38

557 35 0
                                        

...

Laporan hasil kerja Mingyu selama tiga bulan telah ia kirimkan ke jajaran direksi perusahaan. Dalam seminggu ini ia harus kembali ke New York dan selang tak sampai seminggu, ia akan meluncur bersama para petinggi perusahaannya langsung ke daerah PIER.

Mingyu mendesah pelan. Pria itu belum bertemu Wonwoo dua hari ini. Pria manis itu izin tidak masuk kemarin. Hari ini sepertinya Wonwoo membawa laptopnya ke ruangan lain. Beberapa email menyangkut pekerjaan masuk padanya. Mingyu ingin mengajaknya berbicara. Tapi, membuka room chatt dengan Wonwoo saja Mingyu ragu.

Dua hari ini Minghao terus menghubunginya. Pesan pertama yang ia dapatkan, Minghao mengabarinya bahwa pria itu sudah menemui Wonwoo. Ia sudah menjelaskan semuanya pada Wonwoo. Tapi sekarang apa?

Mingyu tak tau harus mengambil langkah apa. Eunwoo, karyawan dari General Affairs Department sudah menanyainya apa ia ingin tiket pesawat ke New York untuk besok atau lusa. Ia harus segera ke New York.

Handphone di meja Mingyu berdering.

"Gyu, besok kitamampir ke PIER buat final check, ya. Habis itu lo bisa bernagkat ke New York," suara Seokmin di seberang sana membuat Mingyu berdeham.

Handphone di meja Mingyu bergetar. Nama Minghao tertera di layarnya.

'Gyu, bisa kita ketemu?'

Mingyu tak ingin menemui Minghao lagi. Tapi ia tak menemukan alasan untuk menghindari Minghao selamanya.

'Kemungkinan besok gue bakal balik ke New York. Gue punya waktu sedikit siang ini. Lo bisa ke restoran chinese di sebelah kantor gue,'

Jemari Mingyu mengetuk layarnya dengan cepat. Mengingat percakapannya dengan Hansol, Mingyu paham kalau ia harus menuntaskan urusannya dengan Minghao. Enam tahun yang sudah lewat itu harus diakhiri hari ini. Toh, kenyataan sudah terkuak. Ia tak punya alasan untuk tetap menjadi 'penjaga' bagi Minghao. Rasa bersalahnya untuk Minghao sudah tidak ada.

"Gyu?"

"Sorry, lagi bales chatt Minghao,"

"Oh,"

"Lebih cepat lebih baik, Seok. Gue harus cepat akhirin semuanya. Perhatian-perhatian buat nebus kesalahan karena Jun tewas harus selesai sekarang,"

"Bagus. Selesaiin urusan lo,"

Mingyu mematikan handphone-nya. Pria itu bangkit dari kursinya dan bersiap pergi dari ruangan. Mendesah pelan, pria itu berangsur melangkah pergi.

Karena tak terlalu jauh, Mingyu memilih berjalan kaki. Tak butuh waktu hingga lima belas menit, pria itu sudah sampai di parkiran restoran. Matanya menangkap CHR Hybird berwarna putih milik Minghao. Berbelok, Mingyu langsung menghampiri mobil Minghao yang sedang berusaha parkir. Minghao yang menyadarinya buru-buru turun dari mobil.

"Mingyu?"

Mingyu hanya tersneyum tipis. "Kamu udah makan siang?"

"Nggak lapar. Lo mau makan di dalam? Gue punya beberapa menit,"

Minghao perlahan menggeleng. "Kalau gitu, di sini aja," Minghao tertunduk.

"Lo mau bicara apa?"

"Apa sekarang bicara sama aku aja buat nggak nyaman, Gyu?"

Mingyu tercenung, tak menyangka Minghao akan seterbuka itu mengungkapkannya. Pria bermabut coklat itu akhirnya bisa membacanya.

"Komunikasi sama aku juga buat kamu nggak nyaman ya?"

Mingyu mengehela nafas panjang. Angin Bandung yang sejuk membelai tengkuknya dengan lembut. Beberapa juga menyentuh sisi rambut Minghao, menggoyangkannya. Mingyu mengangkat tangannya, menyentuhkan jemarinya pada sebuah daun kering yang menjatuhi kepala Minghao. Hanya sedetik, Mingyu menarik tangannya kembali.

"Aku minta dia ngelepasin kamu," ujar Minghao tiba-tiba.

Mata Mingyu melebar. Ada sesuatu yang bergemuruh di dadanya. Mendadak ia ingin membuka mulut, ingin emosi.

Namun Minghao menitikkan air matanya, tiba-tiba terisak.

"Aku kesel. Hubunganku sama Wonwoo nggak akan pernah baik lagi. Hidupku sama dia bukan film yang bakal berakhir bahagia. Aku terima semua itu. Waktu aku nggak bisa milikin Jun, aku belajar nerima itu. Dia sama Wonwoo atau dia meninggal, aku tetap nggak bisa milikin dia," jelas Minghao terbata.

"Terus kecelakaan itu mempertemukan kita. Tapi hasilnya tetap sama. Kamu sama Wonwoo. Aku tetap jadi yang paling disakiti meski aku kelihatan jadi orang paling jahat di antara hubungan kalian,"

"Hao—"

"Aku bisa ada di dekat kamu karena kamu kasihan sama aku, kan?"

Mingyu mengangkat kedua tangannya. Pria tinggi itu memeluknya perlahan.

"Gue kasihan sama lo atau gue pergi, keduanya bakal nyakitin lo. Tapi kasihan ke lo selamanya bakal nyakitin semua pihak. Apa lo senang, dapet rasa bersalah dari gue?"

Minghao terdiam.

"Sorry,"

"Kenapa Wonwoo?" Daiva terisak lagi.

"Sorry..." Mingyu mengucapkannya berulang-ulang, sebelum melepaskan pelukannya dan berbalik pergi.

...

Forgive and Forget || MinWonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang