Bab 10: Pilihan

685 24 0
                                    

Setelah semalaman aku hampir tidak bisa tidur karena sempat menangis dan memimpikan hal-hal tidak berguna, di pagi hari aku sudah disambut dengan sebuah telepon yang menyebalkan.

Ini bahkan belum waktunya masuk kerja, masih jam setengah enam pagi, setidaknya masih dua jam sebelum aku masuk kerja.

Aku menatap ponselku, melihat nama tertentu yang ada di sana yang saat ini sedang meneleponku.

'Bos Galak'

Jelas ini telepon dari Andrian, Aku tidak mengerti kenapa dia menelepon pagi-pagi sekali namun aku memiliki firasat ini bukan hal yang baik.

"Hallo, Pak Selamat Pagi."

Tapi tidak ada yang bisa aku lakukan selain mengangkatnya dan menjawab dengan sopan.

'Belikan aku sarapan, dan antar ke kantor sekarang juga.'

"Tapi, Pak bukankah ini masih lama sebelum jam masuk kantor?"

'Kamu tidak perlu banyak tanya pokoknya harus beli sarapan ke lokasi yang nanti aku kirimkan, dan langsung bawa ke kantor jika sudah selesai, aku tunggu.'

Bahkan sebelum aku menjawab, telepon itu sudah lebih dulu dimatikan secara sepihak, seolah-olah perintah itu benar-benar tidak bisa di tolak.

"Astaga, sialan si Andrian itu! Cih, air mataku semalam sepertinya terbuang sia-sia dan percuma, dasar menyebalkan!!"

Aku menjadi begitu marah, jika memikirkan semalam aku sempat menangis gara-gara Bos galak yang menyebalkan dan egois ini.

Aku mulai berhenti memikirkan hal-hal tidak berguna semalam, dan mulai bangun dari tempat tidur untuk bersiap-siap. Dan tentu saja firasat burukku terbukti benar ketika aku tiba di restoran yang dimaksud oleh Andrian.

Itu adalah restoran yang kabarnya belakangan cukup viral hingga banyak antrian bahkan di pagi hari seperti ini.

Aku menatap antrian yang begitu panjang itu dengan ekspresi lelah.

"Gila, jika antriannya sebanyak ini berapa lama ini akan selesai?"

Pada akhirnya butuh waktu satu jam lebih untuk mengantri dan mendapat pesanan Andrian. Dan lagi, karena kakiku sedikit terkilir kemarin, berdiri terlalu lama membuat kakiku semakin sakit.

Ini benar-benar terasa penyiksa, pagi yang sangat menyebalkan. Bahkan, selama perjalanan menaiki taksi, aku merasa sangat mengantuk sampai-sampai ketiduran ditaksi.

"Nona, kita sudah sampai."

Mendengar suara supir, aku segera buru-buru keluar, dan membayar, tentu saja semuanya di akomodasi oleh kantor.

"Terimakasih, Pak Supir."

Aku melihat kearah ponselku, di sana ada beberapa pesan mendesak dari Andrian, menanyakan apakah pesanannya sudah siap apa belum.

Aku berjalan perlahan menuju kantor, dengan kakiku yang terasa tidak nyaman. Karena ini masih pagi tentu saja di kantor masih sepi dan belum banyak orang yang datang.

Aku ingin buru-buru menyerahkan sarapan ini, dan bisa beristirahat di ruang istirahat, sungguh aku sangat lelah dan mengantuk.

Mungkin karena memaksakan diri berjalan dengan kaki yang sakit, ini membuatku terpeleset ketika keluar dari lift.

Sangat beruntung, ada seseorang yang menangkapku, membuatku tidak jadi jatuh. Kalau sampai jatuh, lalu sarapan yang aku bawa berantakan, bisa-bisa aku kena marah dan harus mengantri ulang di restoran menyebalkan itu.

"Te--Terimakasih...."

Namun aku begitu kaget ketika mengangkat wajahku dan melihat siapa yang menangkapku itu.

Menikahi Pria Yang Pernah Aku Bully Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang