Panik

121 8 0
                                    

Monster dengan tubuh berwarna merah dengan sebuah lingkaran yang runcing selalu mengambang dibelakang tubuhnya dan sebuah jubah panjang melekat ditubuhnya yang dihiasi beberapa pernak pernik. Dagu yang panjang dengan beberapa tentakel kecil hinggap di atas kepala monster tersebut. Bahkan ada sebuah lingkaran dengan cahaya yang terang melekat di tengah tengah dadanya seakan akan jika lingkaran tersebut dihancurkan maka kekuatan lector pun akan ikut musnah.

Tangan lector mirip dengan tangan manusia dan memiliki jari jari yang panjang, namun yang membedakan tangannya dengan tangan manusia adalah warna kulitnya. Warna kulit lector cenderung ke warna orange namun tak terlalu pekat, tak seperti manusia sekali.

Monster itu terbang ke arah aether yang sudah berbaring lemas dengan darah yang mengucur dari dahinya. Lalu dia mengeluarkan kekuatannya dan membuat tubuh aether melayang tepat di depan mukanya hingga darah aether menetes di atas batu batu yang menjadi alas ruangan tersebut.

Mata aether terpejam dengan nafas yang tak beraturan, lelaki itu terlihat sudah sangat pasrah dengan keadaannya. Dia tak bisa berbuat apa apa sekarang, fisiknya sudah sangat terluka parah, apalagi dia juga tak bisa melawan lector dengan tangan kosong. Tepat saat dia sedang mengatur nafasnya leher miliknya seperti tercekik oleh sesuatu, seakan akan ada seseorang yang sedang mencekik lehernya. Bahkan matanya yang sedari tadi terpejam sekarang terbuka dengan air mata yang mengalir turun dari matanya bercampur dengan darah yang belum berhenti keluar, bahkan mulutnya juga terbuka disertai air liur yang menetes sedikit demi sedikit.

"Masih tak ingin mengataknnya padaku?" Ucap lector dengan tangannya yang seakan akan sedang mencekik leher lelaki muda itu.

Aether hanya diam tanpa mau melihat sedikitpun muka lector, dia tetap seperti itu saat lector memberikan berbagai pertanyaan yang dia sendiri tak tau jawabannya.

"Sekarang kau menjadi bisu aether cullen?"

"Atau mulutmu harus kurobek dulu baru kamu mau mengeluarkan suarammu itu?" Ucapnya dengan nada suara yang datar.

Aether menggelengkan kepalanya dan membuka mulutnya hendak bersuara. "Aku tak.. mengerti hahh apa yang kamu katakan hah... "Ucapnya dengan suara yang terbata bata akibat pasokan udaranya makin menipis.

"Aku tau kau berbohong"

Aether kembali menggelengkan kepalanya dengan muka yang dibuat sememelas mungkin. "Aku mengatakan hah.. yang sesungguhnya"

lector berdecih dan melepaskan aether dari cekikan yang sedari tadi dia lakukan. Lalu mengusap kasar dahi yang mengeluarkan darah itu. "Jika kudapatkan dirimu berbohong padaku, maka aku akan membunuhmu didetik itu juga"

Aether menepis tangan lector dan menguusap darah yang mengalir di samping mulutnya dan menatap tajam ke arah lector. "Heh lalu bagaimana reaksi tuanmu itu?"

"Kau pikir dia peduli padamu? Dia hanya menginginkan informasi tentang letak benda itu berada"

"Kau bilang hanya aku saja kan yang mengetahui informasi tersebut?" Ucap aether meremehkan.

"Maka dari itu lepaskan aku, dan akan kutunjukan padamu dimana benda itu berada"

.

.

.

.

.

Aether berbohong. Dia tak tau benda apa yang dimaksud oleh lector, apalagi letaknya dimana. Yang sedari tadi dia lakukan hanyalah berputar putar di dalam hutan sembari mencari waktu yang pas untuk kabur dari pengawasan lector dan bagaimana caranya agar dia bisa melawan monster merah tersebut.

Lelaki itu menyibak akar gantung dari sebuah pohon besar yang berada tepat di samping dirinya dan setelah itu dia masuk ke dalamnya. Aether terdiam dan menelan ludahnya kasar, kemudian menengok ke arah lector. "Disini"

MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang