"Bayangan mu yang terus menjadi teman. Namun, jangan menjadi bayangan orang lain. Itu menyakitkan."
.
.
.
.
👑👑Penyesalan hadir sebagai pengingat. Sesuatu akan berakhir pada arah yang belum bisa kita gapai. Kesalahan akan mengambil keputusan yang salah. Meninggalkan jejak buruk yang mungkin sulit dilupakan.
Pemuda dengan jaket hitam yang duduk sendirian. Didepan ruangan yang sejak kemarin rasanya tidak bisa dia tinggalkan. Rautnya begitu cemas, penuh akan rasa sesal.
"Dek, maafin Kakak. Ayo bangun." Hari kedua sosok yang belum juga membuka mata. Ia sangat takut akan ke mungkinkan terburuk. Padahal dokter susah mewanti hal tersebut.
Serangan yang Luka alami tidak bisa terdeteksi. Seharusnya mereka memasang alat kejut didalamnya. Memberi reaksi saat jantung tiba-tiba berhenti.
"Apa yang terjadi?"
Arka terlonjak ditempat, menatap cepat sosok yang bersuara. Pria yang kini berdiri didepan pintu unit khusus. Menatap kedalam dengan pekat. Lalu sosok pemuda yang lebih pendek darinya.
"Papi?" Beo Arka terkejut melihat sosoknya.
Tapi pemuda itu yang berbalik ke arahnya. Wajah tanpa ekspresi, matanya begitu tajam. Seperti ingin menebasnya saat ini juga.
"Kenapa?" Tanyanya dengan dingin. Arka menelan ludahnya kasar.
Aura anak yang lebih muda darinya itu tidak bisa diremehkan. Ia bahkan merasa tercekik. "Kana nggak pernah mau berobat. Dia nggak mau jantungnya di sentuh lagi."
"Dokter menyarankan pemasangan ring atau ICD."
Ini yang Arka pusingkan. Tidak pernah mengerti bagaimana jalan yang Adiknya pilih. Ia ingin hidup, tetapi dengan ke adaan jantungnya yang sulit akan berbahaya. Bila kemarin Alan dan Raden tidak bertindak cepat kondisi Luka bisa sangat fatal.
Pria itu berbalik perlahan. Menatap datar sosok pemuda yang tidak lain ke ponakannya. Kaisar Neandro, salah satu orang penguasa dunia bawa. Sama seperti Daddy Arka. Tetapi ia bernaung di Rusia.
Kaisar adalah sepupu Pangeran, usianya lebih tua dirinya. Pemuda yang bersamanya adalah Putranya. Daniel Ken Neandro, pemuda 14 tahun yang begitu mirip sifatnya dengan sang Ayah.
"Apa yang Daddy mu lakukan?" Kaisar bertanya rendah.
Arka menggeleng pelan. "Daddy bilang kita lakuin terbaik. Tapi juga lihat apa Luka masih mau atau nggak."
"Tapi Kana udah nggak mau berobat. Kane bingung harus apa."
Kaisar diam, memandang ke pintu kaca kembali. Sosok yang kini terbaring tidak berdaya. Tubuhnya penuh akan alat. Melihatnya membawa memory lamanya kembali. Keadaan ini mirip dengan belasan tahun lalu.
Ken bungkam, mengambil duduk disebelah Arka. Memandang tajam Papinya. Ia mengatakan sesuatu lewat tatapannya. Membuat pria itu faham. Tetapi tidak menjawabnya.
"Kamu sayang dia?" Tanya Kaisar menatap pekat. Mata gelap tajamnya cukup mengintimidasi.
Arka mengangguk cepat. "Aku cuma punya dia."
Pria itu mengangguk kecil. "Maka hentikanlah permainan kalian." Katanya tenang. Membuat tubuh Arka menegang.
"Papi tidak tau apa yang sedang kalian rencanakan. Tapi satu hal jika kalian tidak ingin, lepaskan dia."
"Melepaskan, atau kehilangan?" Ken bersuara dingin. Ia cukup tau hubungan pelik ini. Sangat tidak habis pikir dengan semua ini.
Arka diam, mengepalkan kedua tangannya. Menggeleng dengan pelan. "Enggak akan."
KAMU SEDANG MEMBACA
SILENTIUM || End✓
Teen FictionLuka, seperti namanya. Begitu banyak luka dalam dirinya. Tanpa ada orang yang tau, seberapa dalam laranya. "Mereka yang mengabaikan ku. Lebih baik aku pergi tanpa harapan." {Sequel IMPERIUM}✓ 🦋🦋 [BELUM REVISI!] #PLAGIAT DILARANG MENDEKAT!! #Karya...