୨ৎ
Setelah menghabiskan 10 hari yang menyenangkan di Italia, Seruni dan Tama akhirnya kembali ke ibukota. Sepuluh hari di negeri asing, menjelajahi kota-kota romantis, dan menyusuri jalan-jalan kecil yang dipenuhi dengan sejarah dan kecantikan—yang mengejutkannya membuat mereka merasa lebih dekat satu sama lain.
Namun, seperti semua perjalanan indah lainnya, bulan madu mereka juga harus berakhir. Kembali ke rutinitas di Jakarta menandakan dimulainya kembali kehidupan sehari-hari mereka.
Dua hari setelah mereka kembali, pagi itu terasa bergitu tenang di apartemen. Seruni duduk di sofa, bersantai sambil membaca sebuah buku. Angin pagi Jakarta yang sedikit dingin membuatnya merasa nyaman, apalagi dengan selimut tipis yang ia tarik hingga menutupi kakinya. Sementara itu, Tama sedang berada di kamar mandi setelah selesai melakukan sesi olahraga.
Tidak ada rencana khusus untuk hari ini, mereka berdua masih dalam fase menikmati waktu santai setelah perjalanan panjang.
Namun, ketenangan pagi itu tiba-tiba dipecahkan oleh suara bel apartemen yang nyaring. Seruni mengangkat wajahnya, terkejut oleh bunyi tersebut. Jarang ada yang datang pagi-pagi begini, apalagi ke apartemen mereka.
Ia menunggu sejenak, berharap Tama akan keluar dari kamar mandi dan memeriksa siapa yang datang. Tetapi bel berbunyi lagi, kali ini lebih lama dan mendesak. Dengan sedikit enggan, Seruni bangkit dari sofa. Langkahnya yang ringan membawanya menuju pintu depan.
Apakah mertuanya datang lagi untuk sarapan bersama? Pikir Seruni sambil berjalan menuju pintu.
Begitu dia membuka pintu, Seruni tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Berdiri di sana terdapat Niranya yang terlihat rapi dengan setelan atasan dan rok. "Niranya?" ujarnya dengan nada setengah bingung dan setengah kaget.
Niranya tersenyum, namun senyumnya tampak kaku. "Hi, Seruni. Apa Tama ada di rumah?" tanyanya dengan nada yang terdengar lebih formal dari biasanya.
Seruni memandangnya dengan alis yang terangkat, tidak bisa menahan diri untuk bertanya-tanya apa yang membuat Niranya datang ke sini pagi-pagi begini. Biasanya, Tama yang selalu pergi menemui Niranya, bukan sebaliknya.
Sebelum Seruni sempat menjawab. Terdengar suara air dari kamar mandi berhenti dan kemudian suara Tama dari dalam, "Siapa yang datang, Seruni?"
Sesaat kemudian, Tama muncul, masih dengan handuk melingkar di pinggangnya dan rambut basah. Saat matanya bertemu dengan mata Niranya, ia tertegun sejenak. "Niranya?" sapanya dengan suara yang terdengar sedikit terkejut.
Merasa suasana menjadi tidak nyaman, Seruni memutuskan untuk memberikan ruang bagi Tama dan Niranya. Terjebak dalam ketegangan yang mungkin akan segera terjadi adalah hal terakhir yang ingin ia lakukan.
Dengan cepat, Seruni mengambil tas kecil miliknya dan sebuah paper bag yang sudah ia siapkan sejak pagi. "Aku pamit dulu, ya. Mau ngasih oleh-oleh," kata Seruni sambil menatap Tama sekilas. Seolah memberi isyarat bahwa dia akan keluar dan memberi mereka waktu untuk bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Past, Present, and Us
RomanceBagi Tama dan Seruni, pernikahan tak lebih dari tameng bagi mereka. Sebuah fasad yang dirancang dengan cermat untuk mempertahankan topeng yang melindungi kehormatan keluarga mereka. Di balik tirai gemerlap kehidupan sosial, mereka mencari pelipur l...