୨ৎ
"Fuck!"
Suara erangan keluar dari mulut Seruni saat badannya terjatuh di atas lantai marmer yang dingin. Tangannya masih gemetar setelah berhasil memanjat balkon kamar—tetapi dia tak punya waktu untuk merasakan lelah. Dengan cepat, Seruni lalu menyelinap masuk melalui pintu yang sengaja tidak dikunci.
Begitu berada di dalam kamar, Seruni segera menutup pintu dengan hati-hati dan bergegas melangkah menuju lemari. Dia menarik keluar piyama dari rak dan mengganti mini dress yang dikenakannya dengan gerakan cepat dan tergesa-gesa.
Keringat dingin mengalir di dahinya saat dia mengenakan piyama tersebut. Seruni lalu melempar asal pakaian tersebut ke dalam keranjang baju kotor.
Setelah selesai mengganti pakaian, Seruni lalu meluncur ke atas kasur dengan tubuh yang masih bergetar. Wanita berusia 25 tahun tersebut kemudian menutup matanya, berusaha menenangkan detak jantungnya yang masih berdebar kencang.
Belum sempat ia merasakan kenyamanan sepenuhnya, terdengar suara ketukan lembut di pintu kamar. Salah satu asisten rumah tangga, yang biasanya datang untuk membangunkannya pada pagi hari, mulai membuka pintu dengan hati-hati. Seruni terpaksa meraih selimut untuk menutupi tubuhnya, berusaha menampilkan wajah yang tampak segar seolah baru saja bangun tidur.
Mampus, nggak bakal bisa tidur lagi habis ini gue. Batin Seruni kepada dirinya sendiri.
"Selamat pagi, Non," ucap Mirah, asisten rumah tangga sekaligus pengasuh Seruni sejak ia sudah kecil, sambil meletakkan nampan berisi buah segar ke atas meja di samping tempat tidur. "Mbah sudah menyimpan buah di meja. Non Seruni, habiskan dulu buahnya, lalu langsung mandi ya? Bapak sudah bangun dan sedang membaca koran di halaman belakang. Nanti sebelum sarapan bersama, Non Seruni harus sudah siap, ya?"
Sambil berbicara, Mirah mulai membuka semua gorden di kamar, membiarkan sinar matahari pagi yang cerah membanjiri ruangan. Cahaya yang masuk membuat kamar terasa lebih hidup dan cerah, bertentangan dengan suasana tenang yang diinginkan Seruni.
Seruni, yang matanya mulai terasa sangat berat akibat kelelahan, menarik selimut lebih tinggi untuk menutupi seluruh tubuhnya. Ia berusaha sekuat tenaga untuk tetap terjaga dan tampak segar, tetapi rasa kantuk dan kelelahan membuatnya merasa sangat sulit untuk bergerak.
Dengan mata yang tertutup rapat, ia hanya bisa berharap agar Mirah tidak terlalu lama berada di dalam kamar dan dirinya bisa mendapatkan beberapa menit tambahan untuk tidur sebelum harus menghadapi hari yang penuh aktivitas.
"Ayo, bangun!" suara Mirah kini terdengar lebih tegas saat melihat Seruni yang masih setia berbaring di kasur. "Bapak sudah menanyakan kamu. Tidak sopan membuat orang yang lebih tua menunggu, Non."
Mirah segera menarik selimut yang menutupi badan Seruni dengan cepat. Semetara itu, Seruni yang terbangun dari tidur singkatnya, mengerjap-ngerjapkan matanya, berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya pagi yang menyinari kamar. Dengan rasa enggan, ia duduk di tepi tempat tidur, matanya masih setengah terpejam, dan menguap perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Past, Present, and Us
RomanceBagi Tama dan Seruni, pernikahan tak lebih dari tameng bagi mereka. Sebuah fasad yang dirancang dengan cermat untuk mempertahankan topeng yang melindungi kehormatan keluarga mereka. Di balik tirai gemerlap kehidupan sosial, mereka mencari pelipur l...