26

357 35 4
                                    

...

Mingyu menciumnya.

Jantung Wonwoo belum benar-benar mereda degupannya. Mingyu tak mengatakan apa-apa perihal apa yang ia lakukan. Pria itu hanya memandangi mata Wonwoo dan mengajaknya pulang. Wajah pria manis itu semlat terbakar tadi dan Wonwoo bersyukur suasana lapangan itu cukup gelap untuk menyembunyikan rona wajahnya.

Wonwoo mencengkram bagian paha celananya, gemas sendiri. Pria manis itu lalu menarik nafas dalam-dalam dan menggigit bibirnya mencoba bersikap tenang. Kalimat-kalimat Mingyu menari di dalam otaknya. Lalu satu kalimat menyembul dalam pikiran Wonwoo, membuat Wonwoo membuka mulutnya.

'Ajak ketemu, maki dia sepuasmu trus lupain.'

"Pak?"

Mingyu berdeham tak ingin menoleh. Ia sebenarnya merutuk dalam hati, merutuki yang ia lakukan tadi. Bukannya ia menyesal, hanya saja ia sendiri kaget dengan apa yang ia perbuat.

"Pak?"

"Hm?"

Wonwoo tersenyum simpul, "Ada satu hal yang Pak M ingyusaranin, tapi nggak akan mungkin bisa saya lakuin..."

Apa? Melupakan lelaki itu? Mingyu mengeratkan pegangannya pada kemudi. Tak senang membayangkan apa yang akan Wonwoo katakan. Biasanya perempuan atau pihak bawah tak bisa melupakan laki-laki yang pernah mereka cintai, seperti Minghao kan?

"Saya nggak bisa maki atau nemuin dia," ucapan itu membuat Mingyu menoleh bingung.

"Dia udah nggak ada... meninggal,"

Jawaban Wonwoo membuat Mingyu kaget, "Apa?"

"Hari itu harusnya perayaan anniversary kita yang ketiga tahun, tapi dia malah pergi sama laki-laki lain entah buat apa. Saya kesel banget. Dia kecelakaan sama laki-laki selingkuhannya,"

Mingyu menahan nafasnya.

"Sinetron banget ya pak?" desah Wonwoo, pria manis itu menunduk dan menggelengkan kepalanya, "Mungkin itu alasan kenapa saya susah buat maafin dia. Dia ninggalin saya dalam keadaan ngekhianatin saya,"

Mingyu menghentikan laju mobilnya di sebuah perempatan karena lampu merah lalu lintas. Kesempatan itu Mingyu gunakan untuk menoleh penuh pada Wonwoo. Pria manis itu menghela nafasnya panjang.

"Tapi.. saya mau coba," ujar Wonwoo lagi. "Saya mau coba.. maafin dia. Kalau Pak Mingyu, juga ayah sama adik Pak Mingyu bisa. Artinya saya juga bisa kan?"

Mingyu mengulurkan tangan kirinya menggenggam tangan Wonwoo. Memberi isyarat bahwa ia ada di dekatnya dan akan membantunya melalui semua itu. Karena Mingyu yakin, kalau seandainya waktu tak bisa mendamaikan luka Wonwoo, ada dirinya.

Wonwoo menggenggam tangan Mingyu balik.

✎﹏﹏ତ

Mingyu bilang ia mau mengantarkan Wonwoo sampai depan pintu apartemen pria manis itu. Wonwoo tak menolak. Bersama Mingyu, Wonwoo ingat bagaimana rasanya jatuh cinta, bagaimana rasanya merindu, hingga merasa senyaman ini.

Keduanya berdiri di depan pintu apartemen Wonwoo. Wonwoo menggigit bibirnya menatap Haris dari balik poninya yang berantakan, menunggu pria itu berbicara. Mereka berciuman tadi, mereka melangkahi batas antara atasan kerja dan sekretarisnya. Jadi apa nama hubungan mereka sekarang?

Mingyu bergeming, ia menunggu Wonwoo mengucapkan sesuatu. Beberapa detik berdiri berhadapan membuat Wonwoo gerah sendiri. "Saya masuk dulu. Terima kasih hari ini, Pak,"

Pintu itu hampir tertutup sempurna kalau Mingyu tak mengulurkan tangannya untuk menahan pintu. Mata Wonwoo melebar.

"Boleh.. saya masuk?"

Wonwoo menelan salivanya.

"Ah, saya mau numpang kamar mandi,"

Mingyu memejamkan matanya erat satu detik. Merutuki kalimat yang keluar dari mulutnya tadi. Ia berjalan menuju kamar mandi sedangkan Wonwoo ke arah dapur.

Setelah keluar dari kamar mandi, Mingyu menyusul ke dapur. Dilihatnya Wonwoo berdiri di depan kulkas, memainkan gelas berisi susu yang volumenya hampir tandas.

"Sedang apa?"

"Ah, ngecek isi kulkas. Yang Pak Mingyu bawa waktu itu udah habis hehe, kayaknya besok harus belanja,"

"Mau saya temani?" tanya Mingyu sambil melangkah maju. Diraihnya gelas di tangan Wonwoo dan meminum sisa susu Wonwoo hingga habis.

"Mau susu?" Wonwoo merunduk berniat mengambil sekotak susu.

"Nggak usah," Jawab Mingyu, tangan pria itu menyapukan ibu jarinya di atas bibir Wonwoo, menghilangkan jejak susu yang tertinggal.

Sikap tegang Wonwoo membuat Mingyu segera menarik tangaannya dan menggaruk tengkuknya. "Saya belum ngantuk, belum mau pulang. Boleh di sini sebentar? Mungkin kamu ada film yang bisa di tonton?"

Wonwoo berjalan mendahului Mingyu untuk membuka laptopnya. "Science fiction, fantasi, animasi, eum.. romance?"

Mingyu melepas sepatu kerjanya dan meletakkannya di rak, di samping sepatu Wonwoo. "Kamu suka film apa?"

"Saya akhir-akhir ini lagi suka film lama, Pak. Favorit saya The Vow sama 500 First Days," jawab Wonwoo bersemangat.

"Film tentang amnesia?"

Wonwoo mengangguk, mendudukkan dirinya di samping Mingyu di sofa ruang tamu apartemen nya.

"Tokoh laki-laki di sana.. sempurna. Rela berkorban demi pasangan yang mereka sayang,"

Wonwoo tersenyum teduh, sama dengan Mingyu yang betah memandangi Wonwoo dan membelai sisi kepala pria manis di hadapannya.

Mingyu memeluk Wonwoo, membiarkan pria manis itu mendekap dadanya. Wonwoo mengeratkan pelukannya sekaligus menghirup wangi tubuh Mingyu.

"Aku nggak tau apa aku sehebat para aktor itu. Aku nggak tau apa aku bakal sesempurna mereka. Aku nggak tau apa yang bisa aku janjiin ke kamu,"

Ah, aku-kamu. Bolehkan Wonwoo meminta? Apa yang ia lalui dengan Mingyu baru seutas waktu. Bisakah ia mengharapkan Mingyu untuk tetap di sisinya?

"Kamu perlu tau satu hal,"

"Apa?" Wonwoo mendongak.

"Kamu jadi alasan pertama kenapa aku mau netap di kota ini lagi,"

Mingyu meraih tengkuk Wonwoo. Mengulangi apa yang mereka lakukan di tepi lapangan. Mencium bibir pria manis itu, menyesap sisa-sisa vanilla dan susu.

Mingyu tersenyum, mengeratkan pelukannya menarik Wonwoo lebih dekat dan mulai menggerakkan bibirnya.

"Malam ini aku nginap,"

...

Forgive and Forget || MinWonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang