Youngji hanya bisa terbelalak sementara otaknya terus memproses apa yang sedang terjadi sekarang.
Seokjin menempatkan dirinya dibelakang agar terlindung dari aksi brutal dr.Hanna. Bukan hanya itu tangan kanan Seokjin kini juga sedang menggenggam erat tangannya seraya menghardik dr.Hanna dengan raut penuh amarah.
"Dok, Tindakan dokter itu udah termasuk penyerangan. Saya bisa laporin ke polisi lho" peringat Seokjin.
"Dia udah menghina saya, Seokjin! Memangnya dia siapa berani menghina saya??" Jawab dr.Hanna membela diri.
"Ibu saya bukan menghina dokter. Tadi dia cuma nanya, apa dokter masih penasaran sama Papa saya. Kalo memang jawabannya enggak, harusnya dokter gak perlu bereaksi yang berlebihan"
Wanita cantik berambut panjang yang diwarnai coklat terang itu pun hanya bisa menatap nanar sosok Seokjin.
Hantaman rasa malu menyapa benak Hanna. Perkataan Seokjin yang sederhana nyatanya mampu menusuk harga diri Hanna. Wanita itu tak habis pikir, bagaimana bisa dirinya tampak sepicik ini.
"Justru dokter yang menghina Ibu saya, ngatain Ibu saya Babu. Apa pantes kata itu diucapin seorang dokter ahli?" lanjut Seokjin sebelum laki-laki itu mengedarkan pandangan keatas langit-langit mencari sesuatu disana.
"Bagus, Disini ada 2 CCTV. Kita ke kantor polisi sekarang deh atau dokter mau dijemput polisi dirumah?" Tantang Seokjin yang terlanjur meradang.
Dengan tangan yang bebas dari genggaman Seokjin, Youngji meraih lengan Seokjin untuk mencegah si sulung semakin emosi. "Kak, udah, udah. Cukup. Lebih baik masalah ini ga usah diperpanjang" ucap Youngji lirih.
"Gak bisa dong, Bun. tadi dia udah aniaya Bunda!"
Bunda.
Serasa hampir lepas jantung Youngji kala telinganya menangkap suara gamblang Seokjin mengucapkan kata itu untuk yang pertama kali dalam hidupnya.
Sungguh tak bisa dipercaya.
Apa Seokjin mendengar semuanya? Batin Youngji. Ia pun semakin tak mampu berkata-kata. Sampai akhirnya ia merasakan sensasi panas di kedua kelopak matanya. Ada sesuatu yang mendesak keluar dari sana.
Airmata.
Buliran bening itu pun menggenang di pelupuk bulat yang sangat mirip dengan mata indah si bungsu Jungkook.
Belum sempat Youngji merespon lagi, dua petugas keamanan berbaju serba hitam datang dan bertanya tentang keributan apa yang sedang terjadi diantara mereka.
"Bunda balik aja ke UGD. Biar aku yang urus masalah ini" kata Seokjin.
"Tapi Bunda masih harus daftarin Kookie" jawab Youngji lirih. Wanita itu menunduk untuk menyembunyikan pelupuknya yang semakin penuh dengan airmata yang siap tumpah kapan saja.
"Nanti aku aja yang daftarin. Cuma daftar doang kan?"
"Iya"
"Ya udah Bunda balik aja ke UGD sekarang. kasihan Kookie, Siapa tahu dia udah bangun"
Youngji hanya menjawabnya dengan anggukan sebelum kemudian ia melepas tautan tangannya dari tangan si sulung lalu melangkahkan kaki kembali ke UGD.
Setibanya disana Youngji melihat Jungkook masih tertidur pulas. Dibenahinya selimut Jungkook yang tersingkap dibagian kaki lalu wanita itu duduk di kursi samping ranjang untuk menenangkan diri.
Airmata yang sedari tadi tertahan akhirnya tumpah juga. Mengalir lancar membasahi pipi mulusnya.
Emosi Youngji begitu campur aduk pagi itu. Tindakan dr.Hanna sangat menyakiti hati dan fisiknya namun meski begitu Youngji masih bisa menahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUNSET SKY
FanfictionMemiliki tiga kakak dengan rentang usia yang cukup jauh menjadi berkah tersendiri untuk hidup Kookie terutama jika itu menyangkut Kakak kedua dan Kakak ketiganya kecuali Kakak sulungnya yang bahkan tak pernah menatapnya.