Kita itu beda
Hidup dia cerah, hidup gua suram.
Dia terang, gua gelap.
Dia suka keramaian, gua suka kesendirian.
Dia terbuka, gua tertutup.
Dia pemaaf, gua pemarah.
Intinya kita benar-benar nggak cocok, namun kita malah memaksa untuk saling men...
Haikal menarik handphone nya yang berada di genggaman Viktor, anak laki-laki itu sudah kesal karena acara push rank nya diganggu oleh Ayahnya tadi malam.
"Senin ujian kenaikan kelas, kan?" tanya Viktor dengan nada tenang. Namun nada tersebut malah membuat Haikal tersentak, kakinya bahkan sampai melemas seperti tak sanggup untuk berjalan lagi.
Bukan hanya Haikal saja, namun Syifa juga. Gadis itu tadinya hendak menyusul Haikal karena Nisa menyuruh mereka berdua berangkat bersama, mau tak mau Haikal harus mengantarkan adiknya terlebih dahulu nanti.
Syifa menghela nafas, berusaha menyembunyikan kegugupan nya. Ia lalu berjalan pelan dan berdiri disamping Haikal yang masih mematung ditempat.
Mereka berdua, maksudku Haikal dan Syifa pada hari senin akan menghadapi sebuah ujian kenaikan kelas. Sekolah mereka mengadakan ujian ini barengan yang membuat Viktor akan mengawasi kedua anaknya itu belajar dengan giat atau tidak.
Syifa yang selama ini tinggal di rumah neneknya tidak merasakan gugup yang sangat teramat seperti Haikal. Karena jika disana, dirinya hanya akan diancam secara online oleh Ayahnya, atau bisa dibilang hanya melalui whatsapp saja.
Namun ini berbeda, dia sudah kembali ke neraka, ia pasti akan menerima siksaan jika hasil yang ia kumpulkan tidak sesuai dengan impian sangat Ayah.
"Ayah harap kalian menjadi rangking satu." Viktor berucap dengan nada yang sama seperti tadi.
"Jangan memaksa mere--"
"Kamu diam!" bentakan kecil yang dilontarkan Viktor membuat Nisa diam seribu kata. Nyalinya menciut, sekarang ia hanya bisa melihat tanpa bersuara.
"Kalian dengar kan, Haikal? Syifa?"
Syifa mengepalkan tangannya dengan erat, ia menatap tajam pada lantai. Nisa dapat melihat dengan jelas raut wajah kedua anaknya yang berubah menjadi serius sekarang.
Haikal tak perduli, ia langsung saja melangkah tanpa menjawab pertanyaan Viktor barusan. Syifa dapat melihat Kakaknya itu melangkah meninggalkannya, namun kakinya seperti tertahan tak bisa untuk melangkah.
"Haikal!"
Langkah Haikal terhenti ketika telinganya mendengar bentakan tersebut. Matanya menatap tajam pada pintu didepannya. Satu langkah lagi ia akan bisa membuka pintu tersebut, namun langkahnya dihentikan oleh bentakan dari Viktor.
"Jawab! Haikal, Syifa!" sentak Viktor.
Bibir Nisa terbuka, hendak berbicara namun ia gagal untuk menyuarakan isi hatinya. Mulutnya tak bisa berbicara, seperti ada sulap yang membuatnya tak bisa untuk bersuara.
"Iya, Ayah." jawab Syifa pelan. Gadis itu memberanikan diri untuk menjawab.
Mendapat jawaban dari anak bungsunya, Viktor lantas menatap lurus pada punggung anak sulungnya. "Haikal, bagaimana dengan kamu?" panggil nya.
"Ya." tangannya dengan cepat membuka pintu didepannya, ia lalu berjalan dengan cepat untuk bisa sampai ke garasi dimana motornya berada.
Syifa yang melihat itu lantas buru-buru langsung berlari menyusul Kakaknya. Sementara Nisa masih terdiam, ia melihat dua anaknya yang baru saja keluar dari rumah.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.