Sesampainya diapartemen, Seokjin segera masuk kamar, duduk di meja kerjanya dan memeriksa kembali semua tagihan rumah sakit yang baru saja ia bayarkan beberapa saat yang lalu.
Jumlahnya memang cukup fantastis.
Masalahnya sejak awal, keluarganyalah yang mengurus semua administrasi rumah sakit dan saat itu Seokjin tidak ambil pusing karena kondisinya yang begitu sakit dan lemah.
Andai saja sejak awal administrasinya diurus dengan menggunakan asuransi kesehatan yang dia dapat dari kantor tempatnya bekerja, pasti ia tidak perlu mengeluarkan sekian banyak uang karena sebagian biaya ditanggung oleh asuransi.
Tapi nasi sudah menjadi bubur.
Seokjin kembali memeriksa jumlah rekening tabungannya dan seketika ia kembali menghela nafas lemas.
Jumlah uangnya hanya tersisa beberapa juta saja. Cukup untuk membayar sewa apartemennya bulan depan tapi tidak untuk bulan berikutnya.
Selain itu, karena telah absen bekerja selama hampir 2 minggu, bisa dipastikan bulan depan ia hanya akan menerima gaji setengah dari biasanya.
Memikirkan hal tersebut semakin membuat Seokjin gelisah. Bagaimana i akan membiayai semua kebutuhannya? Makan, Biaya listrik, air, bensin mobil serta tagihan bulanan perawatan apartemen?
"Duuh gimana ini..." gumam Seokjin lirih.
Ditengah kegelisahannya, Seokjin memutuskan untuk mengambil ponselnya dan menghubungi bagian kepegawaian kantor untuk melapor bahwa besok ia sudah bisa kembali bekerja. Untuk sisa masalahnya, Seokjin memutuskan untuk memikirkannya lagi nanti.
"Hai Seokjin gimana kabarmu? Sudah sehat?" Sapa bagian kepegawaian sesaat setelah panggilan tersambung.
"Iya Bu Lee. Saya sudah sehat. Hari ini saya menelepon untuk kasih tahu kalau besok saya sudah bisa kembali bekerja"
"Wah kebetulan sekali. Kemarin Pak Hwang memberitahu saya kalau sebenarnya ada hal yang mau dia bicarakan sama kamu"
Seketika Seokjin panik saat mendengar nama bos besar disebut. Apa dia membuat kesalahan? Apa ia akan dipecat karena terlalu lama absen?
"S-saya mau dipecat ya Bu?"
"Haha.. Bukaan. Kamu bukan mau dipecat" jawab staff Lee sambil tertawa.
Seokjin pun menarik nafas lega karena ketakutannya tidak terjadi meski ia masih sangat penasaran ada hal apa.
"Kamu langsung saya sambungkan ke Pak Hwang aja ya. Tunggu sebentar"
"B-baik Bu"
Tidak lama kemudian Seokjin pun tersambung dalam panggilan audio bersama Pak Hwang. Dan beberapa saat setelah ia mendengar Bosnya itu mengutarakan maksudnya, raut wajah Seokjin yang tadinya panik serta gelisah kini berubah menjadi cerah.
Bahkan gurat pucat diwajah karena baru saja pulih dari sakit seketika sirna, tertelan oleh binar bahagia dari senyum cerahnya.
"B-baik Pak, saya terima tawaran Bapak"
"Bagus. Kalau begitu kamu bisa ke kantor besok untuk mengambil dokumen kepindahan kamu"
"Baik, Pak. Saya mengerti"
****
"Serius lo mau ambil tawaran itu?" tanya Yoongi yang malam itu datang ke apartemen Seokjin bersama Ken si tetangga sebelah.
Disana juga ada Namjoon yang datang membawakan makan malam untuk Kakaknya.
"Apa gue punya alesan buat ga ambil tawaran itu? Mungkin ini udah jalannya, Yoon. Gue lagi terpuruk secara fisik dan mental dan tawaran ini jadi kesempatan yang bagus buat gue bisa bangkit" jawab Seokjin sembari sibuk mengemasi barang-barangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUNSET SKY
FanfictionMemiliki tiga kakak dengan rentang usia yang cukup jauh menjadi berkah tersendiri untuk hidup Kookie terutama jika itu menyangkut Kakak kedua dan Kakak ketiganya kecuali Kakak sulungnya yang bahkan tak pernah menatapnya.