...
Wonwoo datang terlalu pagi hari ini. Masih setangah tujuh kurang. Tidak ada siapa-siapa di gedung kantor. Bahkan tak ada satupun OB yang terlihat oleh Wonwoo. Yang terlihat sejak Wonwoo sampai kantor hanyalah para sekuriti yang menjalankan apel pagi.
Suasana sunyi membuat Wonwoo mendesah panjang. Vertical blind di jendela kaca ruangannya ia biarkan masih menutup sempurna. Ssuasana ruang kerjanya yang temaran membuat pria manis itu memejamkan matanya berulang kali. Sungguh, ia akan merindukan ruangan ini.
Sebulan yang lalu, muncul sebuah pengumuman di kantor. Seorang General Manager dari New York akan datang ke Seoul. Tak ada detail khusus yang Wonwoo dapatkan. Namun satu keputusan dari salah satu Vice President menyatakan kalau Wonwoo akan dipindahkan sementara, menjadi bawahan sang General Manager selama di Seoul. Bukan main Wonwoo tak habis pikir. Kenapa harus dirinya?
"Ah.."
Wonwoo bangkit berdiri dari kursinya. Ia suntuk. Kalau GM itu benar datang hari ini, ia harus segera bersiap untuk pindah meja. Wonwoo mengkah keluar ruangan, lalu mengendap masuk ke ruangan sebelah—salah satu ruang meeting yang kosong. Di atas meja utama, di samping LCD proyektor, Wonwoo meraih seperangkat sesuatu.
"Pinjam speaker sebentar deh," dengan santainya, pria manis itu membawa keluar seperangkat speaker kecil dan memindahkannya ke ruangannya sendiri. "Emangnya departemen kreatif doang yang perlu hiburan, hah? Gue juga butuh kali, biar nggak stres," gumamnya sendiri. Wonwoo tersenyum puas ketika menghidupkan laptopnya. Tak sampai satu menit, suara merdu dari tiga belas lelaki favoritnya mengudara. Masih kurang setengah jam dari waktu biasanya Soonyoung—sahabatnya, datang. Ia bisa mendengarkan musik sepuasnya.
Wonwoo melompat-lompat, ikut berteriak menyanyi bak member Seventeen.
✎﹏﹏ତ
Sudah lama Mingyu tak ke Korea Selatan dan ia tak yakin kalau ia masih mengingat benar jalanan kota Seoul. Karena itulah, saat Hansol—sepupunya—menawarinya untuk meminjam sementara Maserati Levante miliknya, Mingyu lebih memilih memanggil taxi. Rasanya sudah hampir enam tahun berlalu. Perjalanan dari Bandara Internasional Incheon ke Seoul saja sudah membuatnya cukup merasa berbeda. Padahal, ia belum merasakan pembangunan di pusat kota.
Satu hal yang membuat mood Mingyu cerah hari ini adalah kenyataan bahwa jalanan kota Seoul tak segila New York. Taxi yang ditumpanginya membawa Mingyu ke destinasinya kurang dari tiga puluh menit.
Masih setengah tujuh. Jam masuk kantor adalah jam delapan. Mingyu tersenyum. Hari masih terlalu pagi untuk memulai pekerjaan. Pria itu langsung disambut ramah oleh sekumpulan sekuriti di pintu masuk gedung. "Mau ke warehouse atau ke kantor, Pak?" tanya si satpam sambil mendampingi Mingyu. "Di warehouse belakang, shift tiga masih berjalan, Pak. Kalau kantor, sepertinya masih sepi,"
"Ke kantor saja," jawab Mingyu singkat. Belum ada keperluan ke gudang. Ada baiknya ia tinggal di kantor, mengecek email atau sekedar bersantai. Ketika lelaki itu melangkah memasuki gedung utama, beberapa OB juga datang, masuk dari pintu samping gedung. Dengan ramah, para pekerja itu memberi salam pada Mingyu.
"Beliau Pak Kim Mingyu, General Manager New York," dengan lugas, satpam memperkenalkan Mingyu pada semua OB muda di hadapan Mingyu. Salam selamat pagi menggaung serempak.
"Bisa saya minta kopi panas?"
Salah satu OB mengangguk cepat. "Saya antar ke mana, Pak?"
Mingyu mengerutkan alisnya. Ia belum tahu ruangan mana yang akan ia pakai mulai hari ini. Belum ada pemberitahuan untuknya. Pria itu menoleh pada sosok sekuriti yang berdiri di belakangnya. "Saya pakai ruang meeting, ya,"
"Baik, Pak,"
Mingyu mengangguk. "Kunci ruangannya sudah dibuka?"
"Sudah, Pak. Semua ruang umum seperti ruang meeting, pantry, ruang kesehatan sudah dibuka sejak pukul enam pagi. Ruang meeting di lantai satu ada di Utara,"
Sepertinya perkantoran ini tak banyak berubah. Biasanya ia datang ke Seoul barang satu atau dua hari untuk urusan pekerjaan dan menginap di hotel. Kantor pusat terletak di New York. Rata-rata komunikasi dilakukan lewar video-converence atau tim Seoul yang berangkat ke New York. Mingyu tak terbiasa kembali ke kota ini. Ia bahkan jarang mengunjungu Hansol dan pamannya.
Ia baru akan duduk di salah satu kursi besar ruang meeting saat telinganya menangkap suara sesuatu. "Apa itu?" tanyanya.
Si satpam terlihat kelabakan. Mingyu bisa menangkap kalau lelaki paruh baya di hadapannya itu tak memiliki jawaban yang ia butuhkan. Mingyu mengerutkan kening.
"Orang gila macam apa yang memutar musik sekeras ini pagi-pagi?"
"Biar saya cek, Pak—"
"Jangan," perintah Mingyu buru-buru. "Kamu kembali ke pos saja,"
Perintah sang GM muda itu tak bisa diabaikan. Dengan postur sigap, petugas sekuriti yang mendampingi Mingyu segera berbalik dan meninggalkan ruang meeting. Sementara itu Mingyu memejamkan matanya beberapa detik, menajakmkan pendengarannya pada suara musik yang masih mengalun. Pria itu meninggalkan tas kerjanya di meta meeting. Kakinya bergerak, membawanya keluar dari ruang meeting dan mendekat pada satu ruangan yang menjadi sumber semua kebisingan yang tak dapat diterima terlinga Mingyu.
Pintu ruangan dihadapan Mingyu tak tertutup sempurna. Tangan pria itu terangkat—mendorong pintu perlahan.
Sesosok pria yang berdiri membelakanginya dan bersandar di tepian meja tertangkap pandangan mata Mingyu.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgive and Forget || MinWon
FanfictionIs love capable of forcing you to make peace with the past? "If God can take away something you never imagined losing, then God can replace it by something you never imagined berfore" ⚠ warning ⚠ write in BAHASA, mixed language, harsh word & ignore...