34. Dynasty

446 34 4
                                    

"Sejauh apapun langkah mu, jangan lupakan rumah yang mampu memeluk mu erat."
.
.
.
.
👑👑

Ingatannya, penyesalan selalu datang diakhir. Maka, lihatlah langkah mu kedepan'nya. Tidak selamanya kamu akan terus terjebak pada jurang yang sama.

Namun, lagi. Bagi sosok Pangeran Rajendra, segala hal yang telah dia lakukan. Meninggalkan rasa sakit yang begitu dalam. Pada dirinya sendiri, juga orang lain.

Sosok yang begitu beku. Bongkahan es dalam hatinya hancur. Membawa rasa sakit yang begitu menyiksa batinnya.

Kehilangan, kepergian, dan kenangan.

Segalanya, hadir karena egonya sendiri. Terlalu mengikat akan mencekik, terlalu melepaskan akan kehilangan. Apapun yang berlebihan pasti tidak baik.

Hujan turun membasahi kota, bersama guntur bagai amukan semesta. Namun, sebagai saksi segala luka bagi setiap manusia yang ada.

Gundukan tanah yang masih basah. Banyak sekali karangan bunga menghiasi. Batu nisan sederhana. Sosok Pria yang terduduk di dekatnya. Memeluk batu nisan tersebut dengan bahu bergetar.

Tak peduli derasnya air hujan. Tak peduli tubuhnya yang kedinginan. Hatinya jauh lebih sakit. Beragam kata maaf tak dapat lagi dia katakan. Segalanya, hanya tinggal penyesalan.

"Maafin Abang, Dek. Maaf.."

👑👑

"Daddy mu kemana?"

"Dia bukan Ayah ku."

Keheningan pun melanda. Rumah besar yang kini ramai. Menyambut ke pulangan Tuan Kecil mereka.

Keadaan yang semula bahagia berubah beku karena satu pertanyaan. Arka memandang datar semua orang. Dari pengakuan Rajen kemarin dia menjadi pendiam. Dia masih cukup kecewa dengan semua orang diam. Bahkan Luka lebih dulu tau.

"Bersyukur lah, setidaknya kamu dari kecil mendapat kasih sayang seorang Ayah."

Entah ada apa dengan sosok Lukana. Dia lebih berani bicara sekarang. Bahkan mengutarakan sesuatu yang membuat mereka bungkam.

Arka bahkan tidak berkutik mendengar kalimatnya. Wajah tenang itu bahkan nampak acuh dengan reaksi semua orang.

"Jangan bilang ini ajaran Logan?" Rafael berbisik pada Raden yang duduk disebelahnya. Dia cukup terkejut.

Raden menggeleng tak tau. Namun cukup puas dengan keberanian Luka. Karena sejak dulu anak itu selalu diam.

"Dia benar-benar mirip Raja. Hanya terlalu dingin, seperti Rajen." Julian ikut berbisik pada Xigen. Dua pria itu kini saling berbisik sendirian. Membicarakan cucu mereka yang begitu mengejutkan.

Bagi Kaisar pun sama. Hanya Raja akan meledakkan amarahnya begitu saja. Namun, Luka sangat tenang seperti Rajen. Entah bagaimana rasa marah nya yang sebenarnya.

"Seperti yang gua bilang, Lo boleh pintar soal akademi. Tapi bodoh dalam perasaan dan analisa," Rafael berani berkomentar dengan jelas sekarang. Tidak salah, dia sudah sering memberi peringatan kepada Arka. Sayangnya, tidak mengerti juga.

SILENTIUM || End✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang