44.Rumah sakit

132 32 33
                                        

Happy Reading! ヾ(^-^)ノ

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Haikal, cowok itu tak dapat menangis sekarang. Namun, hati Haikal merasakan sakit yang luar biasa. Ia sedari tadi menunduk sambil menatap wajah pucat Lisa. Pandangannya tak teralihkan dari manapun.

Sampai saat dimana jezanah Alex datang, Haikal masih tetap memandang Lisa. Cowok itu seperti enggan untuk memalingkan pandangannya dari Lisa.

Jenazah mereka berdua akan dikuburkan besok pagi, dikarenakan keadaan sekarang sudah malam dan ditambah hujan deras diluar. Jadinya jenazah akan menginap di rumah terlebih dahulu.

Haikal sendiri sudah izin kepada Nisa untuk tetap disini, menginap, atau lebih tepatnya menemani jasad Lisa. Bukan Haikal yang meminta izin, lebih tepatnya Nanda tadi yang meminta izin kepada Nisa untuk Haikal.

'Lis, ayo balik. Gua mau buka hati buat lu,' lirih Haikal dalam hati.

Orang-orang benar, bahwa penyesalan selalu datang di akhir. Sekarang, Haikal tengah mengalaminya. Mengalami sebuah penyesalan yang membuat nya cukup sedih.

Ah, andai waktu bisa diulang, Haikal pasti akan memperbaiki seluruh kesalahannya. Haikal sebenernya belum benar-benar menyukai Lisa, namun saat mendengar gadis itu telah berpulang membuat Haikal merasa sangat kehilangan.

Ia melamun, sambil tetap memandang wajah Lisa. Sampai sebuah tepukan mendarat tepat di pundaknya. Haikal tersadar dari lamunannya, namun pandangannya masih tetap lurus ke arah Lisa.

"Kal, makan dulu." suara Nanda terdengar serak, khas seperti orang yang baru selesai menangis.

Haikal menggeleng pelan, ia tidak memiliki niat untuk makan. Walaupun perutnya sudah meronta-ronta meminta untuk diisi, namun mulut Haikal sama sekali tidak ingin untuk dimasuki apapun.

"Udah, ayo makan!" Nanda berdiri, ia menarik tangan Haikal dengan kasar membuat Haikal terpaksa harus ikut berdiri.

Nanda mengernyit, Haikal terasa sangat ringan untuk sekarang. Atau mungkin ini efek Haikal sedang lemas melihat kondisi Lisa membuat tubuhnya jadi mudah untuk ditarik. Nanda menyingkirkan fikiran nya itu, yang terpenting sekarang adalah ia harus memberi Haikal makanan.

Haikal menatap beberapa lauk di meja makan, namun dirinya tak kunjung mengambilnya. Membuat Nanda yang sedang mengambilkan lauk untuk Rayyan menatapnya bingung.

"Ya ampun, Haikal!" Nanda geram sendiri. Sekarang tugasnya adalah untuk mengurusi mereka semua, ia harus terlihat tegar walaupun sebenernya hatinya juga sedang rapuh.

Nanda memberikan piring yang ditangannya kepada Rayyan. Lalu tangannya bergerak lagi mengambil piring dan menaruh nasi, dilanjut menaruh beberapa lauk di piring tersebut.

"Nih, Kal. Harus dimakan!" Nanda menyodorkan piring tersebut kepada Haikal. Haikal hanya menatapnya dengan sendu membuat Nanda lagi-lagi menghela nafas atas kelakuan Haikal.

"Ambil, Haikal! Gua masih ada pekerjaan, jangan gini dong, Kal!"

Haikal segera mengambil piring yang berada di tangan Nanda. Berbeda dengan lainnya yang sedang makan di meja makan atau lesehan di tikar yang sudah disediakan, Haikal malah makan dihadapan jezanah Lisa.

Nanda dan Fitri yang melihat itu lantas langsung saling pandang. Keduanya menatap miris kepada Haikal.

"Pasti Haikal lagi nyesel banget," ujar Fitri.

Nanda mengangguk setuju atas perkataan Fitri. "Jelas, sih," jawab Nanda, diakhiri helaan nafas diakhir kalimatnya.

Fitri tersenyum, namun sangat tipis. Sungguh, benar-benar tipis. "Lisa perginya cepet banget, sih. Ya Allah ... "

Hai, Haikal! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang