୨ৎ
Seruni mengerjapkan mata, merasa tubuhnya masih berat dan sedikit kaku setelah malam yang melelahkan. Dia membalikkan badan dan langsung menyadari bahwa sisi tempat tidur di sebelahnya kosong.
Tama tidak ada di sana.
Seruni menatap kasur yang rapi di sebelahnya. Merasa janggal karena biasanya Tama selalu bangun bersamanya atau paling tidak ia akan merasakan kehadiran Tama yang setidaknya masih setengah sadar.
Ia menarik napas panjang, memejamkan mata lagi, berpikir sejenak. Mungkinkah Tama tidur di apartemen Niranya? Atau mungkin hanya di kamar tamu?
Pikiran itu menghantui sejenak sebelum Seruni segera menepisnya. Merasa enggan memikirkan kemana suaminya pergi semalam.
"Bukan urusan gue lagi," gumam Seruni dalam hati.
Kalau Tama memang pergi, biarlah. Serunu tidak ingin membuang energi memikirkan kemana suaminya pergi semalam. Lagipula, Seruni sudah cukup lelah menghadapi semua kekacauan ini.
Seruni lalu melirik jam di meja samping tempat tidur—pukul enam pagi. Ini hari kerja, dan ia masih punya banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.
Seperti biasa, rutinitas pagi menjadi penyelamat bagi pikirannya yang kacau. Hari ini Seruni memutuskan untuk berolahraga dulu sebelum tenggelam dalam rutinitasnya. Dengan cepat, dia mengganti bajunya menjadi pakaian olahraga dan keluar dari kamar menuju ruang tamu.
Begitu Seruni menuruni tangga menuju lantai bawah. Matanya langsung tertuju pada sosok yang tak disangka-sangka—Tama.
Pria itu terbaring di sofa, tertidur pulas dengan selimut tipis melingkari tubuhnya. Kemejanya tampak kusut, dan rambutnya berantakan.
Seruni berhenti sejenak, memandanginya dari kejauhan. Ada sedikit perasaan lega melihat Tama di rumah—meskipun bagian lain dari dirinya menolak untuk mengakui hal itu.
Sesampainya di dapur, Seruni membuka kulkas dan mengambil beberapa bahan sarapan. Tangannya dengan lincah mulai memotong roti dan menyiapkan telur. Ia hampir tanpa sadar mempersiapkan sarapan untuk dua orang—untuk dirinya dan juga Tama.
Setelah beberapa saat, Seruni berhenti dan menatap bahan-bahan di depannya. Kenapa aku repot-repot menyiapkan sarapan buat Tama? pikirnya. Merasa jengkel dengan dirinya sendiri.
Perasaan itu muncul begitu saja—perasaan ingin peduli, meski dalam hatinya ia ingin melupakan segala hal tentang Tama untuk saat ini. Dengan kesal, Seruni menyisihkan bahan-bahan itu dan menggantinya dengan sebotol air putih serta beberapa buah sebagai persiapan untuk ke gym.
Baru saja Seruni selesai memasukkan air dan buah ke dalam tas olahraganya, saat suara langkah berat terdengar dari arah ruang tamu. Tama, yang baru bangun dan tampak terburu-buru, berjalan dengan langkah cepat menuju kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Past, Present, and Us
RomanceBagi Tama dan Seruni, pernikahan tak lebih dari tameng bagi mereka. Sebuah fasad yang dirancang dengan cermat untuk mempertahankan topeng yang melindungi kehormatan keluarga mereka. Di balik tirai gemerlap kehidupan sosial, mereka mencari pelipur l...