19

3.7K 251 22
                                    

୨ৎ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

୨ৎ

Setelah menempuh perjalanan panjang selama kurang lebih 19 jam dari Jakarta, akhirnya Tama dan Seruni tiba di Venesia, Italia. Kelelahan setelah penerbangan panjang segera terlupakan saat mereka melangkah keluar dari bandara dan merasakan atmosfer kota ini.

Angin dingin menyambut mereka, membawa serta aroma air dari kanal-kanal yang mengalir tenang, dan suara gemericik riak air yang berbaur dengan langkah kaki turis yang lalu-lalang.

Hari pertama di Venesia, Seruni dan Tama memutuskan untuk tidak terlalu memaksakan diri dengan agenda yang padat. Mereka memilih untuk menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan di sekitar hotel, menikmati suasana kota.

Hotel tempat mereka menginap terletak di jantung Venesia, dengan akses yang mudah ke berbagai tempat menarik di sekitarnya. Mereka berjalan beriringan di sepanjang kanal, melewati jembatan-jembatan kecil yang melengkung indah, dan bangunan-bangunan klasik dengan arsitektur khas Italia yang berwarna pastel dan bertumpuk rapat di kedua sisi jalan.

Tama tampak antusias membawa kameranya setiap saat. Mengambil foto setiap pemandangan menarik yang mereka lewati. Ia mengabadikan momen-momen ketika gondola melintas dengan perlahan di kanal-kanal sempit, atau saat burung-burung merpati beterbangan di sekitar Piazza San Marco. Di sela-sela itu, dia juga tak lupa mengarahkan lensa kameranya ke Seruni, yang kini tengah berjalan di sampingnya.

"Mas, stop. Jangan fotoin aku. Mukaku pasti jelek banget habis perjalanan 19 jam," protes Seruni sambil mencoba menutupi wajahnya dengan tangan.

Tama hanya tertawa kecil. "Kamu tetap cantik, kok," jawabnya dengan senyum. Ia kemudian mengambil beberapa jepretan lagi saat Seruni memalingkan wajahnya, dan justru momen-momen candid seperti inilah yang membuat Seruni semakin terlihat menawan di mata Tama. "Tuh, siapa yang bilang jelek?" katanya sambil memperlihatkan hasil jepretannya.

Seruni hanya menggeleng-geleng, setengah kesal. "Aku. Aku yang bilang jelek. Hapusin cepetan!"

Tama menggeleng sambil tersenyum jahil. "Nggak akan. Kalau dihapus sayang, bisa buat kenangan."

Seruni mendesah panjang, menyadari kalau membantah hanya akan membuat Tama semakin menggodanya. "Mas, hapus. Kalau enggak, aku nggak mau difoto-fotoin lagi."

Tama mendekat, menurunkan kamera sambil menatapnya dengan penuh kasih sayang. "Oke, oke, aku hapus," katanya, tapi senyumnya mengisyaratkan kalau dia tidak benar-benar serius. "Tapi, coba lihat lagi, deh. Aku yakin kamu bakal suka sama hasilnya."

Seruni mendekat, sedikit penasaran meskipun ia tetap berusaha menjaga ekspresinya datar. Ketika ia melihat foto itu, Seruni harus mengakui—walau enggan—bahwa foto candid itu menangkap dirinya dengan sempurna.

Harga kamera tersebut tampaknya memang sebanding dengan kualitasnya. Pikir Seruni. 

"Hm. Lumayan juga," gumam Seruni, akhirnya tersenyum kecil, tapi cepat-cepat menutupi dengan nada kesal, "Tapi aku tetap nggak suka. Apalagi kamu nggak pernah bilang mau ambil foto!"

Past, Present, and UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang