26. Losing?

488 38 4
                                    

"Musuh terdekat berjarak antara logika dan hati. Bernama empati dan ekspetasi."
.
.
.
.
👑👑

Ia mengerti, dia tau semua alasan mengapa lukanya sulit sembuh. Relungnya bagai jurang kematian tanpa tuan. Gelapnya bagai badai mematikan.

Siap menantikan, kapan dirinya hancur.

Tidak ada lagi cahaya mampu menerangi. Bayangannya sirna. Menghilang bersama kegelapan.

"Ngomong sekali lagi!"

Wajah tampan dengan manik tajam. Menatap penuh dengan emosi meluap. Suaranya terdengar dingin dengan aura menekan. Tangannya mencengkram pergelangan mungil yang kini memerah.

Sosok yang ditatap menunduk dalam. Menyembunyikan raut ketakutannya.

"Gua bedah jantung Lo sekarang juga, kalau Lo gak nurut sama gua."

Logan menarik dagu pemuda didepannya. Menatap netra gelap dibalik bingkai kacamata. Menyorot dengan begitu tajam.

Tangannya yang mencekal pergelangan tangan pemuda itu ia lepaskan. Lalu menunjuk pada dada kanannya. Menekan kuat dimana jantung yang kini berdetak dengan cepat. Membuat jam tangannya menyala dan berkedip. Memberi peringatan akan kondisinya.

"Masih mau ngelawan gua?" Tanyanya rendah.

Pemuda yang lebih pendek itu menggeleng kecil. Dia tidak akan bisa menang. Segalanya sudah dibelenggu.

"Adek!"

"Lo apain Kana sialan!?"

Seruan dan langkah kaki tergesa mendekati keduanya. Hingga bahu Logan didorong kuat. Menyingkirkan dari hadapan Luka.

Mereka berada disekolah, keadaan yang sudah sepi karena jam pulang sekolah berakhir setengah jam yang lalu.

Luka memang belum pulang. Kelas terakhirnya ada seni, mereka berada di depan ruang kelas lukis. Pemuda itu memang terakhir pergi. Namun Logan datang. Mempertanyakan penolakan akan suara rencana yang Logan berikan.

Logan tersenyum miring melirik Arka sejenak. Pemuda itu kini menatap dirinya nyalang. Bagai musuh yang begitu ia benci.

"Lo apain Kana?" Tanya Arka tajam. Kentara tak suka adanya Logan. Namun dia lebih khawatir dan terkejut.

Dia pikir Adiknya dan Logan tidak saling mengenal. Mengenai jantung yang ternyata milik saudara Logan. Dia sudah mewanti akan tindakan Logan bila tidak terima hal itu.

Satu Minggu Luka masuk sekolah semuanya biasa aja. Hingga hari ini dia melihat bagaimana adiknya nampak takut adanya Logan. Arka menyimpulkan dengan cepat. Logan seperti mengancam adiknya.

Logan tidak membalas, menatap Luka yang menatap dirinya pekat. Lalu tersenyum miring. "Ingat omongan gua, kalau dia mau aman." Setelah itu ia berlalu pergi.

Arka ingin bertanya, tetapi harus bungkam karena Luka menarik seragamnya. Ia menatap adiknya itu dengan khawatir.

"Kamu diapain sama dia? Bilang sama Kakak, jangan dipendam sendiri." Tanyanya lembut. Menelisik tubuh adiknya. Lalu pandangannya jatuh pada pergelangan Luka yang memerah, dan jam tangan yang menyala.

SILENTIUM || End✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang