20

377 32 0
                                    

...

Suara penanda nasi matang dari rice cooker di ujung dapur menyelamatnya Mingyu. Pria itu merasa tubuhnya kaku ketika asistennya tadi memeluknya. Mingyu terperangkap. Pria tiu tak bisa melakukan apa-apa. Ada setitik hasrat dalm dadanya untuk memeluk balik Wonwoo. Namun suara penanda peralihan rice cooker dari cooking mode ke warmer mode menjadi detik Wonwoo melepas pelukannya. Pria manis itu memberi senyuman lebar, mendadak bersemangat meneruskan acara memasaknya. Malah Mingyu yang mendadak merasa kikuk. Semoga pria manis itu tak sadar.

Mingyu mengganti-ganti channel televisi yang dilihatnya. Namun pikiran pria itu hanya tertuju pada sosok pria manis yang sedang mencuci piring bekas makan siang tadi.

'Saya ngingetin Pak Mingyu sama adek Pak Mingyu, ya?'

Bukan begitu. Namun memikirkannya lagi, Mingyu melihat Wonwoo sebagai apa? Pria itu belum menemukan jawabannya. Dan lagi.. suara detak jantung siapa.. yang terdengar keras ketika tubuh keduanya kehilangan jarak seperti tadi? Ia kah? Atau pria manis itu?

Mingyu memejamkan matanya perlahan. Beberapa menit berlalu, Wonwoo melangkah mendekat ke sofa. "Pak Mingyu mau es kri—" suara Wonwoo terhenti ketika dilihatnya Mingyu memejamkan matanya. Punggung pria itu bersandar di sandaran sofa. Dalam dekapannya, boneka kucing ukuran sedang berdiam di sana.

Wonwoo tak bisa menahan sensasi hangat yang menyeruak di rongga dadanya. Tanpa sadar, Wonwoo mengulurkan ujung jemarinya—hingga sempat menyentuh pipi Mingyu sebelum akhirnya Wonwoo buru-buru menarik tangannya. Wonwoo menggigit bibirnya. Ia kelepasan lagi. Cukup pelukan tadi saja yang jadi tindakan bodohnya. Tidak boleh terulang lagi.

Wonwoo bangkit berdiri dan mencari remote control televisi, untuk mematikannya.

"Oke, bersih-bersih kamar, deh," pria manis itu pergi berlalu.

Kelopak mata Mingyu yang terasa berat terbuka pelan—tak sempurna. Tampaknya ia benar-benar lelah. Bangun pagi olahraga dengan Hansol, belanja, hingga akhirnya memasak sekaligus makan siang bersama Wonwoo di apartemen pria manis itu. Suasana apartemen yang begitu nyaman menghantarkan pria itu pada kantuk yang luar biasa. Ia terlena. Namun suara TV yang mendadak pati barusan sempat menaikkan tingkat kesadaran Mingyu. Sesuatu yang terpikit di dalam kepalanya. Apakah Wonwoo tadi di dekatnya dan.. menyentuhnya?

Belum sempat ia benar-benar mendapat jawabannya. Mingyu terlelap lagi—tiba-tiba mendapatkan nyenyak yang seolah bertahun-tahun lamanya tak ia rasakan.

✎﹏﹏ତ

Mingyu bergerak pelan. Pria itu membuka matanya perlahan, mengerjap beberapa kali. Kedua matanya menemukan langit-langit bercat putih. Pria itu menengok ke sekitar. Setelah benar-benar yakin telah tersadar, Ia bangkit terduduk. Siapa sangka kalau ia ketiduran dan sudah berbaring di sofa—tertidur untuk entah berapa jam lamanya. Sial. Mingyu memperhatikan boneka yang masih ada dalam pelukannya. Mingyu mengerutkan alisnya. Sepasang sepatunya sudah tertata rapi di kaki sofa. Jelas bukan ia yang menatanya. Mingyu masih ingat jelas, ia tak pernah melepas sepatunya sejak datang ke apartemen Wonwoo.

Tunggu. Wonwoo? Di mana pria itu?

Mingyu meraih handphone-nya yang tergeletak di meja, berdiam rapi di samping remote TV. Sekarang Mingyu yakin, pasti Wonwoo yang menatanya. Tampilan display waktu di layar handphone Mingyu menunjukkan pukul 17.48. Angka itu membuat mata Mingyu melebar sempurna. Selama itukah ia terlelap? Mingyu memijat lehernya sendiri. Ia tak sadar kalau tubuhnya selelah itu. Mingyu bangkit berdiri, pria itu melangkah ke dapur, mencari air putih dan sebuah gelas.

Mingyu berbalik, kembali melangkah ke ruang tengah. Pria itu mencari tombol lampu, menyalakan penerangan dan merapikan sofa yang tadi sempat ia tiduri. Pria itu merasakan sunyi lagi.

Di mana Wonwoo?

Mingyu menghela nafas, ia memeriksa handphone-nya, menemukan beberapa pesan masuk dari Hansol. Pria itu membacanya dari pesan yang paling lama.

'Mau gue jemput jam berapa, nyet?'

Mingyu menggigit bibirnya, sebaiknya ia pulang ke rumah pamannya sendiri dengan naik taksi. Tak lama lagi jam praktik Hansol di rumah. Sebaiknya ia tak meminta sepupunya itu untuk menjemput. Mingyu membuka pesan lain dari Hansol.

'Ooh, atau jangan-jangan nggak pulang ya, Bro? Cih, mau nginep di apartemen asisten lo itu? Awas jangan bikin hamidun anak orang, lo :)'

Mingyu mendesis keras—merasa ingin memukul Hansol seketika. Mingyu bahkan bisa membayangkan betapa menyebalkannya ekspresi Hansol ketika mengetik pesan itu. Sial, makin lama Hansol makin mirik dengan Seokmin. Sama-sama menyebalkan kalau soal pasangan.

'klek'

Suara pintu yang terbuka membuat Mingyu berbalik. Di depan pintu kamar mandi. Wonwoo melangkah keluar membawa handuk dan sebuah bungkus sabun. "Eh, Pak Mingyu?"

Mingyu mengerjap. "Sudah bangun?" tanya Wonwoo melangkah mendekat ke arah Mingyu.

"Ah iya, kenapa nggak bangunin tadi?"

"Kenapa saya harus bangunin Pak Mingyu?" tanya Wonwoo enteng.

"Gimana kalau saya ketiduran sampai besok pagi? Kamu ini bener-bener, gampang banget ngizinin laki-laki lain buat tidur di sini?"

"Kan cuma tidur siang? Beda lagi kalau Pak Mingyu beruang kutub yang lagi hibernasi," canda Wonwoo membuat pria di hadapannya tersenyum simpul. "Kalau Pak Mingyu ketiduran sampe malem, saya bakal ngasih tau Pak Seokmin. Opsi terakhir,"

Mingyu berdecak lalu menggeleng, "Lebih baik kamu bangunin saya pakai cara apa aja dari pada nyuruh Seokmin ke sini,"

"Jadi..." Wonwoo memandangi Mingyu, menunggu pria itu berbicara lagi. "Saya harus pulang,"

"Okey," Wonwoo tersenyum dan mengangguk paham.

"Saya pulang ya?"

Wonwoo mengangguk lagi. Mingyu tak bisa menahan tangannya untuk tak menepuk kepala lelaki manis di hadapannya. Ia dengan jelas dapat menangkap raut terkejut dari wajah Wonwoo. Namun Mingyu tersenyum teduh.

"Thanks for today," pria itu berlalu menuju pintu apartemen Wonwoo.

Wonwoo menggigit bibirnya kuat-kuat.

Salahkan ia jika sikap pria itu membuatnya luluh semudah ini?

...

Forgive and Forget || MinWonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang