45.Tanpa Lisa

83 15 42
                                    

Hallooo, selamat siang!

Happy Reading!! ヾ(^-^)ノ

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.


Haikal masih tetap setia berdiri sedari tadi. Kini, ia mendatangi sebuah tempat yang menjadi alasan kedukaan bagi banyak orang. Ada sebuah doa yang mengalir dan ada lontaran kata-kata yang di iringi dengan air mata.

Tempat ini hanya diisi dengan duka dan tangis tulis dari para manusia yang merasakan sebuah kehilangan abadi.

Pemakaman. Tempat atau bisa dibilang rumah terakhir. Sejak jenazah Lisa dimasukkan ke dalam liang lahat, Haikal sama sekali tak bergeming sedikitpun, ia masih tetap setia menatap gundukan tanah yang sudah dihiasi dengan beberapa bunga tersebut.

Satu persatu pelayat mulai pergi, hanya menyisakan mereka-mereka saja yang benar-benar sangat terpukul dengan acara kali ini.

Haikal masih tetap berdiri, ia enggan untuk bergerak sekarang. Dapat ia lihat Sara yang mencoba menenangkan Lucky yang masih menangisi makam sang Ayah, bocah itu pasti sangat terpukul.

Sementara di bawahnya, ia melihat Putra yang terduduk lemas disamping makan Lisa. Cowok itu tak menangis maupun bersuara, namun, Haikal tau bahwa Putra telah kehabisan air mata untuk menangis sekarang.

"Gua masih gak percaya Lisa pergi secepet ini."

Haikal hanya membalas ucapan Angga dengan anggukan kecil. Matanya masih tetap setia memandang batu nisan itu, Haikal bahkan sekarang tak mampu berekspresi apapun.

"Pulang duluan, ya? Gua masih harus jagain Bella," ujar Angga.

Haikal kali ini menoleh ke samping. "Titip salam buat Bella kalau dia udah sadar."

Angga mengangguk mendengar jawaban Haikal. Ia lalu merangkul pundak Mama nya dan segera berlalu pergi meninggalkan tempat ini dengan Mama nya, diikuti Amira dan Arga dari belakang juga tentunya.

Ia kembali menatap ke arah makam Lisa, ia mulai mengabaikan semua yang ada disini sekarang. Bahkan tangisan Lucky pun ia abaikan, ia hanya fokus memandang gundukan tanah dibawahnya itu.

"Haikal."

"Haikal?"

"Kal?"

"Haikal!"

Panggilan Nanda tepat disebelah telinganya berhasil membuat Haikal menoleh, ia berdecak kesal sambil menatap gadis tersebut.

"Nanti ayo ke kantor polisi," ajak Nanda.

Haikal kembali menatap batu nisan yang sedari tadi ia perhatikan itu. "Ngapain?" tanya Haikal dengan nada yang bisa dibilang 'malas'.

"Lihat Ayah lu, Kal."

Haikal sudah menebak bahwa ini yang akan dikatakan Nanda. "Males," jawab nya.

"Kal, satu kali aja ya? Nanti disana lu bisa deh bentak bentak Om Viktor sesuka dan sepuas lu."

Haikal terdiam mendengar ucapan Nanda. Jika difikir-fikir, gadis itu ada benarnya juga. Jika dirinya pergi ke tempat penampungan orang-orang berdosa itu pasti dirinya bisa melupakan emosi yang sudah lama ia pendam kepada Viktor selama ini.

"Oke, ayo. Berdua aja."

Nanda tersenyum mendengar jawaban Haikal. Bukan bermaksud apa-apa, Nanda hanya ingin Haikal melihat keadaan Ayahnya saat ini. Nanda ingin membuat Haikal mengingat siapa yang telah berupaya membiayai semua keperluan Haikal disekolah sampai cowok itu mempunyai banyak sekali prestasi sekarang.

Hai, Haikal! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang