"Kebenaran memang menyakitkan, tapi lebih sakit terbohongi."
.
.
.
.
👑👑Ada sosok yang begitu gila akan kuasa. Ada pula sosok yang gila akan harta. Namun dirinya gila karena satu sosok. Permainan yang dirinya buat belasan tahun.
Menunjukkan, sekuat apa dirinya.
"Bisa nggak Lo sehari aja gak bikin ulah!?"
"Urusan sama Lo apa?"
Lima pemuda yang berniat berjalan-jalan di sekitar sekolah harus terhenti. Lorong sepi menuju taman belakang. Mereka melihat empat orang pemuda. Nampak ketegangan disana.
"Duh, balik nggak? Ada OSIS." Kevin agak resah. Jelas karena mereka membolos kali ini. Setelah istirahat karena tidak ada jam pelajaran mereka memilih jalan-jalan saja.
Tujuan taman belakang yang dibilang paling cocok. Namun apalah daya, mereka malah melihat Logan yang baru saja dipergoki merokok di sana. Arka yang nampak marah karena sudah lelah dengan sosok itu. Rafael dan Raden hanya menyaksikan.
"Heh! Kalian ngapain disana!?" Seru Rafael sadar hadirnya mereka.
Alan dan Calvin begitu tenang, melangkah terlebih dahulu mendekat di ikuti ketiganya. Luka tak memandang dua orang yang masih adu mulut itu. Berjalan pelan menatap mata Raden.
Mereka tidak bicara setelah sampai. Memandang bagaimana Arka dan Logan sudah sangat mendidih. Tapi tidak ada yang memisahkan.
"Siapa Lo ngatur gua?" Di dorong bahu Arka kasar. Menatap nyalang pemuda yang selalu saja mengatur itu.
"Berasa berkuasa Lo! se enaknya aja!"
"Gua?" Logan tersenyum miring. Mendekat dengan pelan. Menatap tajam pemuda itu. "Logan Althara, Cucu kesayangan Leonardo Alankar. Gua bebas disini mau apa aja."
Mereka tertegun sesaat. Melihat Logan membuka jati dirinya. Namun memang dia bisa segila itu.
"Cih, Lo pikir Lo siapa? Sok jagoan."
Arka mengepalkan tangannya. Lingkungan yang Logan bawa sudah berbeda. Dia jelas tau siapa Leo. Musuh Daddynya. Rasanya Logan membanggakan diri siapa dirinya. Seolah ke duanya berbeda.
Ia menatap pemuda itu dengan tenang. "Gua? Arkane Barata Putra Raja."
"Cucu kesayangan Arcilo Dixon, dan anak emas Pangeran Rajendra."
"Disini gua ketua OSIS, punya hak buat ngatur Lo dilingkungan sekolah."
Hening, Logan tersenyum miring. Melirik Luka di belakang tubuh Kevin. Ia dengan tenang mendekatkan diri. Berbisik dengan seringan.
"Kerja bagus," kekehnya lalu berbalik pergi. Meninggalkan mereka yang hening.
Arka menatap kepergiannya dengan dingin. Tidak mengerti seperti apa jalan otak Logan.
"Biarin aja, mau gimana juga nggak ada otak itu anak." Rafael bersuara, mengalihkan perhatian Arka kebelakang. Terkejut melihat beberapa anak.
"Kalian ngapain?" Tanyanya heran.
"Jalan-jalan," jawab Calvin tenang. Nampak tidak takut sama sekali.
"Ngapain keluar kelas kalau jam kosong, mau kena hukuman!?" Mode galaknya ada lagi. Belum sadar ada adiknya yang bersembunyi.
Raden sudah sadar sejak tadi mendekat. Menarik pelan pemuda itu lalu menggendongnya. "Pergi." Satu kata ia pergi terlebih dahulu.
Arka masih terkejut, tidak bersuara mengejar keduanya. Rafael yang ditinggal menghela nafas. "Kalian kembali ke kelas aja. Kalau mau bolos cepat cari tempat aman. Kana sama kita dulu."
![](https://img.wattpad.com/cover/367330497-288-k521605.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SILENTIUM || End✓
Teen FictionLuka, seperti namanya. Ia adalah simbol dari kesakitan yang tak terlihat, menyimpan begitu banyak luka yang tak pernah bisa diungkapkan. Tidak ada yang tahu seberapa dalam lara nya, seberapa berat langkahnya menjalani hidup. "Mereka yang mengabaikan...