Bab 1: Jatuh

1.9K 46 0
                                    

"Sepertinya pemakaman ini sudah selesai. Jadi untuk Nyonya Bianca dan Putrinya, kalian harus segera melunasi hutang-hutang yang Suami dan Ayah kalian tinggalkan."

Bahkan makam Papa belum kering, ketika Aku dan Mama mendapatkan kabar itu dari Para Penagih utang yang bisa-bisanya langsung datang setelah jenazah Papa selesai di makamkan.

Aku bahkan belum selesai bersedih di makan Papa yang baru saja meninggal itu, air mata masih mengalir deras di wajahku, dan sekarang terasa gemetaran ketika mendengar kabar itu.

Seolah-olah, sekali lagi duniaku jatuh dalam kegelapan hanya dalam semalam.

Tidak cukup dengan kepergian Papaku namun masih ada hutang yang dia tinggalkan.

"To--Tolong beri kami waktu...."

Aku menatap kesamping, pada Mamaku yang hanya bisa berlutut di depan para penagih hutang itu, agar mereka memberikannya sedikit keringanan. Hatiku sakit hanya melihat itu.

"Cih, Kalian pikir Hutang Suamimu sedikit? Hah, kalau begitu begini saja, kalian serahkan Rumah Kalian malam ini, itupun hanya membayar sebagaian Hutang Suamimu."

Kenapa mereka sangat egois sekali?

Aku benar-benar sangat marah, melihat ini, namun aku hanya bisa menahan perasaan ini dan memeluk ringan Mamaku, Karena sejujurnya aku juga tidak tahu apa yang harus dilakukan sekarang.

"Tolong jangan ambil Rumah Keluarga kami, harus tinggal di mana?"

Ku lihat, Mama masih memohon kepada para penagih hutang. Mungkin karena aku tidak tahan, Aku mencoba menarik Mamaku agar tidak berlutut. Namun Nama menepis tanganku, dan mulai kembali berlutut kepada para penagih hutang.

"Tolong beri kami waktu sedikit lagi...."

Melihat ekspresi Mama yang memohon itu benar-benar menghancurkan hatiku.

Namun inilah Aku yang tidak berdaya, Aku takut.

"Cih, Itu bukan urusanku!! Kalian bertanggung jawab atas hutang-hutang peninggalan suamimu itu sampai lunas! Kami akan memberikan tagihannya setiap bulan. Jangan kira, kalian bisa lari dari kami!"

Mereka mendorong Mama sampai jatuh kebelakang.

Para penagih hutang itu juga segera menuju ke pintu masuk rumah kami. Memikirkannya, membuatku ingat jika ada adikku yang tidur didalam, Aku takut mereka akan membuat Adikku menjadi semakin ketakutan.

"Kalian tidak bisa masuk!!"

Aku segera berlari untuk mencegah mereka memasuki rumahku namun gagal, karena tenaga mereka begitu kuat. Mereka segera masuk dan menuju ke lantai atas.

Ketika mereka masuk, Aku melihat adikku sedang memegang bonekanya, terlihat baru saja bangun tidur dan menangis, bersama Sang Pengasuh berada di ruang tengah, sepertinya tidak berpapasan dengan para penagih hutang, membuatku sedikit lega.

"Huwaaaa.... Kakak... Papa mana Kak?"

Dia berlari ke arahku dan memelukku. Adikku baru berumur lima tahun, kami bahkan tidak tega untuk memberitahu kenyataan padanya.

"Kan Kakak sudah bilang, Papa sekarang pergi jauh, belum bisa bertemu dengan kita...."

"T--Tapi, sebentar lagi kan ulang tahun Kakak?"

Aku terdiam ketika mengingat itu.

Harusnya sebentar lagi, akan di adakan sebuah Pesta Perayaan Ulang Tahunku yang ketujuh belas, salah satu di ulang tahun paling spesial dalam hidupku yang akhirnya menginjak usia tujuh belas.

Namun sekarang, seolah semua itu hanya fatamorgana yang tidak akan pernah bisa terwujud.

Pesta yang tak akan pernah bisa diselenggarakan.

Menikahi Pria Yang Pernah Aku Bully Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang