12. Hidup

814 47 1
                                    

"Kehidupan dengan rasa sakit yang diabadikan."
.
.
.
.

🦋🦋

Aku Ovt.

Plisss kalian jangan ada yang mikir jijik soal Luka masih ngedot atau suka dimanja layaknya bayi sama beberapa orang.

Ada alasannya, aku gak mungkin buat sesuatu tanpa alasan.

Mohon sabar, nanti ada jawabannya.

.
.
.
.




Mengapa dia dipertahankan diatas luka. Bukan sebuah kasih, namun menjadikan dirinya sebagai penjemput lara. Mau apa mereka pada nya yang hanya ingin sebuah kehidupan.

"Kok Lo disini?"

Lelaki muda berwajah khas China. Memakai jas hitam lengkap. Gaya pakaian untuk bodyguard atau tangan kanan.

Tiga pemuda yang duduk diruang keluarga rumah besar itu. Heran melihat kedatangan sosoknya.

"Saya mencari Tuan kecil." Jawabnya menunduk sopan.

"Katanya disana ada masalah darurat. Kok Lo gak ngikut bantu?"

Lelaki itu malah menatap bingung. Cepat mengecek ponselnya. Lalu menggeleng. "Tidak ada panggilan. Saya mengambil cuti beberapa hari menemani Tuan kecil."

"Shin, jangan bercanda Lo." Rafael menatap tajam. Mencoba mencari kebohongan dari sosok itu.

Shin, lelaki 25 tahun yang bekerja sebagai pengawal pribadi Arka dan Luka. Merangkap sebagai tangan kanan Arka dan pengasuh Luka. Ia tidak berbohong. Mana berani dirinya.

"Terus apa yang penting disana?" Beo Derlan dengan pikiran menerka.

"Lo beneran gak tau disana ada apa?" Kembali Rafael bertanya. Memastikan saja.

"Tidak, Saya tidak mendapat panggilan tugas. Bila Tuan Muda ada tugas mendesak pasti saya dihubungi untuk menjaga Tuan kecil."

Benar juga, batin tiga pemuda itu. Namun masih cukup janggal. Apa yang sebenarnya Arka lakukan disana.

"Gua tau." Sebuah suara dari tangga. Membuat mereka menoleh bersama.

Logan turun dengan santai. Menatap Shin sejenak, lalu mengambil duduk pada sofa panjang yang kosong.

"Gua udah curiga sama Pangeran dari lama."

"Maksudnya Tuan besar?" Shin agak terkejut dengan panggilan itu. Namun, ia cukup tau Logan itu seperti apa.

"Gua sama Raden juga sempat curiga." Rafael menimpal, dengan wajah tenang.

"Lo beneran gak tau?" Logan menatap Shin tajam. Memastikan kembali.

Lelaki itu jelas menggeleng. "Tidak, bila saya tau pasti akan mengatakannya."

Yah, memang mereka percaya Shin. Lelaki itu bisa dikatakan adalah mata-mata mereka. Keadaan lelaki itu cukup menekan. Tidak ada yang tau bila mereka pada satu kubu.

Bahkan Arka sendiri.

"Apa yang Lo tau?" Raden angkat bicara. Setelah cukup lama diam.

"Gua belum yakin, tapi ada sangkut paut sama Kana." Balas Logan tenang. Melihat ponselnya sejenak.

"Shin, Lo tau kan harus apa?" Rafael menatap lelaki itu rumit. Namun penuh makna.

"Mengerti."

"Gua gak ngerti sama jalan otak bokapnya Kana." Derlan mengatakan apa yang dirinya simpan. "Dia seakan cuma berpihak sama Arka. Liat Kana masuk ICU aja dia gak mau."

SILENTIUM || End✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang