10

420 36 0
                                    

...

Godaan-godaan dari Soonyoung membuat Wonwoo makin risih. Tiap ada kesempatan, Wonwoo melayangkan cubitan atau membekap mulut Soonyoung tiap sahabatnya itu menertawakannya. Ucapan-ucapan dari Soonyoung bukannya tak ada yang masuk ke telinganya. Tentu saja beberapa godaan dari mulut Soonyoung membuatnya tercenung.

'Perhatiannya itu overdosis,'

Sekalipun Wonwoo sudah menjelaskan bahwa pria itu hanya bersikap baik sebagai atasan, Soonyoung tetap saja bisa membantah dan memberi opsi lain yang membuat Wonwoo makin sering melamun.

Wonwoo mencengkeram beberpa helai rambutnya sendiri.

Kenapa pria manis itu selalu lemah dengan yang namanya perhatian?

Meski sikap Mingyu lebih banyak menyebalkannya dari pada baiknya, namun beberapa perhatian itu sejujurnya membuat Wonwoo cukup luluh. Mungkin.. karena ia lama tak sedekat ini dengan seseorang. Mingyu memberinya perhatian seolah yang kecelakaan malam itu adalah orang yang penting untuknya. Karena bahkan.. tak bisa Wonwoo pungkiri, Seokmin saja tak seperhatian itu padanya.

Hari ketika Wonwoo keluar dari rumah sakit, pria itu dengan santainya membantu pulang Wonwoo pulang ke apartemen. Selama berada dalam mobil lelaki itu, memang tak ada percakapan pribadi yang tertukar. Apa benar atasannya itu memberinya perhatian yang di luar batas kewajaran—seperti ucapan Soonyoung.

Wonwoo menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Dipikir-pikir lagi, pria se-'bagus' itu, apa benar belum memiliki calon pasangan hidup?

"Duhh.." Wonwoo mendengus keras.

Pria manis itu bangkit berdiri—berjalan pelan tanpa tongkat penyangga. Sejak pagi tak melakukan apa-apa selain diam dan sesekali mengganggu Soonyoung dengan kiriman chatt darinya. Hari ini Wonwoo tak masuk kerja—sesuai perintah Mingyu. Sebaiknya ia menggerak-gerakkan kakinya agar lekas sembuh.

Pria manis itu bosa di apartemen.

Mingyu tidak bilang ia harus istirahat berapa lama, kan?

Wonwoo tersenyum sendiri. Sebaiknya besok ia datang lagi ke kantor.

✎﹏﹏ତ

Rabu yang sibuk.

Soonyoung baru saja datang ke kantor—seperti biasa, sekitar setengah jam lebih awal dari jam masuk kerja. Pria itu menggumam sambil melangkah tenang menunggu ruangan kerjanya. Namun, langkahnya terhenti saat ia melihat pintu ruangan Wonwoo terbuka. Awalnya, Soonyoung kira GM yang selalu jadi trending topic pembicaraan di dalam ruangannya itu sudah datang ke kantor. Niatnya mengintip, Soonyoung justru menemukan Wonwoo di mejanya.

"Won!"

Wonwoo menoleh kaget lalu memicingkan matanya. "Biasa aja kenapa, sih?"

Soonyoung menggelengkan kepalanya tak percaya. Pria itu mengambil sebuah kursi dan langsung mengambil duduk di hadapan meja Wonwoo. Wonwoo mengabaikannya—sibuk dengan laptopnya.

"Kok lo di sini?"

"Ya kan ruangan gue di sini. Kalau ruangan gue di sebelah pantry, OB dong,"

Soonyoung menghela nafasnya keras. "Bukannya Pak Mingyu nyuruh lo libur?"

"Lah, kemarin kan gue udah nggak masuk, Nyong,"

Soonyoung mendengus keras.

"Apa sih?"

"Nggak takut kena semprot lo?"

"Lo sendiri yang hobinya nyerocos kalau kita lagi kena cinta lokasi. Masa mau nyemprot cowo yang dia sukai?"

"Heh! kepedean lo,"

Wonwoo tertawa pelan. "Lo sendiri yang demen mikir gitu ya, Nyong,"

"Bukan demen. Tapi jiwa romantis gue yang mengarahkan ke kesimpulan kayak gitu,"

"Kesimpulan lo ngaco,"

Soonyoung mencibir.

"Dia care sama bawahannya. Coba lo yang kecelakaan. Mesti dia perhatian juga,"

"Woy sinting. Ngedoain gue celaka lo ya?" Wonwoo mengangkat kedua bahunya. "Lo tuh denial banget,"

"Lo yang terlalu cepet narik kesimpulan. Heran gue," keluah Wonwoo. "Udah ah. Email masuk lagi numpuk ini, puluhan,"

Soonyoung hampir berdiri dari kursinya ketika mendadak sosok pria bertubuh tinggi dan rapi masuk ke dalam ruangan.

"E-eh, Bapak.."

Mingyu langsung mengerutkan kening, terlebih saat menyadari ada Wonwoo yang duduk rapi di kursinya—memandangi Mingyu tanpa ekspresi. Hening tercipta beberapa detik. Dilihatnya Wonwoo yang mencoba tersenyum ke arahnya.

"Pagi, Pak.."

Mingyu tak menyahut. Pria itu memandang Wonwoo lekat-lekat seolah ingin tahu apa isi kepala Wonwoo.

Soonyoung merasa berada di situasi tak menyenangkan. Diam-diam ia menelan salivanya, melirik Wonwoo dan Mingyu bergantian. Mungkin suasana hening ini bisa jadi pilihannya untuk kabur. Pria itu berdeham sewajar mungkin. "Uhm, saya permisi balik—"

"Ngapain kamu di sini?"

Pertanyaan Mingyu menabrak suara Soonyoung. Pria itu masih netah menatap Wonwoo.

Wonwoo mengerjap. Hanya satu jawaban yang meluncur dari bibirnya. "Kerja,"

✎﹏﹏ତ

Hari sudah sore. Sejak kejadian tadi pagi, Wonwoo sadar Mingyu lebih banyak mengabaikannya. Soonyoung beberapa kali mengirimkan pesan singkat pada sahabatnya itu, prihatin dan sadar betapa dinginnya seorang Kim Mingyu akibat satu kejadian singkat tadi pagi. Wonwoo tak terlalu memikirkannya. Tidak ada urusan pribadi yang harus ia urusi. Prioritasnya adalah pekerjaan.

Mingyu memperlakukan Wonwoo seperti hari-hari sebelum kecelakaan. Mungkin bersikap peduli pada Wonwoo adalah hal yang percuma. Pria tinggi itu memilih sering keluar dari ruangan ketimbang harus berhadapan dengan asistennya yang keras kepala.

Seokmin hanya tertawa ketika Mingyu menceritakan bahwa pria itu menemukan Wonwoo di mejanya pagi ini. Padahal, Sokmin tau betul bahwa Mingyu memberi perintah agar pria manis itu istirahat di rumah. Barulang kali Seokmin menepuk bahu Mingyu, meminta Mingyu berfikir positif karena memiliki asisten yang lumayan gila kerja.

Sepanjang siang—sajak jam makan siang berakhir—Mingyu membawa laptopnya ke ruangan Seokmin, memilih bekerja di sana. Jam yang melingkar di tangannya dengan cepat menunjukkan tiga puluh menit lepas dari jam pulang kerja.

"Makan di luat kuy. Cabut," ajak Seokmin.

Mingyu mematikan laptopnya. Pria itu memundurkan posisi duduknya—bersandar di kursinya dan memilih meluruskan kakinya sejenak.

"Gimana?"

"Lo tentuin dulu mau makan dimana?" respon Mingyu sembari bangkit dari kursinya. "Kalau udah fix, tinggal cabut. Bersihin dulu meja lo. Ntar naik mobil lo aja, mobilnya Hansol biar gue tinggal di sini,"

Seokmin mengangguk-angguk. Pria itu terheran ketika Mingyu justru melangkah menuju pintu ruangan. "Woy, Gyu. Mau ke mana lo?"

Namun Mingyu tak menghentikan langkahnya. Dalam sekejap, pria itu sudah menghilang di balik pintu. Meninggalkan Seokmin yang mengerutka keningnya.

"Gyu!" panggilnya lagi.

"Ngecek sesuatu!"

Suara yang samar terdengar itu membuat Seokmin tersenyum—memahami sesuatu.

...

Forgive and Forget || MinWonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang