5

475 31 0
                                    

...

Saat Mingyu memasuki ruangan, ia bisa melihat asistennya masih termenung di depan layar laptop, memandangi sebuah bagan excel berwarna-warni dengan tampilan data macam-macam. Melihat gesture pria itu—yang masih bergeming—Mingyu bisa menebak kalau Wonwoo tak menyadari kedatangannya.

Mingyu menghentikan langkahnya tak jauh dari pintu ruangan. Melarikan pandangannya pada jendela kaca, langit di luar sana sudah menggelap. Tak ada warna semburat sore. Warna angkasa telas berubah kelam. Hari sudah berganji jadi malam.

Mingyu menegok ke belakang, pada meja-meja kerja tim lain di hall depan ruangannya. Hanya ada satu dua kepala yang terlihat—mungkin lembur. Menengok lagi menghadap punggung Wonwoo, Mingyu mengerutkan alisnya. Kenapa pria ini belum pulang? Tak ada keinginan untuk menyapa asistennya itu, Mingyu bergerak maju, mendekati mejanya sendiri. Ketika langkah kaki pria itu melewati depan meja Wonwoo, barulah pria manis itu sadar dan mendongak. Ditatapnya Mingyu beberapa detik—hingga akhirnya Mingyu menoleh membalas tatapan Wonwoo.

Mulut Wonwoo terbuka tipis. Tapi tak ada percakapan mengalir diantara keduanya. Mingyu mengalihkan pandangannya, sibuk melepaskan sepatu safety-nya.

Wonwoo menarik nafas dalam-dalam. "Pak?"

Mingyu berdeham.

"Tolong cek email. Saya sudah kirim laporan yang Bapak minta. Tinggal dua file lagi," terang Wonwoo tenang, pria manis itu melirik jam dinding yang terpasang di sisi tembok sebelah kiri ruangan. "Mungkin sekitar dua puluh menit lagi,"

Kali ini Mingyu menoleh pada Wonwoo.

Jadi itu alasan kenapa Wonwoo belum pulang? Pria itu sudah menundukkan kepalanya, kembali terpaku pada laptopnya. Suara lirih jemari pria manis itu ketika menekan tuts laptop masih samar terdengar.

Mingyu menghela nafas. Sebentar lagi jam makan malam. Tidak, ia tak akan mengajak pria ini makan di luar bersama Seokmin.

"Kerjakan sisanya besok. Pulang sekarang," perintah Mingyu pelan.

Suara gerak lincah jemari di atas tuts laptop terhenti. Beberapa detik, suasana dikuasai hening. Namun Wonwoo berdeham ringan. "Kurang dikit, akan saya selesaikan,"

Harus Mingyu akui, Wonwoo menarik perhatiannya kali ini. Tapi ia tak berkomentar, kalau dipikir, jika memang pria itu ingin terus berkerja sampai malam pun, itu haknya.

"Apa jam segini ada orang Safety Department ada yang masih di kantor?"

Wonwoo mengangkat pandangannya lagi—menemukan Mingyu yang sibuk memasukkan sepasang sepatu yang tadi dikenakannya ke dalam kotak kardusnya. "Bapak mau ngembaliin APD?" dilihatnya Mingyu mengangguk. "Pak Mingyu tinggal aja di situ. Bakal saya kembalikan besok pagi-pagi,"

Tawaran Wonwoo membuat Mingyu diam.

Pria itu menggumamkan 'oke', lalu keluar dari ruangan.

✎﹏﹏ତ

Wonwoo merasa pekerjaannya makin bertambah. Entah atasan barunya itu sedang menilai kecepatan kinerjanya, atau memang banyak perkerjaan. Wonwoo memang jarang pulang on time. Biasanya, ia akan tetap tinggal di kantor selama tiga puluh menit. Menghindari jam keluar perusahaan lain yang kadang bersamaan—membuat jalanan ramai bahkan sedikit macet.

Tapi hampir seminggu ini, harus ia akui, jam pulang kerjanya makin mundur. Mingyu sebenarnya pun tak pernah pulang tepat waktu. Biasanya, Mingyu juga tetap tinggal di kantor sekitar setengah hingga satu jam—terkadang beberapa kali Wonwoo menemukan Seokmin menghampiri Mingyu, mengajak atasannya itu pulang atau keluar mkaan.

Pekerjaan yang begitu banyak juga memaksa Wonwoo untuk memutar otak. Ia mulai jarang makan siang di pantry atau kantin belakang. Ia lebih sering meminta OB untuk mengantarkan makanannya ke ruangan. Hal itu membuat Soonyoung mengomel—merasa kehilangan sahabatnya.

"Hari ini pulang telat lagi?"

Siang ini, Wonwoo menyempatkan makan siang menemani Soonyoung, menghindari omelan sahabatnya itu karena sering menolak ajakan makan siang bersama. "Kayaknya iya,"

Soonyoung menggelengkan kepalanya prihatin. "Sampai nggak ada waktu gitu ya, njir,"

"Yang bisa gue lakuin sekarang cuma berdoa semoga tiga bulan ini bisa cepetan selesai. Kerjaan gue banyak njir. Gue dari kemarin terus-terusan dia biar nggak stres," Wonwoo tertawa getir. "Moga-moga weekend ini gue bisa istirahat total deh, sumpah. Butuh tidur banget gue,"

"Heh, kalo hari libut lo aja isinya cuma tidur sama cuci baju doang, gimana mau dapet hiburan?"

"Gampang, tinggal buka laptop, nonton film,"

"Maksud lo nonton ulang, film lawas kayak Hunger Games, Pacific Rim sama Star Trek?" Soonyoung memutar bola matanya ketika Wonwoo tertawa mendengar sindirannya. "Nonton di luar aja yok lah, cari film romance apa yang lagi ada di bioskop,"

"Eh, Hunger Games juga romance loh, Nyong.."

"Gue cuma nonton tuh film cuma gara-gara ada Liam Hemsworth. Ganteng njir, keren dia,"

Wonwoo mencibir pendapat sahabatnya. "Gue lebih suka karakter Peeta. Peran Gale itu modal ganteng doang, tapi nggak bikin dada lo hangat rasanya," terang Wonwoo. "Ganteng doang nggak cukup, Nyong. Punya hubungan sama cowok ganteng itu makan hati doang. That's.. enough,"

 Wonwoo memasang senyum sebisanya. Pria manis itu menunduk, memainkan ujung sumpit di tangannya pada ramyeon yang menjadi menu makan sianganya. Soonyoung bukan tidak tau.

"Lo masih mikirin Jun, ya?"

Wonwoo tau dirinya tak bisa menyangkal.

"Don't look for a handsome guy," ungkap Wonwoo sambil tersenyum lebar—meski Soonyoung tau betul itu sebuah senyum yang dipaksakan. "Kalau nggak mau saingan sama banyak orang,"

"..."

"Dan berakhir diselingkuhi,"

...

Forgive and Forget || MinWonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang