30

378 26 0
                                    

...

Sedikit getaran, seperti menehan diri, terdengar di sela-sela cerita lama yang dikisahkan Mingyu. Saat pria terpejam dan mencengkeram sisi rambutnya ketika mengakhiri apa yang ia ceritakan, Wonwoo dengan sigap melompat turun sofa, melangkahi Mingyu yang terbaring bergeming di sana.

Pria manis itu berlari kecil ke dapur, mengambil sebuah gelas bening dan mengisinya dengan air putih. Tak butuh waktu lama, ia sudah kembali ke ruang tengah. Duduk di ujung sofa sembari ujung jarinya menarik-narik kain celana Mingyu di bagian bawah lutut pria itu—meminta Mingyu membuka mata dan duduk.

Gelas yang tersodor itu membuat Mingyu bangkit dari tidurnya. Pria itu tersenyum pada Wonwoo, mengisyaratkan terima kasih ketika tangannya menerima gelas berisi air minum.

Wonwoo menerima gelas kosong tersebut dan meletakkannya di atas meja. Bahu Wonwoo naik turun seiring dengan helaan nafas yang meluncur dari bibirnya. Ia tak tau ia harus berkomentar apa. Sepertinya kejadian masa lalu itu cukup berat untuk dibahas.

"Sekarang kamu paham, kan. Pertanyaan kamu tadi?" mendadak Mingyu bersuara. "Tentang kenapa aku perhatian banget waktu kamu kecelakaan..."

"Iya.."

"Waktu itu sama-sama hujan, sama-sama hujan, terus kamu juga bawa motor. Aku inget posisiku sendiri waktu Seokmin mendadak ngomong kalau kamu kecelakaan malam itu,"

Wonwoo mengangguk-angguk. "Yang kamu bilang meninggal itu..."

"Laki-laki yang repot-repot turun dari mobil buat nyamperin aku," Mingyu mencengkeram rambutnya lagi. Kali ini, suara maskulin pria itu tak segoyah tadi. "Waktu mobil lain itu dateng terus banting setik ke setengah jalan, sopirnya sadar kalau ada aku di dekat terotoar tengah. Panik sama kaget, sopirnya banting setir lagi ke kiri, tapi nggak sempat ngehindarin laki-laki itu,"

Wonwoo membenahi duduknya, mendekat pada Mingyu. Kekasihnya itu tertunduk sambil menelan salivanya.

"Mau minum lagi?"

Mingyu menggeleng, Pria itu memilih melingkarkan kedua tanya untuk memeluk pinggang Wonwoo lalu menyandarkan dagunya ke atas kepala Wonwoo. Wonwoo tak banyak bergerak. Ia membiarkan punggungnya bersandar di dada Mingyu, membiarakan pria itu tanang. "Kalau aja dia nggak turun dari mobilnya—"

"Kamu nyalahin diri kamu, Mas?" Wonwoo membiarkan pertanyaannya tak terjawab. "Ada kalanya sesuatu yang berjalan nggak sesuai sama harapan manusia, seseorang harus nerima keadaan dan namanya takdir,"

"Aku masih inget gimana waktu keluarganya datang ke rumah sakit terus teriak-teriak nangis. Banyak orang datang ke rumah malam itu. Aku nemuin banyak manusia, aku jadi takut,"

"Mereka nyalahin kamu?"

Wonwoo merasakan kepala Mingyu menggeleng.

"Terus?"

"Ada polisi sama saksi mata di rumah sakit. Sopir mobil yang satunya ngantuk sama penernagan di jalan terbilang kurang. Kejadian itu murni kecelakaan. Tapi suara tangisan yang ku denger malam itu buat aku susah maafin diriku sendiri. Aku.. perlu nyalahin seseorang. Meski waktu itu aku pengen nyalahin pengendara motor lain yang keluar dari gang, juga sopir mobil itu, tapi aku ngerasa nggak cukup,"

Wonwoo melarikan hemarinya pada punggung tangan Mingyu, menangkupnya.

"Sepasang orang tua kehilangan anaknya. Ada saudara yang ikut kehilangan abangnya. Ada cowok yang kehilangan pacarnya,"

Wonwoo memiringkan kepalanya.

"Kamu tau apa yang paling miris?"

"Apa?"

Forgive and Forget || MinWonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang