40

3.9K 244 20
                                    

୨ৎ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

୨ৎ

Seruni baru saja menyelesaikan kelas membuat buket bunga, sebuah kegiatan yang baru-baru ini ia coba ikuti bersama beberapa istri kolega Tama. Hari itu penuh dengan tawa, percakapan ringan, dan suasana hangat di antara mereka. Sambil memandangi hasil karyanya, Seruni merasa cukup bangga. Meskipun ini pertama kalinya ia mencoba membuat rangkaian bunga.

Saat Seruni berdiri di luar gedung, matanya tiba-tiba tertuju pada sebuah mobil yang sudah terparkir di depan. Mobil itu sangat familiar baginya, dan ketika dilihat lebih dekat, ternyata benar, itu adalah mobil Tama.

Senyum Seruni langsung mengembang, sedikit terkejut bahwa suaminya menunggunya. Setelah berpamitan dengan beberapa kerabatnya, Seruni pun akhirnya berjalan menuju mobil Tama yang masih menunggu.

Begitu pintu mobil terbuka, Seruni melirik Tama yang duduk di balik kemudi.

"Tumben jemput, Mas? Ini kan masih jam-jam kantor," kata Seruni sambil mengikat sabuk pengaman, sedikit heran karena ini baru jam makan siang dan biasanya Tama akan masih sibuk di kantornya.

Tama menoleh, tersenyum ringan. "Nggak tahu, tadi kepikiran aja buat ngajak kamu makan siang bareng," jawabnya santai, seolah-olah tindakan itu adalah hal yang biasa.

Seruni tertawa kecil mendengar jawabannya, sedikit tidak percaya, tetapi juga merasa senang karena suaminya sengaja meluangkan waktu di tengah kesibukannya. "Jemput istri buat makan siang, ya? Tumben banget. But nevertheless, thank you," katanya dengan nada geli.

Sambil mobil berjalan menyusuri jalanan Jakarta, Seruni mulai menceritakan tentang kelas membuat buket yang baru saja ia ikuti. Dengan penuh semangat, ia mengangkat buket bunga yang ada di pangkuannya.

"Lihat nih, Mas. Bagus nggak? Aku yang buat sendiri loh. Gimana, keren kan aku?" Mata Seruni berbinar-binar saat menatap Tama, penuh harap ingin mendengar pujian dari suaminya.

Tama melirik sekilas sambil tersenyum, mengangguk setuju. "Iya, bagus banget, sayang" ucapnya pelan.

Seruni tersenyum simpul mendengar pujian itu. "Aku jadi kepikiran, gimana kalau aku buka usaha bouquet bunga? Seru kali ya, Mas? Soalnya bikin kayak gini tuh bikin tenang banget. Plus, aku dari dulu tuh pengen nyoba buka usaha sendiri. Tapi nggak dibolehin sama bapak"

"Kalau kamu mau silahkan, aku nggak bakal larang."

Setelah itu, Tama tidak banyak bicara, tapi ekspresinya menunjukkan bahwa ia benar-benar mendengarkan. Sesekali ia melirik Seruni yang terus berceloteh riang tentang betapa menyenangkannya membuat rangkaian bunga, sambil membayangkan bisnis kecil yang mungkin bisa ia mulai.

Perjalanan terasa begitu cepat dengan obrolan ringan yang mengalir. Namun, Seruni mulai menyadari bahwa arah mereka tidak seperti biasanya. Jalan yang mereka lalui lebih lengang dan semakin dekat dengan pinggiran kota, tepatnya ke arah pantai. Seruni menatap keluar jendela, mengernyitkan dahi sambil bertanya-tanya.

Past, Present, and UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang