"Renjana hanya memberi luka."
.
.
.
.
🦋🦋Rindu itu rasa sakit yang tidak nampak. Hanya jiwa yang merasakan belenggunya. Siksa tanpa adanya luka yang berarti.
"Lo gak sekolah?"
"Enggak, gua mau ngajak Bocil main."
"Hem, kalau ada apa-apa telepon."
Pemuda yang sudah lengkap dengan seragam sekolah itu pergi. Meninggalkan dirinya yang menikmati sendirian sarapan paginya. Setelah selesai maid pun segera membersihkan. Ia lalu naik menuju kamarnya sendiri.
"Gua kira belum bangun." Katanya melihat sosok pemuda yang kini duduk ditepi ranjang.
Wajah manis dengan sedikit pucat. Matanya nampak masih sayu. Ia tersenyum miring melihatnya. "Mandi, habis ini kita keluar."
Mata bulat yang hampir terpejam itu kembali terbuka. Menatap penasaran. "Kemana?" Tanyanya.
"Rahasia, buruan."
Pemuda yang hanya setinggi bahunya itu bangkit. Berjalan gontai menuju kamar mandi. Ia lalu berjalan menuju lemari pakaian. Beberapa baju dengan warna cerah lucu yang ditata rapi.
Ia mengambil celana panjang berwarna biru laut. Lalu kaos lengan panjang berwarna putih polos. Logan melihat dimana koleksi topinya. Menerka mana yang cocok untuk Luka pakai.
Pada akhirnya pilihannya jatuh pada topi berwana abu-abu. Tak lupa ia mengambil masker hitam. Diletakkan apa yang telah ia pilih ke atas ranjang. Lalu segera keluar kamarnya. Menunggu pemuda itu dimeja makan.
Tidak sampai setengah jam sosok Luka turun. Mengenakan baju yang Logan pilihan, lalu membawa masker dan topi ditangannya. Kesan manis tergambar jelas darinya.
"Sarapan." Logan bersuara setelah melirik kecil. Masih fokus pada ponselnya.
Luka hanya mengangguk. Duduk disampingnya, mulai memakan sarapannya yang sudah tersedia. Hening, tidak ada yang bersuara. Mereka sibuk dengan aktifitas sendiri.
"Sudah." Kata Luka mendorong piringnya yang sudah kosong. Lalu menarik segelas susu untuk dia minum.
Logan mengangkat pandangan. Menyimpan ponselnya lalu mengangguk. Pemuda dengan kemeja biru muda berlengan pendek itu nampak puas.
"Ayo." Ditarik tangan mungil Luka lembut. Membawanya menuju garasi.
"Panas." Kata Luka melihat keluar yang begitu cerah. Membuat Logan mengerti.
Keduanya masuk kedalam mobil mewah berwarna hitam milik Logan. Melesat pergi meninggalkan rumah besar tersebut.
Entah mau kemana, Luka tau mau bertanya kembali. Nanti bisa menjadi masalah bila Logan marah. Niat hati ia tadi meminta sekolah. Tapi sudahlah, mana bisa.
.
.
."Pakai masker sama topinya."
Pemuda yang diberi perintah itu melakukan dengan cepat. Lalu melihat rumah besar dengan halaman yang sangat luas di depannya. Ia tak tau ini dimana, hanya heran melihat banyaknya orang berpakaian serba hitam.
Logan turun dari mobil, diikuti Luka yang masih bertanya sendiri. Pemuda yang lebih tua itu dengan lembut menarik tangannya kembali. Membawanya masuk kedalam rumah.
"Pagi Vir."
"Tumben pagi, Vir?"
Banyak orang yang menyapa Logan. Membuat Luka nampak mulai mengerti dimana dirinya. Bisa dirinya tebak ini adalah markas kelompok yang diketuai ayah Logan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SILENTIUM || End✓
Teen FictionLuka, seperti namanya. Begitu banyak luka dalam dirinya. Tanpa ada orang yang tau, seberapa dalam laranya. "Mereka yang mengabaikan ku. Lebih baik aku pergi tanpa harapan." {Sequel IMPERIUM}✓ 🦋🦋 [BELUM REVISI!] #PLAGIAT DILARANG MENDEKAT!! #Karya...