18

3.5K 238 44
                                    

୨ৎ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

୨ৎ

Beberapa hari setelah pertengkaran pertama mereka, Tama tekad untuk memperbaiki hubungannya dengan Seruni. Terutama mengingat bahwa mereka sebentar lagi akan berangkat untuk bulan madu. Dalam benaknya, Tama tidak bisa membayangkan bagaimana jika bulan madu yang seharusnya menjadi momen romantis itu justru menjadi sesi perang dingin antara dirinya dan Seruni.

Lebih parah lagi, jika Tama tidak bisa memperbaiki hubungan ini. Bisa-bisa dia harus berbulan madu sendirian—atau, lebih gila lagi, pergi bersama Niranya.

Tidak. Tama tidak segila itu. Ia masih cukup waras dan ingin hidup lebih lama. Ia belum ingin mati dipenggal oleh bapak, kakek, mertua, dan keempat kakak iparnya.

Tama sudah mengira bahwa merayu Seruni untuk memaafkannya akan menjadi tugas yang sulit, tetapi dia tidak menyangka akan sesulit ini. Seruni bukan tipe yang marah dengan cara yang bisa diatasi dengan mudah. Kalau sudah marah, wanita itu lebih memilih untuk diam dan memberikan silent treatment  yang membuat Tama merasa seperti berbicara kepada dinding.

Seruni akan mengabaikannya sepenuhnya, bahkan tidak mau menatapnya. Tama merasa frustrasi karena Seruni sangat berbeda dari Niranya yang, meskipun bisa marah. Namun hanya bertahan sebentar dan akan segera luluh, mengikuti apa yang Tama katakan.

Selama beberapa hari itu, Seruni bahkan lebih memilih untuk tidur di kamar tamu daripada di kamar mereka berdua. Hal ini tentunya membuat Tama semakin sulit untuk mendekati dan berbicara secara empat mata dengan istrinya.

Bahkan saat mereka bertemu di ruang makan atau ruang keluarga, suasana di antara mereka selalu tegang dan canggung. Seruni lebih memilih berdiam diri, tenggelam dalam pekerjaannya, atau melakukan aktivitas lain yang membuat Tama semakin sulit mendekatinya.

Selama beberapa hari terakhir, Tama juga memilih untuk menghindari bertemu dengan Niranya, sesuatu yang biasanya ia lakukan untuk menenangkan diri—karena kepalanya terlalu penuh dengan pikiran tentang Seruni yang masih belum memaafkannya. Setiap kali ia mencoba mendekati Seruni, wanita itu hanya membalasnya dengan dingin, membuat Tama kerap merasa putus asa.

Namun, segalanya berubah ketika dua hari sebelum keberangkatan mereka ke Venice, Seruni menerima kabar dari sekretaris Tama bahwa suaminya terlibat dalam sebuah kecelakaan mobil. Meski kecelakaan itu tidak serius dan hanya menyebabkan luka-luka ringan, namun berita itu cukup untuk membuat hati Seruni dilanda oleh rasa penuh cemas. Tanpa pikir panjang, Seruni langsung menuju rumah sakit untuk melihat keadaan Tama.

Sesampainya di UGD, Seruni melihat Tama yang duduk di atas ranjang rumah sakit. Luka-luka di wajah dan lengannya tengah diobati oleh seorang perawat. Meski luka-luka itu tampak tidak terlalu parah, melihat suaminya dalam kondisi seperti itu membuat Seruni merasa entah, bersalah mungkin?

Ia mematung di dekat pintu, menatap Tama dengan pandangan yang campur aduk antara marah, lega, dan cemas.

Tama yang duduk di ranjang rumah sakit segera menyadari kehadiran Seruni yang mematung di dekat pintu. Naluri pertamanya adalah ingin bangkit dan menghampirinya, namun usahanya untuk berdiri langsung dicegah oleh perawat yang sedang merawat lukanya. Perawat tersebut, menempatkan tangannya di bahu Tama, mencoba menahan gerakannya.

Past, Present, and UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang