୨ৎ
Satu minggu setelah pernikahan, kehidupan Tama dan Seruni berjalan tanpa banyak perubahan yang signifikan. Tidak ada kehangatan yang biasanya mengiringi pasangan baru menikah, dan mereka pun tak terlihat terlalu mesra.
Setelah resepsi mewah yang penuh sorak-sorai, mereka kembali ke rutinitas masing-masing seolah pernikahan itu hanya formalitas yang harus dilewati.
Kini, mereka tinggal di apartemen milik Tama di Jakarta, sebuah unit mewah di pusat kota yang berisi perabotan modern dan pemandangan kota yang gemerlap. Namun, keindahan itu seakan tenggelam dalam kesibukan mereka yang padat.
Tama, yang kembali ke kantor hanya dua hari setelah menikah, sibuk dengan pekerjaan yang menumpuk. Sebagai seorang eksekutif di perusahaan besar naungan kakeknya. Ada banyak tanggung jawab yang tidak bisa ditinggalkannya begitu saja. Setiap pagi, ia berangkat sebelum matahari terbit, dan pulang ketika hari hampir gelap.
Di sisi lain, Seruni pun tenggelam dalam kesibukan yang berbeda. Ia sibuk mengurus yayasan ibunya dan proses pemindahan dari Yogyakarta ke Jakarta juga menguras tenaga dan pikirannya.
Seruni bolak-balik antara dua kota, menyelesaikan urusan yang masih tertunda di Yogya, sambil mencoba menata hidup barunya di Jakarta. Setiap hari, ia sibuk mengemas barang-barang, berkoordinasi dengan tukang angkut, serta mengurus berbagai hal administratif yang membuatnya nyaris tak punya waktu untuk diri sendiri, apalagi untuk Tama.
Mereka jarang bertemu. Dan ketika akhirnya mereka berada di apartemen yang sama, itu biasanya sudah menjelang malam. Tama yang baru pulang dari kantor akan menemukan Seruni sedang menonton TV di ruang tamu atau berbaring di kamar dengan buku di tangannya.
Obrolan mereka singkat, hanya tentang hal-hal praktis seperti "Kamu udah makan?" atau "Besok jadwal kamu gimana?"—pertanyaan-pertanyaan yang tidak benar-benar membutuhkan jawaban panjang.
Meskipun ada di bawah satu atap, rasanya seperti mereka hidup di dua dunia yang berbeda. Ada jarak yang nyata di antara mereka, bukan karena pertengkaran atau masalah besar, tapi lebih karena kurangnya waktu dan kesempatan untuk benar-benar terhubung sebagai pasangan.
Di ruang makan, makanan yang mereka siapkan sendiri-sendiri sering kali dingin sebelum sempat dinikmati bersama. Di ruang tamu, sofa yang besar dan nyaman justru terasa kosong meski mereka duduk di sana bersama.
Bagi Seruni, apartemen itu masih terasa asing. Meski dirinya sudah mulai menata barang-barangnya di sana, namun sentuhan personal belum sepenuhnya hadir. Dan bagi Tama, apartemen ini dulu hanyalah tempat untuk ia beristirahat dari pekerjaannya.
Namun, kini terasa berbeda dengan kehadiran Seruni yang diam-diam mengubah dinamika tempat itu.
Malam itu, setelah seharian penuh dengan pekerjaan dan kegiatan yang melelahkan. Seruni tiba di apartemen terlebih dahulu dari Tama. Ia menjatuhkan tasnya di sofa dan langsung menuju dapur, menyiapkan secangkir teh hangat untuk menenangkan pikirannya yang sibuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Past, Present, and Us
RomanceBagi Tama dan Seruni, pernikahan tak lebih dari tameng bagi mereka. Sebuah fasad yang dirancang dengan cermat untuk mempertahankan topeng yang melindungi kehormatan keluarga mereka. Di balik tirai gemerlap kehidupan sosial, mereka mencari pelipur l...