40. Senandung

988 67 9
                                    

"Tetap tersenyum lah diatas segala lara mu."
.
.
.
.
👑👑

Alunan nada paling indah baginya adalah rintik hujan yang membawa kedamaian. Kicauan burung yang terbang bebas bagai tanpa adanya beban. Hembusan angin yang memeluk lembut tubuh ringkih nya.

Namun satu hal yang mengerikan. Senandung lirih bagai alunan kematian yang datang.

Sosok dengan ribuan misteri. Keji, obsesi, dan menggila.

'Trangg..

Tongkat besi sepanjang 1 meter yang memukul pegangan tangga. Menimbulkan bunyi nyaring di senyapnya rumah.

Rafael menatap sekitarnya ngeri. Menelan ludahnya kasar saat melihat salah satu mayat dalam kondisi paling tragis.

"Hm.. kalian selalu membawa pistol kan?" Dion yang berdiri paling depan bertanya.

Pria itu membawa tongkat besi yang dia dapat dari bodyguard diluar. Maniknya pun tak lepas dari lantai atas yang kentara suram.

"Iya." Jawab keduanya serempak.

"Kode darurat, jangan bagian fatal. Hanya melumpuhkan."

Hey, walaupun ketiga pemuda itu tidak begitu masuk dalam dunia gelap. Mereka cukup tau artinya.

Rajen dan Kaisar diminta bersiap akan serangan dadakan. Tidak melukai, hanya harus melumpuhkan.

Dion tak bersuara kembali. Ia mulai melangkah menaiki tangga. Bersama tongkat besi yang dia seret. Menimbulkan bunyi nyaring di setiap langkahnya.

"Logan.."

Mereka agak tersentak mendengar suara pria itu yang berubah. Auranya pun lebih pekat. Nada tenang yang begitu menyimpan tekanan.

Ayah dan anak sama saja!

Rajen yang memang begitu tau tabiat sejenisnya tak bereakasi. Ia memasang wajah dingin. Tak terpengaruh akan aura Dion dalam sisi lainnya.

Langkah kakinya pun begitu tenang melewati semua anak tangga. Hingga sampai pada lantai dua. Mereka dapat melihat kekacauan yang ada.

Figuran yang di pajang sepanjang lorong hancur. Hiasan apapun sudah hancur. Mereka melihat jelas rantai yang ditinggalkan ditengah jalan.

Dion menatap rantai itu dengan tenang. Lalu memukulnya dengan tongkat besi.

"Logan, kamu mau main-main sama Ayah hm?" Tanyanya pada sunyi. Mereka jelas tak akan bersuara.

Pria itu menghela nafas. Lalu terbit lah senyum kecil. Namun jelas yang melihatnya merinding.

Maniknya melihat tiga pintu didepannya. Menelisik tempat mana anak itu berada.

"Ketemu." Katanya senang menemukan targetnya.

"Tidak seru langsung ketahuan," Rajen berkomentar. Melihat satu pintu yang memang jawabannya.

Dion mengangguk kecil. "Benar juga."

Apa dua pria ini sedang kumat?

SILENTIUM || End✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang