40.Soal Rangking

72 19 60
                                    

Lisa mematung setelah mendengar penuturan Haikal tersebut. Ia melongo tak percaya bahwa dugaannya selama ini memanglah benar.

"Jadi, Syifa ini Adik kamu, Kal?!" dramatis sekali gadis ini sampai berteriak heboh sendiri.

Haikal nampak menghela nafas, sementara Syifa yang ditunjuk menggunakan jari telunjuk Lisa lantas berdiri dan menurunkan tangan Lisa yang digunakan untuk menunjuk dirinya.

Ia tersenyum tipis. "Iya, Kak. Aku adiknya Bang Haikal." gadis itu menatap satu-persatu teman-teman Lisa yang sedang menyaksikan adegan ini.

"Tuhkan bener kata gua, Kal. Lu tuh pasti punya adek, bukan anak tunggal!" seru Lisa. Gadis itu merasa menang ketika melihat wajah malas Haikal yang ketahuan bahwa sebenarnya ia bukan anak tunggal.

"Hallo kakak-kakak semua." Syifa mencoba tersenyum lebar, namun sangat sulit untuk ia lakukan. Pada akhirnya, ia hanya bisa tersenyum simpul untuk menyapa beberapa gadis itu.

"Kak Nda, apa kabar?" Syifa berbasa-basi, ia tak ingin terlihat terlalu kaku.

Nanda tersenyum dan mulai menghampiri Syifa. Gadis berambut blonde itu mengacak gemas surai Syifa dan kemudian memeluknya. "Baik, kok! Kakak kangen banget sama Cipa!"

"Cipa juga kangen sama Kak Nda," balas Syifa tanpa membalas pelukan Nanda membuat Nanda melepas pelukannya.

"Apaan Cipa sama Nda?" sungguh merusak suasana, Angga dengan santainya bertanya seperti itu.

"Panggilan khusus, lah! Bego lu," sahut Nanda dengan nada sinis.

Angga tak menjawab, cowok itu hanya mengacungkan jari tengahnya untuk Nanda.

"Kok Cipa disini? Ngapain?" tanya Nanda.

"Nyamperin Bang Haikal. Takutnya Bang Haikal bunuh diri karena nggak dapet rangking satu." tangan Syifa menarik tangan Nanda untuk duduk menuju sofa yang tadi ia duduki.

"Heh! Mulutnya." Nanda tertawa ringan setelah mengatakan itu. Bisa-bisanya Syifa berbicara seperti itu di depan Haikal langsung.

Lisa yang melihat itu ikut duduk di sofa tersebut. Dan jadilah Syifa berada di tengah-tengah antara Nanda dan Lisa. Sementara Fitri, gadis itu memilih untuk duduk di kursi belajar milik Angga.

"Kamu beneran Syifa yang dulu kenalan sama Kakak, kan?" tanya Lisa lagi. Bukan apa-apa, gadis itu hanya memastikan.

Syifa mengangguk pelan. "Iya, Kak. Aku Syifa yang dulunya ngira Adik Kak Lisa itu seumuran sama aku."

"Ih, kok udah gede?"

"Aku juga tumbuh, Kak. Bukan Kakak doang. Oh ya, selamat ya Kak karena dapet rangking satu."

Lisa yang mendengar kata 'rangking satu' tersebut langsung menoleh ke arah Haikal yang masih stay rebahan di kasur besar milik Angga.

"Kal, maafin gua ya?" ia mendekat pada Haikal. Haikal lantas menatap Lisa dengan tatapan andalannya. Kemudian ia tersadar akan ucapan Mamanya dulu.

'Kamu harus jadiin kegagalan sebagai motivasi, bukan sebagai bahan untuk menyerah.'

Kata-kata motivasi itu teringat sangat jelas di memori Haikal. Ia tak akan bisa lupa dengan kata-kata tersebut.

"Nggak usah minta maaf, lu nggak salah." Haikal menatap tak minat pada Lisa yang menatapnya dengan tatapan penuh permohonan.

"Tapi gara-gara gua rangking satu, lu pasti nanti bakal dihukum sama Ayah lu."

Haikal dengan segera menatap tajam gadis tersebut. Apa yang dikatakan Lisa memang benar, ia pasti akan kena hukuman dari sang Ayah. Ah, Haikal ingin melupakan itu namun tidak bisa.

Hai, Haikal! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang