Namun mendengar jawabanku itu aku bisa melihat berbagai macam emosi terlihat di matanya, kecewa, kemarahan dan sekaligus....
Kesedihan...
Yang aku bahkan tidak bisa mengerti.
Dari awal, aku juga tidak mengerti kenapa dia menolongku.
Bukankah dia senang melihat aku menderita?
Sama seperti orang lain, orang-orang di sekolah lamaku juga begitu.
"Tapi kamu tidak bisa di perlakukan seperti itu!!"
Mendengar itu, hanya membuatku semakin heran.
"Kenapa memangnya?"
"Pokoknya tidak bisa!!"
"Tapi kamu juga memperlakukanku seperti itu."
"Jangan samakan aku dengan mereka! Hanya aku yang bisa menyiksamu! Bukan orang lain!! Dan Kamu harus bersikap selayaknya Liliana yang aku benci!"
Jawaban macam apa itu?
Aku cukup syok mendengarnya, dan semakin tidak mengerti.
"Lalu, kamu menolongku karena alasan itu?"
Dia sempat terdiam sebentar, lalu mulai melepaskan tangannya yang menceram tanganku.
"Aku hanya tidak ingin menjadi seperti kamu!! Orang-orang yang merendahkan dan menghina orang lain yang lebih rendah, hanya karena status mereka!! Aku benci melihat perundang seperti itu! Jadi kamu jangan salah paham!!"
Jawaban itu jelas saja mengejutkan, itu karena dia juga memperlakukanku sama dan sering menjahili ku.
Sikapnya yang kekanak-kanakan tidak jelas, membuatku tidak mengerti.
Hampir saja aku berpikir dia masih menyukai ku...
Tapi itu tidak mungkin, terlebih setelah apa yang aku lakukan padanya dulu.
"Ya, aku mengerti dan tidak akan pernah salah paham."
"Bagus kalau begitu. Dan sekarang kamu sudah berhutang budi padaku karena telah menyelamatkanmu."
Mendengar perkataannya yang tiba-tiba aku menjadi cukup terkejut sekaligus kesal.
Jadi dia menyebut pertolongannya itu sebagai hutang budi yang artinya aku harus membayarnya?
Dan sekarang dia mulai kembali ke tempat duduknya, aku mengikutinya menunggu perintah selanjutnya.
Namun yang membuatku terkejut lagi ketika dia tiba-tiba menyerahkan sebuah kartu padaku. Ini sedikit berbeda dengan kartu yang biasa dia berikan untuk membeli makan siang.
"Belikan hadiah."
Mendengar perintah yang tiba-tiba, aku menjadi binggung.
"Untukku?"
Mendengar jawaban itu jelas saja wajahnya menjadi semakin marah.
"Jangan bermimpi!! Aku disini minta tolong padamu untuk memilih dan membelikanku hadiah untuk Tunanganku."
"Tunangan?"
Jelas sekali aku cukup terkejut dengan hal-hal yang baru saja aku dengar.
Andrian punya tunangan?
Melihat reaksiku, Andrian semakin menunjukan wajah kesalnya.
"Ya, Tunanganku. Tentu saja aku sudah punya, Kamu pikir aku tidak punya pasangan?"
Tapi kalau dipikir lagi, melihat Andrian yang sekarang, seorang Pria Tampan, Kaya, Calon Pewaris Perusahaan, memiliki Karir yang mapan, siapa wanita yang tidak ingin bersanding dengannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Pria Yang Pernah Aku Bully
RomanceDuniaku terasa jungkir balik dalam semalam, sejak keluargaku bangkrut dan ayahku meninggal. Kami di usir dari rumah, harus tinggal di sebuah kontrakan kecil, dan masih harus membayar hutang-hutangnya tersisa. Teman-temanku di sekolah yang dulu dekat...