48.Takdir Tuhan

41 6 31
                                    

hallooo rek, selamat malam!
gimana kabarnya?

sudah lama tidak update, ini waktu nya kita kembali ke mas haikal yaa wkwk!

happy reading! ♡´・ᴗ・'♡

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Nanda berlari kecil menyusuri lorong rumah sakit yang sangat luas ini, dibelakangnya ada Haikal yang mau tak mau harus mengikuti langkah kaki cepat milik gadis itu.

Nanda berhenti, Haikal pun ikut berhenti. Melihat Nanda yang tak kunjung melangkah, Haikal menatap tajam pada sesuatu di depan mereka. Dan yang ia tangkap dengan matanya adalah bebarapa manusia yang tengah menangis.

Beberapa dari mereka mulai masuk ke dalam ruangan tersebut, meninggalkan seorang cowok beserta dokter yang masih tetap berdiri di depan ruangan tersebut.

Haikal menghela nafas, ia nampaknya sudah tau apa yang tengah terjadi saat ini. Ia mengenggam tangan Nanda. Bagaimanapun juga, ialah yang saat ini paling bisa menenangkan sahabat masa kecilnya itu.

"Ayo, Nan." Ia melangkah terlebih dahulu, Nanda hanya mengikuti dirinya sambil menatap kosong ke arah depan.

"Ga?"

Cowok tersebut menoleh setelah tersenyum kepada dokter yang telah berlalu. Angga menatap keduanya, Haikal dan Nanda, dengan tatapan lemas.

"Kenapa, Ga?" tanya Haikal. Sebenernya cowok ini hanya berpura-pura saja bertanya, karena dasarnya ia sudah menebak apa yang terjadi.

Angga menggeleng lemah sambil menatap ke lantai bawah. "Dia udah nggak ada, Kal."

Seketika genggaman mereka terlepas. Haikal langsung menengok ke arah Nanda yang ternyata sudah terduduk lemah di lantai.

Haikal tak berekspresi apapun, ia tau bahwa inilah yang terjadi semenjak mereka melihat beberapa orang menangis tadi. Ia kemudian berjongkok, menyamakan tingginya dengan Nanda.

"Nan?"

Gadis itu tetap menunduk, bibirnya bergetar menahan isak tangis yang akan keluar. Bibirnya tampak berat sekali untuk berbicara, seakan mulutnya tak boleh mengeluarkan apapun kecuali tangisan.

Angga menatap keduanya, ia juga merasakan kehilangan. Namun, mungkin Nanda lebih mengalami hal tersebut mengingat Nanda adalah orang yang selalu bersamanya.

"Nan, ikhlas."

Akhirnya satu isak terdengar, Nanda nampak sudah tak mampu menahan air matanya kali ini. Ia menundukkan kepalanya, sembari menyeka beberapa air mata yang hendak keluar.

"K-kenapa sahabat gua pada ninggalin gua sendiri, Kal... "

Nanda benar-benar sudah tak karuan, air matanya benar-benar telah membasahi wajah cantiknya. Keringatnya bercucuran membuat rambutnya agak menjadi sedikit lepek.

"Iya Nan iya, gua tau. Ikhlas in, ya?" Mencoba menenangkan dengan kata-kata yang lembut nampaknya tak membuat usaha Haikal berhasil. Nanda justru semakin terisak.

"Nanda!!" Seruan terdengar dari ujung lorong. Haikal dan Angga otomatis langsung mengalihkan perhatiannya.

Haikal berdiri dari duduknya dan menempatkan dirinya disamping Angga. Ia memberi ruang pada Rayyan untuk menenangkan Nanda.

Langsung di dekap dengan erat tubuh yang lebih mungil darinya. Rayyan dapat merasakan getaran hebat dari tubuh Nanda, rasanya cowok ini tak akan mau melepas pelukan ini melihat keadaan Nanda sekarang.

Hai, Haikal! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang