୨ৎ
Selama tiga hari di Yogyakarta, Seruni nyaris tidak punya waktu untuk sekadar menarik napas panjang. Kesibukan menyambut acara besar yang akan diselenggarakan pada hari Sabtu telah menyita seluruh energinya. Dari subuh hingga larut malam, ia terpaku pada tumpukan pekerjaan yang seolah tak ada habisnya.
Matanya yang biasanya bersinar cerah kini tampak lelah, dan lingkaran hitam mulai muncul di bawah kelopak matanya, mengingatkan pada mata panda. Tapi Seruni tidak mengeluh—di balik lelahnya, ia harus memastikan bahwa acara ini akan berjalan dengan sempurna.
Setiap detail, mulai dari dekorasi hingga jadwal acara, ia awasi dengan seksama. Dia bahkan terlibat langsung dalam persiapan, berkeliling dari satu ruang ke ruang lain, memberikan arahan, dan memastikan semuanya sesuai rencana.
Waktu bergerak cepat, dan sebelum ia sadar, hari yang dinantikannya pun tiba. Sabtu pagi di kota Yogyakarta membawa hawa sejuk, tetapi di dalam ruangan acara, suasananya hangat dan penuh kehidupan.
Anak-anak yayasan sudah siap dengan pakaian terbaik mereka, wajah-wajah mereka berseri-seri penuh antusiasme. Tamu undangan mulai berdatangan, termasuk para donatur dan tokoh masyarakat yang selama ini mendukung yayasan.
Acara dimulai dengan lancar. Serangkaian
pertunjukan seni dari anak-anak yayasan berhasil memukau para tamu, membuat mereka terkagum-kagum akan bakat yang dimiliki oleh anak-anak tersebut. Seluruh rangkaian acara berjalan sesuai rencana, tidak ada hambatan yang berarti.Seruni terus bergerak di antara para tamu, memastikan bahwa setiap detail acara berjalan dengan baik dan bahwa semua orang merasa nyaman dan terhibur.
Sesekali, ia berhenti untuk berbicara dengan tamu yang menghampirinya, menerima pujian dan ucapan selamat atas suksesnya acara ini.
Setelah pertunjukan selesai dan para tamu mulai menikmati hidangan yang telah disiapkan, beberapa di antaranya mendekati Seruni untuk memberikan ucapan selamat secara pribadi. "Acara ini luar biasa, Seruni. Kamu telah melakukan pekerjaan yang luar biasa," ujar salah satu tamu dengan tulus. Seruni hanya bisa tersenyum, menahan rasa lelah yang mulai merayap, dan mengucapkan terima kasih dengan sopan.
Di tengah percakapan yang penuh pujian itu, Seruni menangkap sosok yang sangat dikenalnya. Dari kejauhan, ia melihat Niranya, wanita itu sedang berjalan ke arahnya.
Dengan perlahan, Niranya melangkah di antara tamu-tamu lain, menyapa beberapa orang dengan anggukan kepala yang anggun.
Menyadari kehadiran Niranya, Seruni segera berpamitan pada tamu yang sedang diajaknya berbicara dan melangkah maju untuk menyambutnya. "Terima kasih sudah datang jauh-jauh dari Jakarta, Niranya," kata Seruni sembari menyinggungkan senyum, menatap mata pianis yang telah dia undang secara khusus itu.
Niranya membalas senyumannya, meski ada kilatan yang berbeda di matanya. "Sama-sama, Seruni, it's a pleasure of mine," jawabnya singkat. Namun, tak lama kemudian, nada suaranya berubah ketika ia mencoba menggiring percakapan ke arah yang lebih personal. "Ngomong-ngomong, selamat atas pernikahanmu. Bagaimana kabar suamimu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Past, Present, and Us
RomanceBagi Tama dan Seruni, pernikahan tak lebih dari tameng bagi mereka. Sebuah fasad yang dirancang dengan cermat untuk mempertahankan topeng yang melindungi kehormatan keluarga mereka. Di balik tirai gemerlap kehidupan sosial, mereka mencari pelipur l...