Mata bulat bening itu terus menatap Seokjin seraya menanti jawaban.
Siapa sangka Jungkook akan berucap dengan sangat terus terang membuat Seokjin seolah tertampar di kedua pipinya dengan keras.
Jika Seokjin bisa, ingin sekali dia menjawab iya.
Iya benar, Seokjin tidak suka pulang kerumah sejak Papa membawa istri barunya yang tadinya tinggal di Busan lalu diboyong untuk tinggal bersama di Seoul.
Dan sayangnya istri baru itu adalah Bunda kandung Jungkook. Seokjin jadi merasa serba salah. Tidak adil juga bagi Jungkook jika Seokjin harus menyakiti perasaannya.
"Kata siapa Kakak gak suka sama Bunda?" berusaha setenang mungkin, Seokjin mulai angkat bicara.
"Gak kata siapa-siapa"
"Lah, terus kenapa Kookie jadi sok tahu? Nanyain hal yang aneh-aneh kaya gitu"
"Adek pernah lihat Bunda nangis"
"Hah?" dahi Seokjin mengkerut. Tak paham dengan kalimat Jungkook.
"Iya, waktu adek diajak Bunda ke makam Mama Nami, disana Bunda nangis"
"A-apa? Nangis kenapa emangnya?"
"Bunda nangis sambil nyebutin nama Kakak Seokjin tapi adek lupa Bunda ngomong apa waktu itu. Lama banget Bunda nangisnya sampai matanya bengkak"
Deg.
Untuk Jungkook, enteng saja anak itu bercerita apa adanya namun bagi Seokjin hampir copot rasanya jantung Seokjin dari tempatnya.
Di satu sisi, si sulung tampan itu cukup terkejut mendengar bahwa ternyata Bunda Youngji menyimpan kepedihan yang begitu mendalam tentang dirinya.
Jika Youngji seorang wanita jahat yang telah merebut Papa dari Mamanya seperti pemikiran Seokjin selama ini, seharusnya Youngji tidak perlu terlalu terbawa perasaan dengan sikap acuh salah satu anak tirinya sampai-sampai dia mencurahkan isi hatinya sambil menangis begitu lama di depan pusara Mama.
Hah! Seokjin jadi semakin pusing memikirkannya. Semuanya terasa semakin rumit saja.
Sementara di sisi lain, Seokjin juga merasa iba karena Jungkook harus menyaksikan hal yang seharusnya tidak ia lihat sehingga membuat anak sekecil itu jadi berpikiran buruk.
Seokjin menaruh sendok di dalam mangkuk dan berhenti menyuapi Jungkook sejenak. Dia harus memberi anak itu pengertian agar tidak berpikiran semakin jauh tentang hal ini.
"Adek, sini. Duduk dipangkuan Kakak" Seokjin menarik pelan tangan Jungkook.
Jungkook menurut. Kini anak itu sudah duduk di pangkuan Seokjin dengan sepasang bola mata bulat menatap mata legam Kakaknya.
"Tentang Bunda nangis di makam Mama, jangan diinget lagi ya dek? Gak baik, adek masih kecil, gak seharusnya inget-inget masalah orang dewasa. Lebih baik Kookie inget tentang pengalaman seru di sekolah atau dirumah bareng temen-temen Kookie. Oke?"
Kepala kecil Jungkook mengangguk.
"Mungkin waktu itu Bunda sebut nama Kakak karena Bunda kangen, pengen semua anak Papa ngumpul dirumah tapi gak bisa karena Kakak tinggal terpisah"
"Waktu itu Kakak baru balik dari Jeju"
"Nah kan, Bunda pasti cuma lagi kangen doang kita kumpul sekeluarga tapi keadaannya lagi gak bisa. Pasti Bunda juga lagi ngekhawatirin Kakak karena tinggal sendiri, jauh dari keluarga"
Bagi Seokjin itu jawaban paling bijaksana yang bisa dia beri. Seokjin sama sekali tidak menjelek-jelekkan Bunda namun justru memberikan kesan positif tentang wanita itu didepan Jungkook.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUNSET SKY
FanfictionMemiliki tiga kakak dengan rentang usia yang cukup jauh menjadi berkah tersendiri untuk hidup Kookie terutama jika itu menyangkut Kakak kedua dan Kakak ketiganya kecuali Kakak sulungnya yang bahkan tak pernah menatapnya.