୨ৎ
Minggu-minggu menjelang hari perkiraan lahir Seruni dipenuhi dengan rasa antisipasi yang bercampur aduk. Dengan setiap hari yang berlalu, semakin dekat pula momen ketika ia akan menjadi seorang ibu.
Di rumah, segalanya mulai terlihat lebih sibuk dari biasanya. Kartika bahkan semakin sering mengunjungi mereka, seolah-olah sudah menyiapkan dirinya sebagai sosok nenek. Seruni merasakan perhatian ekstra dari keluarga Tama, terutama Kartika, yang sepertinya tak pernah kehabisan energi untuk memastikan semuanya berjalan dengan lancar.
Kartika membantu Seruni menata setiap sudut ruangan, memastikan tak ada detail yang terlewat. Seprai, gorden, bahkan hiasan dinding semuanya dipilih dengan hati-hati oleh Kartika, yang jelas-jelas tak sabar menyambut cucunya yang pertama.
Sore itu, setelah mereka selesai membuka sisa kado-kado dari kerabat dan keluarga yang dikirim untuk sang bayi, Kartika mengambil duduk di kursi dekat boks bayi. Memperhatikan sang menantu yang tampak masih asik menata pakaian bayi ke dalam lemari.
"Seruni," panggil Kartika dengan pelan, seraya tersenyum. "Kamu nggak capek, kan? Kalau mau istirahat dulu, nggak apa-apa."
Seruni menggeleng pelan. "Nggak, Bu, aku nggak capek kok," jawabnya dengan senyum tenang. Kartika sering sekali menanyakan hal yang sama belakangan ini, dan meskipun kadang Seruni merasa berlebihan, ia tetap menghargai perhatian yang diberikan ibu mertuanya.
Setelah beberapa saat hening, Kartika kembali membuka pembicaraan. "Kalau kamu mau, kamu sama Tama bisa tinggal sementara di rumah ibu dan bapak. Ibu khawatir kalau nanti kamu kenapa-kenapa dan nggak ada siapa-siapa di rumah. Apalagi Tama masih ke kantor, kan?"
Seruni tersenyum mendengar tawaran itu, namun dengan lembut menolaknya. "Terima kasih, Bu. Tapi aku rasa nggak perlu. Mas Tama juga bilang minggu depan dia udah libur kok, jadi dia bakal di rumah dan bisa nemenin aku."
Kartika mengangguk, meskipun ada sedikit rasa cemas yang masih tersirat di matanya. "Ya sudah, kalau kamu memang yakin. Tapi kalau ada apa-apa, langsung kabarin Ibu, ya?"
"Iya, Bu, tenang aja. Aku sama Mas Tama pasti bakal kabarin," jawab Seruni dengan lembut.
"Oh iya, habis ini kamu mau jalan-jalan nggak? Kita bisa sekalian mampir ke kantor. Ibu ada janji ketemu sama Bapak, nanti kamu bisa istirahat ke ruang Tama nanti kalau mau."
Seruni, yang sudah merasa bosan menetap di rumah selama beberapa minggu balakang, merasa ide itu cukup menarik.
"Boleh deh, Bu. Sekalian refreshing juga," jawabnya sambil tersenyum, menikmati kesempatan untuk keluar rumah sebentar. Rasanya sudah lama ia tidak benar-benar menikmati waktu di luar rumah sejak kehamilannya semakin besar.
Setelah mereka selesai membereskan barang-barang di kamar bayi, supir keluarga menjemput mereka dan mengantar ke mal favorit Kartika.
Sesampainya di sana, Kartika tampak sangat bersemangat. Begitu mereka memasuki butik-butik anak-anak, mata Kartika berbinar-binar melihat deretan baju mungil yang dipajang di etalase. Ia memegang satu set pakaian bayi berwarna biru muda dengan hiasan kecil berbentuk binatang beruang di dadanya, menunjukkan kepada Seruni.
KAMU SEDANG MEMBACA
Past, Present, and Us
RomanceBagi Tama dan Seruni, pernikahan tak lebih dari tameng bagi mereka. Sebuah fasad yang dirancang dengan cermat untuk mempertahankan topeng yang melindungi kehormatan keluarga mereka. Di balik tirai gemerlap kehidupan sosial, mereka mencari pelipur l...