Kita itu beda
Hidup dia cerah, hidup gua suram.
Dia terang, gua gelap.
Dia suka keramaian, gua suka kesendirian.
Dia terbuka, gua tertutup.
Dia pemaaf, gua pemarah.
Intinya kita benar-benar nggak cocok, namun kita malah memaksa untuk saling men...
Putra yang baru saja melepas kedua sepatunya langsung menatap mama-nya dengan penuh tanda tanya.
Putra berdiri, berjalan dua langkah kedepan. "Maksud Mama?"
Dara menghela nafas. "Tadi Mama lihat Fitri jalan kaki waktu pulang sekolah," Dara menjeda kalimatnya.
Putra kaget, namun ia tetap mempertahankan ekspresi bingung nya. Ia lupa bahwa ia dan Fitri adalah tetangga.
"Mama tanya kenapa kamu nggak nganterin dia, kata dia, kamu ada tugas dari guru. Emang tugas apasih Putra? Sampai kamu biarin anak gadis baik kayak dia pulang jalan kaki sendiri!"
Dalam hati Putra sangat bersyukur dan berterimakasih pada Fitri, sebab gadis itu telah berbohong demi keselamatan nya dari murka sang Mama.
"Putra disuruh nganterin anaknya Bu Anik pulang dulu, Ma. Nggak tau kenapa Putra yang disuruh." Putra berbohong. Sebenarnya kejadian ia mengantar putri sulung Bu Anik adalah kejadian lusa lalu.
Sekali lagi Dara menghela nafas. "Kalau guru kamu yang nyuruh, Mama nggak bisa bantah. Tapi lain kali pesenin taxi atau ojek online buat Fitri ya sayang, kasian dia jalan kaki kayak gitu tadi." tutur Dara. Wanita itu menasehati putra nya dengan lembut.
Putra tersenyum sekilas lalu senyuman itu luntur. "Iya, Ma." jawab nya singkat.
"Yaudah, sekarang kamu bersihin badan dulu sana, bau!"
Putra terkekeh pelan, lalu segera meluncur ke kamar mandi. Tak mau membahas soal Fitri lagi, lebih baik dirinya segera pergi dari hadapan Mama-nya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Fitri menutup pintu kamarnya dengan perlahan, lalu membalikkan tubuhnya. Menundukkan kepalanya, tangannya mencengkram erat rok pendek selutut yang tengah ia kenakan.
Di remas dengan kuat rok tersebut, melampiaskan semua perasaannya saat ini. Perlahan namun pasti, air mata meluncur dari matanya. Tak ketinggalan, satu isakan ikut terdengar. Badannya lemas, tubuhnya merosot sampai ke lantai. Ia menatap kakinya yang tadi ia gunakan untuk berjalan pulang dari sekolah sampai rumah sendirian.
"Jahat banget lu Put!" ujar Fitri, dengan kekesalan yang sudah ia simpan sedari tadi.
"Lu nggak pernah sekalipun ngelirik ke gua! Selalu aja Lisa yang lu utamain! Lisa, Lisa, Lisa, dan Lisa! Selalu Lisa yang lu duluin!" keluh kesah yang selama ini ia tahan akhirnya ia lampiaskan pada dirinya sendiri.
Tangannya terangkat untuk menjambak rambutnya, membiarkan dirinya meluapkan semua kemarahannya dan kekecewaannya pada sosok sahabat masa kecilnya itu.
Sahabat cowok yang dulunya selalu ada bersama dia. Bahkan disaat dirinya membutuhkan pertolongan, dia nya selalu ada. Namun kali ini seperti ada orang ketiga yang masuk dalam tengah-tengah yang membuat hubungan keduanya renggang.