"Selamat pagi Pak Seokmin, Bu Youngji. Silahkan duduk" satu aparat keamanan rumah sakit menyambut kedatangan Papa dan Bunda dikantor staff keamanan.
Papa dan Bunda mengambil tempat duduk didepan dokter Hanna yang duduk didampingi oleh 2 aparat kepolisian.
Dokter cantik jelita itu tampak tersenyum lebar, matanya berbinar melihat kedatangan Kim Seokmin yang baginya cukup mengejutkan.
"Wow...kejutan banget ada Pak Seokmin! Met pagi, Pak. Gimana kabarnya? Lama gak ketemu ya?" Sapa dokter Hanna dengan luwesnya.
Raut wajah dokter Hanna yang berseri tanpa ada rasa takut seolah menunjukkan sepertinya wanita itu lupa jika ia adalah biang kekacauan pagi itu. Tangan mulus dan lentiknya terulur untuk meminta berjabat tangan.
Dengan ekspresi datar, Papa menyambut jabatan tangan dokter Hanna dan dengan cepat melepasnya sebelum kemudian merangkul bahu Bunda yang duduk disebelahnya sementara dr. Hanna justru terkekeh geli melihatnya.
"Drama banget sih kalian? Ga usah play victim deh. Heh, yang korban tuh gue ya!" Ujar Dr.Hanna seraya masih terkekeh.
Papa dan Bunda tampak mengabaikannya karena tepat disaat yang sama seorang polisi yang duduk disebelah kanan dr. Hanna membuka percakapan.
"Bisa kita langsung pada masalahnya, Pak Seokmin?"
"Silahkan. Anak saya, Seokjin, bilang kalau Dr. Hanna mau minta damai ya? Jaminannya apa?" Tanya Seokmin dengan tegas.
****
Mata bulat besar itu beberapa kali mengerjap sementara pemiliknya sedang mencerna ucapan Seokjin.
"Gimana? mau tinggal di apartemen sama Kakak? ada playgroudnya, deket toko es krim, toko burger. Kamu suka banget kan makan es krim sama burger?" Ulang Seokjin. satu tangannya mengusap-usap pelan pipi Jungkook yang halus dan lembut bak kulit bayi.
Tentu saja Seokjin tidak bermaksud serius mengajak Jungkook untuk tinggal bersamanya karena bagaimanapun Seokjin paham bahwa Jungkook masih dibawah umur dan belum saatnya bagi anak itu untuk tinggal terpisah dari ibunya.
"Tinggal di apartemen?"
"Iya, kalo Kakak ga bisa tinggal dirumah. Kan apartemennya udah dibeli, ga mungkin dibiarin kosong kan?"
"Bohong" sergah Jungkook tiba-tiba.
"Loh? Bohong gimana maksudnya?" Tanya Seokjin dengan ujung alis berkerut.
"Kakak bohong. Kakak gak mau tinggal dirumah karena ada Papa kan?"
"Emang kenapa kalo iya? Ga boleh?" Tanya Seokjin sambil tersenyum sinis.
"Kakak Seokjin ga boleh gitu! Itu kan Papanya Kakak"
"Terus kenapa emangnya kalo Papanya Kakak?"
"Iih, Bunda bilang kalo keluarga tuh gak boleh berantem. Harus rukun tau?!"
"Hahaha! Ngga selalu rukun juga ga apa-apa kali. Lagian itu kan bukan Papanya Kakak tapi Papanya Jungkook. Ga rukun juga ga masalah. Hahaha!"
Bagi Seokjin perkataan Jungkook memang terdengar sangat polos dan lucu sesuai usianya jadi tawa si tampan itu meledak begitu saja ditengah gurauannya.
Sayangnya Seokjin lupa akan satu fakta penting.
Jungkook memiliki hati yang sangat lembut. Perasaannya begitu halus dan mudah terluka. Pembawaannya saja lucu, banyak tingkah dan sangat bawel namun hati Jungkook memang sangat lembut.
Ketika mendengar Seokjin mengatakan jika Papa bukanlah Papa kakaknya tapi Papa Jungkook, hati Jungkook yang lembut mendadak tertusuk.
Bagi Jungkook, kata-kata Seokjin begitu tajam yang mengingatkan si bungsu bahwa mereka berbeda ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUNSET SKY
FanfictionMemiliki tiga kakak dengan rentang usia yang cukup jauh menjadi berkah tersendiri untuk hidup Kookie terutama jika itu menyangkut Kakak kedua dan Kakak ketiganya kecuali Kakak sulungnya yang bahkan tak pernah menatapnya.