wonwoo, dilihatnya Wonwoo langsung mendongak—raut mukanya menyiratkan kaget.

"Ngapain kamu di sini?"

Belah bibir Wonwoo terbuka tipis, namun tak ada jawaban yang keluar.

"Emangnya kaki kamu udah enakan buat jalan?" tanya Mingyu lagi.

Wonwoo tersenyum kikuk. "Masalahnya, kalau nggak gerak rasanya kaku, Pak. Lagian, saya bosan di apartemen,"

"Nggak usah maksain diri. Jangan-jangan karena pekerjaan, ya?"

Wonwoo buru-buru mengelak.

"Apa itu?" Mingyu menunjuk kertas-kertas di tangan Wonwoo.

"Oh, saya mau scan data. Printer di ruangan kita macet, Pak,"

Mingyu memandangi Wonwoo sebentar lalu meraih berkas di tangan Wonwoo. Pria manis itu tak menggenggamnya erat. Dalam sekejap, kertas-kertas itu sudah berpindah tangan. Mingyu memandangi tulisan-tulisan di permukaan kertasnya dan mendesah pelan. "Ayo, masuk lagi ke ruangan,"

Mata Wonwoo melebar. Pria itu memandangi Mingyu yang dengan santainya melangkah dan berjalan melewatinya begitu saja.

Ada apa ini?

Tak ada pilihan lain bagi Wonwoo selain berbalik dan masuk lagi ke dalam ruangannya. Pria itu menggigit bibirnya sesaat. "Pak, berkasnya itu—"

"Duduk," Mingyu mengabaikan Wonwoo dan meraih handphone di mejanya, menghubungi nomor extension yang tak Wonwoo ketahui. Mingyu melirik Wonwoodan memberi isyarat dengan telunjuknya—meminta Wonwoo duduk kembali ke kursinya. "Halo Seok. Asisten lo suruh kirim salah satu anak magang, terserah dari departemen mana, suruh ke ruangan gue sekarang," ucap Mingyu dengan lugas.

Wonwoo mengerucutkan bibirnya. Ternyata pria itu menyuruh orang lain. Wonwoo menarik nafas oanjang diam-diam. Kenapa dia jasi menyusahkan orang lain begini? Wonwoo paling tidak suka merepotkan orang lain. Memang hanya tugas sederhana. Tapi kalau ia bisa melakukannya sendiri, Wonwoo tak akan meminta bantuan orang lain.

"Jangan jalan-jalan keluar ruangan,"

Wonwoo mengerjap. Merutuk dalam hati.

"Apa enaknya jalan-jalan pake kaki pincang begitu?"

Perkataan tajam Mingyu membuat Wonwoo memicingkan matanya tanpa sadar.

"Saya nggak berharap kamu masuk kerja dulu besok. Istirahat dulu,"

Wonwoo mendesah panjang—kali ini suaranya cukup keras untuk sampai ke pendengaran Mingyu. Kenapa atasannya itu seolah ingin dirinya tak sembuh-sembuh? Kata bibi aoartemen sebelah yang mengunjunginya, ia harus sering-sering menggerakkan kakinya.

Wonwoo buru-buru berdiri. Pria manis itu berjengit pelan ketika memaksakan kedua kakinya untuk bangkit. Wonwoo masih merasakan nyeri ketika otot lututnya tertasrik ketika ia bangkit dari posisi duduknya. Ia tak menyangkal kalau rasanya memang sakit. Namun, memangnya mau sampai kapan ia duudk?

"Mau ke mana lagi kamu?"

Wonwoo menoleh pelan, memandangi atasannya dengan tatapan tak percaya.

Beberapa detik, hanya pandangan yang saling beradu tanpa suara. Wonwoo tak habis pikir. Jadi sekrang ke mana pun ia pergi, Mingyu akan selalu bertanya?

"Ke.. toilet," Wonwoo tak ingin berdebat. Pria manis itu menggerakkan kakinya lebih cepat—menahan perik di kedua kakinya.

Mingyu mengangkat handphone-nya lagi. Apa lagi sekarang? Wonwoo menahan diri untuk tak melirik Mingyu. Nmaun, suara pria itu lalu mengudara nyaring.

"Ya, Soonyoung?"

Mata Wonwoo melebar. Pria itu menelan salivanya tanpa sadar.

"Bisa ke ruangan Wonwoo? Bantu dia ke toilet,"

✎﹏﹏ତ

"Demi Tuhan! Emangnya gue ini anak kecil, hah?"

Soonyoung belum puas tertawa. Entah wajahnya merah karena terus-terusan tertawa, atau karena pria itu tersipu mendukung racauannya sedari tadi. 'So sweet banget,'

Wonwoo nafasnya terengah. Pria manis itu menyandarkan ounggungnya di dinding luar toilet sembari memandangi bayangan dirinya di pantulan kaca wastafel. Wonwoo mengakui betapa berantakan ekspreisnya sekarang. Antara marah, kesal, gondok dan bingung sendiri.

"Lo harusnya lihat ekspresi gue pas di ruangan tadi, waktu angkat telepon. Mangap gede," jelas Soonyoung tersendat—menahan tawa. "Lebih epic lagi pas gue nutup telepon trus satu ruangan pada ngelihatin,"

"Terus lo cerita ke mereka semua?" Wonwoo memutar bola matanya.

"Ya partilaaahh!" tawa Soonyoung meledak lagi.

Wonwoo mwngulurkan tangannya, berniat mencubit lengan Soonyoung, namun sahabatnya itu dengan sigap bisa menghindar. Wonwoo tahu ia tak bisa mengejar Soonyoung dengan posisinya yang tak bisa banyak bergerak.

"Tau nggak, apa komen mereka pas gue bilang 'disuruh baby sitting ke kamar mandi gara-gara Pak GM nggak mau Onu kenapa-napa'?"

Wonwoo yang sebal hanya mendengus kasar.

"Cinta lokasi!!!"

...

Forgive and Forget || MinWonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang