35

349 25 0
                                    

...

Isi kepala Mingyu memang sempat blank. Hanya beberapa hal yang berkelebat di dalam kepalanya ketika ia berada di posisi tadi, berhadapan dengan Wonwoo dan Minghao di tempat dan, waktu yang sama. Wonwoo akan mungkin akan marah mengetahui bahwa ia mengenal Daiva selama ini. Wonwoo mungkin akan meluapkan kekesalan dengan meninggalkannya , atau opsi lain, Wonwoo akan mengatakan hal-hal yang tak menyenangkan.

Tapi ternyata pria dengan sweater biru itu hanya memandang Mingyu dan Minghao bergantian. Beberapa detik setelahnya, Wonwoo terlihat seperti menarik nafas keras dan menggigit bibirnya sendiri.

Mingyu lebih banyak menghindari tatapan mata Wonwoo yang tajam. Minghao lebih sering melirik pada Mingyu karena tak paham dengan situasi yang membingungkan. Bertemu dengan Wonwoo pasti di luar dugaan Minghao. Tapi mendapati Mingyu memiliki hubungan dengan Wonwoo pasti tak pernah dibayangkan Minghao sebelumnya.

Minghao melangkah ketempat Mingyu berdiri.

"Mingyu.."

Wonwoo bergerak. Pria manis itu maju tanpa aba-aba dan meraih pergelangan tangan Mingyu, menarik keras Mingyu ke sisinya. Wonwoo tak mau menatap Mingyu. Mingyu tak bisa membacanya, ketika Mingyu melihat bahu pria itu dari sampingnya, ia sadar bahwa Wonwoo bergerak maju setengah langkah, membatasi tempat ia dan Minghao berdiri. Pria itu seolah menjauhkannya dari Minghao.

"Mingyu.." panggil Minghao lagi, kali ini lebih lirih.

Wonwoo menyambungkan seluruh puzzle dalam otaknya. Ia bukannya bodoh. Sejak berada di makam, ia merasakan perubahan pada Mingyu. Wonwoo tak bisa menebaknya, namun ketika ia bertatap muka dengan Minghao setelah sekian lama, melihat pria itu mendatangi pos keamanan dan menyebut nama Seokmin, Wonwoo mulai mencocokkan semua prasangkanya.

Lima sampai enam tahun...

'Kamu tahu kan, sekarang zaman media sosial. Nggak pernah ada pembicaraan tentang hubungan semacam itu di sana. Cuma dia sama temen-temennya. Kalau lagi melankolis pun, apa yang dia tulis di timeline sosmed cuma kerinduan ke laki-laki yang udah meninggal itu,'

Minghao adalah laki-laki yang pernah Mingyu ceritakan. Jun adalah laki-laki yang terlibat kecelakaan dengan Mingyu dulu.

Ironis sekali. Pahit terasa terkecap di mulut Wonwoo. Ia ingin marah, tapi satu-satunya yang akan ia lakukan sekarang adalah apa yang benar menurut instingnya. Ia kenal Mingyu. Ia pernah menjadi teman pria itu bertahun-tahun lalu lamanya.

Wonwoo tidak akan membiarkan Minghao merebut pria yang ada di sampingnya untuk kedua kali. Wonwoo tahu, mungkin Minghao bertemu dengan Mingyu lebih dulu daripada ia sendiri. Tapi Wonwoo tak peduli lagi.

"Apa lo bakal ngerebut lagi sama kayak dulu yang bisa lo lakuin, Hao?"

✎﹏﹏ତ

Genggaman itu belum terlepas. Mingyu kehilangan kata-kata sejak keduanya meninggalkan Seokmin dan Minghao. Mingyu masih membisu ketika ia dan Wonwoo masuk ke dalam lift yang sepi.

"Kenapa kamu nggak bilang, Mas?"

Mingyu menelan salivanya.

"Kenapa kamu nggak bilang di makan tadi kalau orang yang kamu ceritain dulu itu Jun,"

"...."

"Kenapa kamu nggak bilang kalkau cowok yang selalu kamu jaga karena perasaan bersalah kamu itu ternyata Ming—"

"Demi Tuhan, aku nggak tau, Won," Mingyu melepaskan pegangannya. Pria itu menatap balik Wonwoo. "Aku bahkan nggak tau yang selama ini bikin kamu sakit hati itu Jun,"

Wonwoo bungkam.

"Aku nggak pernah denger nama kamu malam itu. Aku kira.. Hao. Apa kamu kira, kalau aku tau, aku bakal tetep ngejagain dia?"

"...."

"Satu-satunya yang aku tau cuma aku ngebuat laki-laki itu meninggal. Aku nggak tau siapa yang dia tinggalin. Aku nggak tau kalau itu kamu. Pikiranku penuh, Won. Ngebayangin kalau kamu yang sebenernya kehilangan Jun karena aku,"

"Dia bukan meninggal karena kamu..." jelas Wonwoo miris. Alis pria manis itu berkerut, merasa bingung dengan Mingyu yang mendadak emosi.

"Udahlah. Aku lagi nggak bisa mikir sekarang,"

Wonwoo makin mengerutkan alisnya.

Mingyu menggeser tempat ia berdiri. Menjauh dari Wonwoo dan mengusap wajahnya frustasi.

Wonwoo melangkah maju menekan tombol lift. Dalam dua detik, pintu lift terbuka.

Mingyu menoleh—menatap punggung Wonwoo yang bersiap meninggalkannya.

"Benahi dulu isi kepala kamu,"

"...."

"Kamu antar aja lukisannya ke lobi apartemenku. Biar aku suruh orang bawa ke atas,"

✎﹏﹏ତ

Seoul, 2017.

Suasana rumah sakit begitu kelam, Mingyu ingin merutuk pada AC rumah sakit. Detak jantung yang begitu keras nyatanya tak cukup untuk menghangatkan tubuhnya. Ia merasa dinginnya lantai ubin putih tempat ia menjejak bisa menghantarkan suhu rendahnya di telapak kakinya.

"Saya ambilkan kursi roda saja, ya,"

Satu kaki Mingyu patah. Tapi pria itu merasa ia ingin mengecek ke unit gawat darurat, memastikan laki-laki yang jadi korban kecelakaan tadi.

Mingyu tak ingin mempercayai kabar yang didesuskan perawat tadi—bahwa pria bernama Jun itu meninggal. Ia sempat mendatangi pria yang masih terbaring tak sadarkan diri di salah satu ranjang di unit gawat darurat. Beberapa barang diletakkan di sana.

Tak butuh waktu lama, keluarga berdatangan. Tangisan yang pecah dimana-mana membuat Mingyu menjauh. Pria itu terduduk lemas di salah satu kursi di ruang tunggu UGD. Ia tertunduk, memandangi tangannya yang mengalirkan tremor ringan. Kotak cincin tergenggam di tangan kirinya.

"Lo yakin nggak mau lihat?"

Sebuah suara feminim terdengar samar.

"Nggak, Ji,"

"Kita masuk ya. Kita lihat.. Hao juga,"

Seorang pria mungil dengan hoodie pastel itu mengambil duduk di samping Mingyu. Sementara kedua temannya bergegas masuk ke ruang UGD, menghambur ke kerumunan kerabat korban kecelakaan tadi. Mingyu menoleh lemah.

'Pasti salah satu keluarganya,' batin Mingyu.

Mata Mingyu menatap bagaimana pria berhoodie di sampingnya tertunduk, dengan kedua tangan menangkup wajahnya, dan butiran air yang melesak keluar dari sela-sela jemarinya.

Air mata.

...

Forgive and Forget || MinWonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang