୨ৎ
Tidak ada perubahan yang signifikan dua bulan setelah Tama dan Seruni menikah. Mereka menjalani hari-hari sebagai pasangan suami istri dengan cara yang tampaknya sudah menjadi kebiasaan. Tidak banyak yang berubah secara drastis, hanya ada tambahan tanggung jawab dan kebiasaan baru yang mereka hadapi bersama.
Kadang-kadang, momen-momen kecil romantis hadir di tengah rutinitas mereka. Misalnya, Tama yang terbiasa untuk selalu memberi kecupan di kening atau bibir Seruni sebelum ia berangkat kerja. Atau Seruni yang selalu setia menemani dan mengajak Tama berbincang hingga pria tersebut selesai mengerjakan pekerjaannya ketika mereka berada di apartemen.
Namun, sebagian besar waktu mereka dihabiskan dengan tenggelam dalam kegiatan masing-masing.
Tama sering kali harus bepergian, terutama untuk mengunjungi Niranya,. Meskipun ia selalu memastikan untuk memberi tahu Seruni tentang perjalanannya, kepergian Tama terkadang membuat jarak di antara mereka.
Begitu pula dengan Seruni yang juga menjalani kehidupannya dengan kesibukan yang tak kalah padat. Ia sering kali menemani Sai, saat pria itu tampil di atas panggung atau menghadiri acara musik.
Kesibukan Seruni dan Sai membuat mereka sering bertemu dan berbagi momen-momen di belakang layar, namun juga semakin membuat Seruni jadi jarang menghabiskan waktu dengan Tama.
Suatu sore, Seruni duduk di ruang kerja milik Tama di apartemen mereka, dikelilingi oleh tumpukan kertas dan laptop yang terbuka. Ia tengah sibuk menyusun daftar tamu undangan untuk acara besar yang akan diselenggarakan oleh Yayasan Aksara Kencana dua minggu lagi.
Pandangannya fokus pada layar laptopnya, jemarinya bergerak cepat di atas keyboard. Di tengah keseriusannya, pintu ruang kerja terbuka dan Tama masuk, tanpa mengetuk terlebih dahulu.
Seruni mengangkat kepala, sedikit terkejut melihat Tama. Pria itu tampak tenang, tetapi ada sesuatu di matanya yang membuat Seruni berpikir, bahwa mungkin suaminya ingin menggunakan ruang kerja tersebut.
"Mau ke mana?" tanya Tama saat melihat Seruni yang seakan bersiap untuk keluar.
"Mau keluar. Bukannya kamu mau pakai ruang kerja kamu, Mas?" jawab Seruni, masih setengah berdiri.
Tama menggeleng pelan. "Nggak, aku nggak mau pakai ruangan ini."
Seruni kembali duduk, rasa bingung masih tersisa di wajahnya. "Terus, kamu ke sini kenapa?"
Tama mengambil napas dalam dan mengambil duduk di sofa. "Aku baru dikasih tahu, aku bakal dapat cuti buat bulan madu. Apa ada tempat yang kamu mau kunjungi?"
Pertanyaan itu membuat Seruni terdiam sejenak. Ia tidak pernah memikirkan bulan madu. Bagi Seruni, bulan madu terasa seperti sesuatu yang klise, sesuatu yang tidak terlalu dibutuhkan dalam situasi mereka saat ini. Ia menatap Tama dengan ekspresi ragu. "Aku nggak pernah kepikiran buat bulan madu. Emangnya perlu banget?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Past, Present, and Us
RomanceBagi Tama dan Seruni, pernikahan tak lebih dari tameng bagi mereka. Sebuah fasad yang dirancang dengan cermat untuk mempertahankan topeng yang melindungi kehormatan keluarga mereka. Di balik tirai gemerlap kehidupan sosial, mereka mencari pelipur l...